Part 22

253 39 139
                                    

"Gimana keadaannya dok?" Tanya Revan pada dokter yang baru saja memeriksa keadaan Raina.

"Pasien kelelahan dan terlalu banyak pikiran juga...." Dokter itu menjeda kalimatnya beralih serius menatap Revan.

"Juga apa dok?" Tanya Revan tak sabaran.

"Juga sepertinya mengalami pelecehan"

Revan diam membeku. Otaknya seketika blank mendengar penuturan dokter tersebut. Apa? Pelecehan? Raina? Astaga apa yang terjadi dengan gadis rapuh itu.

"Dokter nggak salah periksa kan?" Tanya Revan lagi untuk memastikan. Lebih tepatnya ingin menyangkal fakta mengejutkan itu.

"Saya menemukan beberapa lebam di sekitar tubuhnya, juga banyak sekali luka gores di sekujur kaki dan beberapa kejanggalan yang mengarah pada pelecehan seksual. Saya tidak tahu apa yang baru saja dialami oleh gadis itu, tapi sebaiknya kamu membawanya kerumah sakit agar di tangani lebih lanjut. Tapi sejauh ini keadaannya cukup stabil walaupun dia sempat mengalami syok," jelas dokter tersebut pada Revan.

Revan masih diam membisu memikirkan perkataan dokter tersebut. Sampai sebuah suara mengembalikan kesadarannya.

"Saya pamit dulu kalau begitu"

Buru-buru Revan mengangguk dan berterimakasih lalu mengantarkan dokter tersebut kedepan.

Revan buru- buru menuju kearah kamarnya setelah mendengar pekikan tertahan. Dan benar saja, disaja Raina sedang menjambak rambutnya sendiri dengan memukul-mukul dadanya yang sesak.

"Hai hai kenapa? Rai stop lo nyakitin diri lo sendiri." Revan menarik tangan Raina menjauhkannya dari kepala gadis itu.

Dada Raina naik turu tak beraturan. Napasnya tesenggal membuat gadis itu harus menghirup udara dari mulut. Dadanya terasa sakit, dirinya ingin sekali berteriak tapi tak ada suara yang keluar dari bibirnya yang bergetar. Mata gadis itu bergerak liar menelusuri kamar apartemen Revan seolah berjaga-jaga dari sesuatu yang buruk.

"Rai lihat gue," ucap Revan dengan menangkup kedua pipi Raina, memutar kepala gadis itu untuk menatapnya.

"Lo aman disini, nggak ada yang berani nyakitin lo disini. Gue janji"

Raina diam menatap manik hitam milik Revan. Air mata gadis itu mulai ruluh kembali dan tanpa disangka Raina memeluk pinggang Revan sangat erat, menenggelamkan wajahnya pada dada bidang cowok itu.

"Aku nggak mau pulang," lirih gadis itu.

"Lo bisa tinggal sementara di apartemen gue sampai pikiran lo tenang." Revan mengusap lembut punggung Raina agar gadis itu tenang kembali.

***

Seminggu sudah Raina menghilang dan menumpang di apartemen Revan. Seminggu pula Revan selalau menanyakan siapa yang melakukan "itu" kepadanya, tapi Raina selalau bungkam. Ya Raina memang menceritakan tentang dirinya yang bukan anak kandung dari papa mama nya tapi tak menceritakan tentang pemerkosaan itu walau sebenarnya Revan sudah tau meskipun cowok itu tak tahu siapa pelakunya. Kini Raina sudah kembali bersekolah seperti biasanya, gadis itu juga berniat pergi dari apartemen Revan setelah pulang sekolah nanti. Dirinya memutuskan akan mencari kontrakan, dia tak ingin membebani Revan lebih lama lagi.

"Astaga Rai, lo kemana aja seminggu ini," teriak Sarah heboh.

"Gue sakit"

Semua teman Raina menjadi diam seketika.

"Bentar-bentar, lo bilang apa tadi? Gue? Lo ngomong "gue" dan bukan "aku"? Lo kesambet ya Rai? Atau Lo masih sakit?" Tanya Kara sembari menempelkan telapak tangannya di dahi Raina.

Tertanda RWhere stories live. Discover now