Dodgeball Game

40 16 13
                                    

Juwita sukses tersentak, tetapi berkat jiwa optimistisnya yang menyala-nyala, gadis itu tidak membutuhkan waktu yang lama untuk bersikap positif. "Hei, santai aja lagi. Biasa aja hadapinnya. Menurut gue malah bagus buat memancing keaktifan. Anggap aja simulasi. Muehehe...."

Saskara kesal, tetapi tidak tahu harus mengatakan apa untuk menyanggah, apalagi sang instruktur tentara tidak mungkin mau menunggu lebih lama di saat semua murid sudah berbaris rapi di lapangan. Mau tidak mau, keduanya harus ikut berbaris dan harus puas menyesuaikan posisi di barisan paling belakang karena menjadi yang paling terakhir tiba.

"Baiklah, karena kalian sudah beristirahat selama tiga puluh menit dan kita masih mempunyai waktu selama tiga jam sebelum matahari terbenam, ayo main satu permainan lagi." Salah satu tentara berbicara lewat pengeras suara yang berada dalam tangannya. Nada bicaranya terdengar lebih ramah, membuat Saskara mendapatkan kesan bahwa yang memberikan instruksi adalah individu yang berbeda.

Benar saja. Terdengar celetukan dari Juwita di sebelahnya, "Udah ganti tentara rupanya, ya. Susah bedain, sih, wong sama-sama botak. Untung suaranya nggak sama, ya."

Dengkusan yang sarat akan tawa segera menyambut celetukan Juwita, terkecuali trio Saskara, Justin, dan Anulika meski dengan situasi yang berbeda. Jika Saskara merasa ngeri karena membayangkan seolah-olah menjadi Juwita dan ditatap oleh banyak orang dari barisan tengah, Justin malah menyayangkan ketiadaan pengawas di barisan belakang jika ditilik dari caranya menyapu area belakang dengan mata besarnya. Minimal, dia berharap Pak Yunus ikut berbaris supaya bisa mendengar koar-koar yang seenak jidat itu. Anulika lain lagi. Dari caranya menatap sang pelaku dengan tatapan menilai, bisa dibilang dia merasa Juwita kelewat gabut atau sedang dalam ajang mencari perhatian.

Meskipun demikian, menurut Saskara, gadis itu cukup beruntung. Dia tidak habis pikir apa yang akan terjadi jika para tentara mendengar, terlebih saat mengingat ada pistol elegan yang terpasang pada masing-masing pinggang para tentara. Walau tidak mungkin digunakan di hadapan murid-murid, tetap saja, aura yang ditunjukkan mereka tidak bisa dianggap enteng.

Bahkan Jeremy tidak berkutik seujung jari pun, padahal dia yang paling sering menginterupsi kata-kata Pak Yunus di kelas.

"Kita bakal main dodgeball, yang mana menjadi salah satu permainan yang diminati karena membentuk kerja sama antar tim. Yang sering nonton variety show Running Man pasti tau cara bermainnya," jelas instruktur tersebut dengan senyuman yang membuat situasi kaku di antara mereka segera mencair. "Buat yang belum tau, akan saya jelaskan secara singkat. Jadi setiap sesi permainan dodgeball ini dimainkan oleh dua kelompok yang mana sudah dipilih dalam lembaran ini."

Saskara bisa mendengar Juwita mendengkus keras-keras sementara ada dua kubu yang menunjukkan pertentangan reaksi. Bagi yang mengerti, mereka akan ber-'oh' semangat sedangkan sisanya akan menyikut teman di sebelah untuk menanyakan apa tepatnya permainan itu.

"Cara mainnya gampang. Yang masuk dalam garis nantinya harus bertahan selama mungkin dengan menghindari bola yang dilempar oleh pihak lawan dan bagi yang sudah out, bisa ikut melempar balik dari luar garis. Kelompok yang bertahan hingga akhir permainan akan saya kasih reward istirahat lebih awal saat pemanasan besok."

Terdengar desisan penuh semangat dari sebagian besar murid. Mereka tentu berharap segera lepas dari belenggu penistaan ini, termasuk Saskara, meski dia tidak yakin apakah bisa memenangkan permainan ini.

Dia pernah menonton orang-orang bermain dodgeball, tetapi tidak yakin apakah bisa seluwes itu dalam bermain mengingat dia sangat jarang terlibat aktif dalam tim. Dia malah lebih percaya pada kemungkinan kalah telak pada detik-detik pertama dan pastinya akan langsung ditertawakan oleh teman-teman sekelasnya.

"Hmm... such an overthinking mind." Saskara berdesis sinis, jelas mengejek dirinya sendiri.

Sesuai penjelasan dari instruktur tentang pengaturan kelompok, bisa diduga kalau kelompok tenda Anulika-Juwita bergabung bersama kelompok tenda Saskara-Justin, meski ada beberapa kelompok lain yang juga bergabung demi menghemat waktu. Setengah jam pertama banyak yang gugur dan mereka yang sudah dinyatakan out mulai membalaskan dendam dari luar garis, yang mana menjadi ancaman bagi mereka yang masih 'bertahan hidup' di dalam garis.

Saskara seharusnya sudah kalah dari awal permainan persis prediksinya, tetapi teori itu segera terpatahkan oleh perlindungan Justin. Bisa jadi, cowok itu terobsesi dengan reward atau jiwa kompetitifnya sama berlakunya dalam dunia pelajaran. Nyatanya, cowok itu begitu gesit dalam menghindari serangan lawan, dia bahkan berhasil menjaga Saskara untuk tetap berada di balik punggung bak seorang pengawal yang melindungi ratu kerajaan.

Keduanya tidak membutuhkan waktu yang lama untuk menjadi pusat perhatian. Tidak sedikit yang memberi sorakan, bahkan ada yang berteriak dengan nada seakan sedang menonton interaksi idol versi nyata.

Distraksi tersebut juga sukses mengalihkan fokus para pejuang dalam garis termasuk Anulika dan Juwita, tetapi perhatian tersebut tidak bertahan lama karena permainan masih belum berakhir. Area mereka meluas karena banyak yang gugur, menjadikan pihak lawan agak kewalahan karena persentase kemungkinan menyerang menjadi lebih sulit sementara stamina para pihak yang bertahan secara berangsur menurun saking seringnya berlari dan menghindar.

Secara garis besar, Anulika ternyata lebih jago melindungi diri sendiri dan bertindak seperti pawang, berbeda dengan Juwita yang sibuk melindungi teman-teman setendanya. Bisa jadi, kebiasaan mandiri membentuk kepribadiannya menjadi pemimpin, yang mengharuskannya berdiri di barisan depan sebagai pelindung.

Saskara mulai kecapekan dan sedang berpikir untuk menyerah ketika tiba-tiba saja ada salah seorang murid yang sedang bersiap melempar bola dari samping. Jika ditilik dari fokusnya, ternyata targetnya adalah Anulika karena posisi berdirinya yang lebih strategis ketimbang pemain lain.

Lantas, apa yang dilakukan Saskara selanjutnya benar-benar tidak terduga. Seolah diatur dalam mode slow motion, dia bergerak mundur dari 'belenggu' Justin sebelum mendekati gadis itu. Aksinya cukup ekstrem dan anti mainstream sebab alih-alih melindungi gadis itu dengan gaya yang keren, nyatanya dia seperti menjatuhkan korban dengan menubruknya.

Mungkin saking gencarnya melindungi Anulika--entahlah, tetapi yang jelas, semuanya seolah disihir gara-gara gerakan mereka yang membeku begitu saja. Bahkan tidak sedikit yang melongo hingga melebarkan mulut.

Saskara merasakan perih di kedua siku beserta lutut, tetapi rasa sakit itu menjadi tak seberapa ketika sadar kalau dia jatuh dalam posisi yang tidak wajar. Masalahnya, dia tengah berada di atas Anulika, yang mendelik hingga bukaan maksimal.

Kemudian yang parahnya, saking kagetnya, belum ada satu pun di antara mereka yang bergerak melepaskan diri. Seolah-olah kecipratan sihir, duo Saskara-Anulika masih bertahan pada posisi yang sama, bahkan semua orang tidak akan heran jika keduanya lupa bernapas.

Lantas, terdengar yel-yel heboh yang tak ada bedanya dengan momen saat Saskara dielu-elukan bersama Justin, membuatnya berharap agar bisa bertransformasi menjadi debu.

Bersambung

Her Crush is My Dad [END]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant