Being Caught

47 20 12
                                    

Persis seperti prediksi Juwita Ramlan, Saskara Damian benar-benar menjadi 'incaran' murid-murid SMA Berdikari. Untuk pertama kalinya dia merasakan bagaimana rasanya dilirik sejauh ekor mata memandang serta bisik-bisik yang terdengar di belakang punggungnya selagi melangkah, yang tak ada bedanya dengan pengalaman salah satu selebriti yang masuk topic trending gara-gara sebuah rumor.

Saskara tentu tidak merasa nyaman. Langkahnya otomatis melaju cepat, berharap bisa segera sampai di kelas dalam waktu sedetik. Namun, napas leganya belum lagi selesai diembuskan saat mendapati kedatangan seseorang ke bangkunya. Ekspresinya tak terbaca, tetapi Saskara mendapatkan firasat yang sangat tidak enak. Saking gugupnya, cowok itu menelan saliva dengan kaku.

"Can we talk?" Nama di name tag seragamnya adalah Justin Haedar. Cowok itu berbicara dengan pengucapan bahasa Inggris yang fasih, yang memberi kesan berwibawa pada cowok itu. Tidak heran, gayanya juga sangat mendukung kepiawaian akademiknya. "Don't think too much, just about tutoring for final tests."

Saskara tidak menjawab, tetapi dia menyanggupi permintaan Justin dengan mengganguk. Lantas, dengan bersandar ke bagian tembok--berhubung posisi bangku Saskara memang terletak di bagian paling ujung kelas, cowok itu menyilangkan kakinya dan bersedekap bak model yang sedang melakukan pemotretan.

"Lo berminat les privat nggak--teknisnya bukan full karena tutor yang gue pilih harus berjumlah beberapa siswa yang beliau tentukan. Terus terang, gue butuh teman untuk les bareng."

Justin tidak berkat apa-apa lagi sesudah itu, jelas menunggu respons Saskara yang menatapnya balik dengan ekspresi kaku. Beruntung kelas belum ramai karena waktu masih terlalu awal untuk memulai pelajaran. Meskipun demikian, alih-alih menjawab ajakan Justin, dia malah memutar kepalanya ke belakang, terlihat sedang memastikan sesuatu.

"Tinggal jawab aja, sih, lo mau apa nggak. Sejujurnya, malah seharusnya lo berterima kasih karena gue yang datengin lo."

Saskara terlihat ragu, tetapi untungnya terselamatkan oleh kedatangan Juwita Ramlan. Cewek itu berhasil membuat Justin menatapnya risih dalam dua detik pertama karena aksinya yang terlihat terlalu kepo hingga melewati batas kewajaran.

Pasalnya, dia memberi tatapan menuduh kepada Justin seolah-olah cowok itu sedang merundung Saskara.

"Kenapa dia?" Juwita bertanya pada Saskara sementara Justin menunjukkan ekspresi tersinggung, tetapi masih bertahan untuk tidak menyanggah gadis itu.

"Sekarang gini aja, deh, gue kasih lo waktu sampai besok aja. Info selanjutnya bakal kita bicarakan setelah deal. Oke?" Justin menegakkan punggung lalu kembali ke bangkunya sendiri.

Juwita refleks mengikuti langkah Justin selama berjalan ke bangkunya, tetapi segera terhenyak saat rasa penasaran kembali menghantui. Saking cepatnya mengarahkan pandangan ke Saskara, terdengar bunyi 'klek' yang bersumber dari pergesekan tulang pada lehernya.

"Ngomongin apa, sih? Dia nggak gangguin lo, 'kan?" tanya Juwita. Ekspresi berubah menjadi iba seakan Saskara benar-benar menjadi korban buli. "Bilang sama gue. Tenang aja, gue nggak bakalan tinggal diam."

"Dia nggak gangguin saya."

"Lah, trus?" desak Juwita.

"Ngajak untuk les bersama-sama. Justin perlu teman untuk belajar bersama tutornya."

"Oh. Jadi, lo iyain nggak?"

"Belum."

"Eh, tapi dipikir-pikir... boleh juga, tuh, ajakan Justin. Gue boleh gabung nggak, ya? Kebetulan gue disuruh nyokap buat nyari bimbel dari sekarang. Lo tau, nggak? Nyokap gue senengnya bukan main pas tau gue masuk kelas unggulan trus katanya gue nggak boleh malu-maluin. Jadi, yaaa... gitu. Gue disuruh sering-sering belajar kelompok."

Her Crush is My Dad [END]حيث تعيش القصص. اكتشف الآن