Chapter 19 : Pertarungan Terakhir (4)

46 11 47
                                    

Konten ini mengandung khayalan yang bersifat tidak nyata. Mohon para pembaca bijak menanggapi. 

Setelah berhasil keluar bangunan, langit malam tanpa bulan serta bintang menyambutnya.

Ruby mengepalkan tangannya kesal sekaligus menggertakkan giginya. Gadis itu mendongak, mencoba memproses semua hal yang terjadi.

Meskipun Granger terpaksa pergi, tetap saja ia merasa kesal. Keadaan selalu menjauhkan mereka ketika mereka tengah memperjuangkan sesuatu.

Karena itu, dia tak ingin membuang waktu. Yang lain tak penting, siapapun tidak penting.

Yang paling penting adalah lelaki itu.

Ruby menunduk, menarik napas panjang untuk menetralkan emosinya yang mendidih.

Napasnya yang memburu kini perlahan-lahan melambat, dengan pikirannya yang mulai jernih.

Gadis itu menempatkan sabitnya di belakang punggungnya dan mulai mengambil sesuatu dari saku roknya.

Beberapa hari lepas, Granger sempat memberikan spell yang pernah lelaki itu pakai untuk berteleportasi padanya.

Ruby mengeluarkan benda itu dari sakunya dan menaruhnya di tanah.

Cahaya berkilau berwarna biru mulai membaluti penampakan gadis itu seraya dengan dirinya yang mulai memudar.

Mata hijau Ruby bersinar di pekatnya malam menunjukkan tekadnya yang bulat.

Aku tak akan membiarkanmu bertarung sendirian.

"Ini mah gawat," gumam Granger melihat gerombolan pasukan iblis yang mulai menyerang memasuki wilayah istana.

"Lebih baik kita pergi mencari putri Silvanna terlebih dahulu," saran Tigreal.

Alucard memotong. "Kalian pergilah. Kami akan menahan pasukan iblis itu di sini," katanya.

Miya mengangguk setuju tanpa berbicara dengan usulan Alucard.

"Kalian yakin? Jumlah mereka sangat banyak. Mustahil kalian melawan mereka tanpa terluka parah," peringat Tigeral agar Alucard memikirkan kembali keputusannya.

"Ada Miya bersamaku, dan juga pasukan elf yang lain. Kami akan baik-baik saja," lugas lelaki bermata biru itu.

Granger dapat melihat Miya yang terlihat salah tingkah ketika temannya menyebut namanya gadis itu.

"Baiklah jika kau berkata begitu." Tigreal kini berpaling menghadap anggota utama kesatria Moniyan yang berada di sampingnya.

"Kalau begitu Chevalier Granger, kau ikut bersamaku," katanya diangguki oleh sang lawan bicara.

Setelah Tigreal dan Granger menghilang dari hadapan mereka, Alucard kini menghadap Miya yang sedari tadi berada di belakangnya.

Lelaki itu tersenyum lembut. "Miya, mohon bantuannya," ujarnya.

Diam-diam, Miya mengulum bibirnya agar senyumnya tak terlihat. Gadis itu merasakan telinganya memanas.

"Baiklah," katanya pelan menghindari tatapan lurus milik Alucard yang hanya tertuju padanya.

🎻

Ruby telah sampai di ujung hutan. Terlihat istana Moniyan menjulang tinggi tak jauh darinya.

Tak ingin berlama-lama lagi, gadis itu sontak berlari untuk sampai ke tujuannya dengan lebih cepat.

Tapi, saat ia baru saja ingin mengerahkan tenaga pada kakinya untuk melangkah, suara gemerisik terdengar diiringi dengan suara tapak kaki dan suara seseorang.

The Little Redhood and The Vagrant PoetWhere stories live. Discover now