Justin Haedar

86 27 32
                                    

Justin Haedar bisa saja terlihat diam dan bertingkah seolah-olah tidak terpengaruh, tetapi bukan berarti mata dan telinganya tidak berfungsi. Dalam diam, dia sudah mengerti apa yang dipikirkan Anulika Latief, yang mana adalah teman sebangkunya selama dua tahun terakhir.

Hubungan keduanya memang dekat sampai disangka TTM, tetapi sejujurnya mereka hanya sebatas rekan yang saling membutuhkan karena sama-sama pintar. Tidak hanya dipasangkan dalam berbagai lomba olimpiade, mereka juga menjadi Ketua dan Wakil Kelas selama tiga kali berturut-turut jika digabung dengan tahun ini. Saking kompaknya, duo Juslik--begitu julukan untuk singkatan nama Justin dan Lika--pernah ditunjuk sebagai Ketua dan Wakil OSIS meski pada akhirnya menolak dengan alasan tidak ingin terlalu menonjol alias ingin memberi kesempatan kepada yang lain.

Meskipun tidak ada chemistry di antara keduanya, tetap saja mereka masuk ke dalam nominasi pasangan ideal yang membuat siapa saja iri sebab ada terlalu banyak kesamaan yang berpotensi bikin yang lain gatal untuk menjodohkan.

Jika ditanya; apakah Justin menyukai Anulika? Cowok itu akan sigap menjawab kalau dia tidak merasa kualifikasinya cukup untuk menjadi pacar sehingga dia tidak akan pernah mau memikirkan topik itu ke sana. Bukannya sok merendahkan diri, pasalnya cowok itu sudah kepalang peka dengan seseorang yang sudah mengisi relung hati Anulika, yang mana menjadi kode keras bagi Justin untuk memperingatkan diri sendiri setiap lengah.

Justin tahu Anulika menyukai Pak Yunus secara khusus yang artinya menganggap beliau sebagai gebetannya. Meski belum pernah mendapat pengakuan secara langsung, tetapi cowok itu sangat yakin. Praduganya terbukti karena gadis itu senyam-senyum layaknya cewek kasmaran selagi memperhatikan Pak Yunus mengajar di depan kelas.

Ck. Bucin banget. Justin membatin, bermaksud mengajak Anulika membahas informasi seputar beasiswa, tetapi tidak jadi. Perhatiannya jadi terdistraksi oleh Jeremy yang mencari kesempatan untuk menistakan seorang siswi bernama Juwita Ramlan.

"Kenapa, sih, lo?" tanya Carla saking kesalnya karena terganggu oleh kenakalan yang dilakukan Jeremy, teman sebangkunya. "Itu lem gue, enak aja lo pake seenak jidat lo! Nanti habis, gimana?"

"Cuma lem doang, elah! Pelit banget, sih?!" balas Jeremy, tetapi alih-alih mengembalikan lem milik Carla, cowok itu melanjutkan aksinya yang sempat tertunda. Dari ekor mata Justin, rupanya cowok itu memoles lem pada kertas yang sudah diberi tulisan untuk menempelkannya ke rambut Juwita.

Terang saja gadis itu tidak tahu karena Jeremy berhasil melakukannya diam-diam. Posisi duduknya juga strategis, yaitu berada di arah pukul 7 dari bangku Juwita. Namun, aksinya mengelem belum lagi sempurna karena sudah telanjur ketahuan gara-gara kepala gadis itu tertoleh ke sebelah kiri tepat pada waktunya.

"Apa-apaan lo?" tanya Juwita sebelum meraba bagian belakang rambutnya dan mendelik horor saat merasakan cairan lendir bercampur lengket. "Bangke ya lo! Lo apain rambut gue?!"

Jeremy menahan tawa agar tidak ketahuan Pak Yunus, tetapi dia tidak tahu saja bahwa bagaimana aksi Juwita selanjutnya berhasil membuatnya merasakan penyesalan. Dengan sekali sentakan, gadis itu berhasil merebut lem dari tangan Jeremy lalu memutar bagian penutupnya. Benda tersebut kebetulan berwadahkan seperti cuka plastik yang isinya lebih cair ketimbang lem lain atau yang modelan stick. Maka, bisa dibayangkan sebasah apa rambut Jeremy karena gadis itu berhasil menuangkan isinya di atas kepala cowok itu tanpa aba-aba sebelumnya.

Pekikan keras segera berkumandang, lagi-lagi memancing seluruh perhatian kelas termasuk Pak Yunus.

Saskara juga memperhatikan semua itu, tetapi tak ayal menunjukkan ekspresi bangga karena Juwita sepertinya mempunyai cara unik untuk membalas Jeremy.

"Yaaa... semoga aja setelah ini lo muak berurusan sama gue karena gue juga merasakan hal yang sama. Plis, ya, kalo mau buli gue... lo salah sasaran, sih."

"JUWITA RAMLAN!" teriak Jeremy sekencang-kencangnya, tetapi dia otomatis kicep saat berhadapan dengan Pak Yunus.

"Dia duluan, Pak. Rambut saya jadi lengket gara-gara lem," adu Juwita lalu menyeringai kepada Jeremy ketika Pak Yunus mengalihkan perhatian padanya.

"Kayaknya kalian berantem terus, deh. Bapak mau pindahkan kalian aja." Pak Yunus mengultimatum sebelum mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan kelas. "Oke, Bapak jadi punya ide. Juwita, kamu duduk sama Justin aja, biar Anulika yang duduk sama Saskara."

Kelas langsung heboh. Pasalnya, duo pasangan duo Julik belum pernah dipisahkan selama ini. Lagi pula, keempat-empatnya menunjukkan ekspresi yang kentara; mulai dari Justin yang memandang Pak Yunus seolah-olah sedang salah obat, Anulika yang mengernyitkan alisnya hingga menyatu, Saskara yang tampak menegang di bangkunya, hingga Juwita yang tampak tidak percaya karena harus duduk di sebelah cowok yang nilainya hampir sempurna.

Juwita jadi merasa seperti terlalu burik untuk Justin yang terlalu glowing dari segi akademik. Sebenarnya kalau boleh jujur, dia lebih suka duduk sama Saskara ketimbang yang lain karena walau tidak sefrontal Jeremy, gadis itu bisa merasakan keberadaannya tidak diakui di kelas ini.

"Bapak kira bakal lebih santai tahun ini karena kelasnya pada anteng semua, eh... lebih parah, malah. Ternyata ada alasan kuat mengapa Bapak jadi wali kelas di sini." Pak Yunus mengeluh, tetapi tidak mau berlama-lama dalam memberi perintah. "Pindah semua!"

"Pak, mereka berdua yang duduk di bangkunya Jeremy sama Carla aja, ya? Saya tetap sama Saskara, ya, Pak?" pinta Juwita diiringi dengan menyatukan kedua telapak tangan di depan muka sebagai isyarat untuk memohon. "Plisss...."

"Enak aja lo perintah-perintah!" protes Jeremy sementara Carla menyalahkan teman sebangkunya dengan mencerca, "Lo, sih! Cari gara-gara! Dasar!"

"Ya sudah, kalian yang pindah aja. Saskara sama Juwita tetap. Inget, ya, jangan ada yang berbuat onar lagi. Kalo sampai ketahuan, siap-siap aja Bapak pindahin semua kayak metode Bu Naura. Paham?!"

"PAHAM, PAK!"

Lantas, mereka tidak membutuhkan waktu yang lama untuk pindah meski Jeremy sengaja mendengkus keras-keras dan memberi tatapan dengki paling jahat yang pernah ditunjukkannya kepada Juwita.

Alih-alih peduli, yang ditatap demikian malah menyeringai, tetapi langsung kicep saat tatapannya bersirobok dengan netra milik Justin.

Saskara lain lagi. Dia tidak sudi beradu tatap dengan siapa pun, sehingga tidak heran jika dia tidak tahu kalau Anulika sempat melayangkan pandangan ke arahnya beberapa kali seolah penasaran dengan ekspresi cowok itu.

"Oke, ayo kita kembali fokus ke pelajaran." Pak Yunus tersenyum tipis sebelum membuka buku paket dan mengajak anak didiknya melakukan hal serupa.

"Pak, rambut saya gimana dong?" Jeremy protes di bangkunya, masih dendam dengan Juwita jika ditilik dari cara menatap seolah ingin melubangi kepala gadis itu.

"Oh, iya. Bapak lupa. Juwita juga mau bersihin, 'kan?"

"Saya duluan, dong, Pak! Lem saya, kan, lebih banyak--"

"Artinya bakal lebih lama, toh? Waktu keburu habis nanti. Jatah kamu pas pergantian jam pelajaran saja."

"DIH, BAPAAAK!"

"Juwita, silakan anuin rambutmu dulu."

"Makasih, Pak." Juwita lagi-lagi menunjukkan seringainya pada Jeremy di saat Pak Yunus tidak melihat. Aksinya tidak luput dari perhatian anak-anak di kelas karena gadis itu melakukannya usai berdiri.

Namun di antara semua yang berekspresi takjub, Justin malah tersenyum miring. Asumsinya mengatakan bahwa Juwita sengaja melakukannya karena sekaligus mau memperingatkan kepada yang lain untuk tidak mengikuti jejak Jeremy.

Ternyata cewek bernama Juwita Ramlan nggak sebego yang gue kira.

Bersambung

Her Crush is My Dad [END]Where stories live. Discover now