What is Exactly The Point

38 19 15
                                    

"PAK, BAPAK DARI DULU AKRAB SAMA ANULIKA APAKAH KARENA MAU PEPETIN MAMANYA?"

Semua memberikan reaksi yang kurang lebih sama; syok dan berfokus kepada sang pelaku--Jeremy. Meskipun demikian, Pak Yunus berhasil menunjukkan wibawa pria berusia matang yang stabil, yang tidak akan secepat itu terpengaruh.

Hanya saja sesuai karakter Pak Yunus yang jago mengeluarkan kata-kata 'serangan' agar si pembuat ulah kapok, beliau spontan bertanya, "Kalo iya, kenapa dan kalo tidak, kenapa? Jelaskan dalam bahasa yang sopan biar Bapak tidak perlu memikirkan alasan untuk menghukum kamu."

"Kenapa saya dihukum, Pak? Saya, kan, cuman nanya."

"Masalahnya kamu bisa menciptakan kontroversi pagi-pagi," balas Pak Yunus lugas sebelum tatapannya jatuh ke arah jam sepuluh di mana posisi Anulika berada. Sedari tadi, gadis itu terus menunduk seolah-olah sedang mengobservasi ada berapa banyak bakteri di atas meja. Keadaannya yang sangat bertolak belakang dengan kesehariannya yang biasa membuat beliau merasa kalau kontroversi tersebut telah memberikan dampak kepadanya.

"Berarti benar, dong, Pak?" tanya Jeremy sambil menyeringai, merasa bangga karena intuisinya benar. "Bahwa Bapak dekat sama Anulika karena ngincar Mamanya? Pantesan, ya, Pak. Dari dulu kita-kita heran lihat kedekatan Bapak sama Anulika. Kedekatannya rada nganu, sih, Pak. Boleh jujur nggak, sih?"

"Nganu gimana? Bahasamu bisa nggak, sih, tidak mengundang kontroversi?" tanya Pak Yunus yang kesabarannya mulai berkurang. "Nih anak makin jadi aja, ya, Bapak lihat."

"Nggak tau perasaan saya apa bukan, sih, tapi cukup banyak rumor yang beredar tentang dia. Yaaa... nggak heran, sih, soalnya dia rada sombong gitu. Circle pertemanannya cuman sama yang selevel kayak Justin--eh kalau dipikir-pikir, temennya cuman satu, loh."

"Ya, trus?" Pak Yunus mulai kepo, sampai tidak sadar kalau empat pelajar di barisan depan sedang mengeluh meski dalam situasi yang berbeda; mulai dari Saskara yang overthinking dan parno, Juwita yang 'menikmati' jerih payahnya sebagai mata-mata sekolah, Justin yang berkali-kali menatap cemas pada teman sebangkunya, hingga Anulika yang berusaha sekuat tenaga untuk menahan ledakan tangisnya.

Gadis itu ingin mempercayai bahwa Pak Yunus tidak mungkin mempunyai alibi seperti yang dituduh oleh Jeremy, tetapi entah mengapa suara di dalam kepalanya tidak mau berhenti meneriakkan kalau dia kecewa terhadap beliau.

Anulika ingin menyangkal, tetapi dadanya kepalang sesak sebelum berangsur-angsur memberikan rasa nyeri, yang sepaket dengan rasa sakit pada tenggorokannya. Kali ini, sakitnya dua kali lebih parah daripada yang tadi gara-gara menahan semampu yang dia bisa. Lantas seolah melengkapi semua penderitaannya, fokusnya mulai mengabur karena ada lapisan bening yang menutupi netranya.

Gawat, gue nggak mungkin nangis di sini, 'kan? Tisunya Justin nggak mungkin membantu.

Kini, Anulika hanya memiliki dua pilihan; apakah dia harus kabur untuk menyelamatkan diri atau menunggu lebih lama demi mendengar jawaban Pak Yunus?

Seharusnya Pak Yunus nggak membenarkan tuduhan Jeremy. Harusnya nggak. Kalaupun iya, seharusnya nggak terang-terangan di depan gue....

"Lika--" Justin mengulurkan tangan, sedang bersiap untuk mengeluarkan kata-kata penghiburan, tetapi kalah oleh bunyi meja yang berdecit karena pergerakan yang buru-buru. Awalnya, cowok itu mengira sumbernya adalah Anulika, tetapi siapa sangka dalangnya adalah Saskara Damian.

Tanpa izin terlebih dahulu, dia meninggalkan ruang kelas dengan langkah yang super kilat, membuat semua penghuni kelas lagi-lagi syok. Anulika juga berhasil terdistraksi dan air matanya tidak jadi tumpah, tetapi pada saat yang sama, dia juga terdorong untuk melakukan hal yang sama.

Her Crush is My Dad [END]Where stories live. Discover now