Bukan Sakit Seperti yang Kau Pikirkan

6 2 0
                                    

Gita merasa badmood sedari pagi. Ia dimarahi ibunya sebelum berangkat sekolah, ia lupa menyisir rambutnya dan baru sadar saat di sekolah, saat jalan ke kelasnya ia tersandung dan tangannya terkena tanah yang basah, ia menggunakan kaos kaki yang tidak sama antara kanan dan kiri, mejanya kejatuhan kotoran cicak, dan masih banyak lagi kesialan yang datang bahkan saat itu masih pagi. Ia merasa tidak sanggup jika harus menerima kesialan lagi hari ini.

Setelah jam pelajaran pertama, ia meminta izin pada wali kelas dan ketua kelasnya agar diperbolehkan beristirahat di UKS. Ia berkata kepada wali kelasnya bahwa ia merasa pusing dan kurang enak badan. Ia juga berkata begitu pada ketua kelasnya dan juga teman-temannya.

“Seriusan nggak mau ditemenin?” Tanya Difa.

“Nggak usah. Beneran nggak apa-apa kok. Cuma pusing dikit.” Kata Gita menolak tawaran temannya.

“Sendirian di UKS bakal bosan lho. Kalau ada salah satu di antara kita yang nemenin kan ada temen ngobrol.” Kini Eva yang mencoba membujuk Gita.

“Jangan. Kalian kan harus masuk kelas. Lagian aku di UKS mau tidur juga. Aku ke UKS sekarang ya.” Kata Gita segera pergi meninggalkan keempat temannya.

“Nanti pas istirahat kita jengukin deh.” Teriak Kiki beberapa saat sebelum Gita keluar dari pintu kelas.

Gita hanya mengangguk dan melambaikan tangan kepada empat temannya.

Gita tiduran di salah satu dipan UKS. Matanya terpejam berusaha tidur. Ia berharap setelah bangun tidur nanti ia bisa sedikit lebih lega. Tapi apa daya sudah hampir setengah jam ia tiduran, tapi rasa kantuk itu belum juga datang. Bahkan sampai bel istirahat berbunyi pun ia belum juga tidur. Beberapa menit kemudian terdengar suara teman-temannya yang hendak masuk ke ruang UKS. Gita cepat-cepat memejamkan matanya pura-pura tidur.

“Git, kami datang!” Seru Difa sambil mengintip bilik tirai yang dipakai Gita.

“Gita tidur?” Tanya Mutia yang berjalan di belakang Difa.

“Iya nih kayaknya. Mau gimana?” Kata Difa

“Kita tunggulah. Masa mau kita tinggal.” Kata Eva kemudian berjalan mendahului Difa.

Teman-teman yang lain ikut masuk dan duduk di lantai UKS.

“Nal, sana pijitin Gita.” Suruh Kiki pada Nala.

“Nggak apa-apa nih kalau aku pijit? Takutnya nanti dia bangun.” Tanya Nala memastikan.

“Nggak apa-apalah. Lagian Gita nggak mungkin kebangun gara-gara dipijitin. Kayak nggak tau kebiasaan dia kalau tidur aja.” Kata Kiki.

“Iya juga ya.” Kata Nala sambil garuk-garuk kepala.

Ia kemudian beranjak dari posisi duduknya dan duduk di atas kasur di bagian kaki Gita. Ia melinting lengan seragamnya, bersiap memijit kaki Gita. Gita yang tahu itu langsung pura-pura menggeliat. Ia tidak suka dipegang di bagian kaki karena menurutnya itu terasa geli.

Semua orang yang ada di UKS kaget melihat Gita menggeliat. Nala yang duduk paling dekat dengan Gita tersentak agak keras hingga kasur yang Gita tiduri sedikit berderik.

“Gimana sih Nal, kok Gita bisa kebangun?” Protes Difa.

“Ya ampun, aku bahkan belum megang.” Nala membela dirinya sendiri.

“Kamu gerak-gerak terus sampai kasurnya jadi goyang-goyang kali. Bikin Gita kebangun.” Difa masih terus menyalahkan Nala.

“Nggak mungkin. Aku tadi pelan-pelan kok duduk di kasurnya.” Bantah Nala lagi.

“Duh, kalian berisik banget sih. Udah ah, diem semuanya!” Tegas Eva dengan suara agak kencang yang membuat Difa dan Nala berhenti berbicara.
“Git, nih kita bawain roti beli di kantin. Mau dimakan sekarang atau nanti?” Tawar Mutia pada Gita.

Gita mengulurkan tangan mengambil roti itu, kemudian berkata, “Hutang ke siapa nih?”

“Ke Eva. Dia bawa uang banyak tadi.” Kata Mutia.

“Gimana kelasnya tadi?” Tanya Gita sambil membuka pembungkus rotinya.

“Sejauh ini belum ada tugas sih. Tadi si Eva dimarahin Bu Ani gara-gara ngatain Bu Ani ada kumisnya.” Kata Kiki.

“Wah, parah sih Eva.” Gita menggelengkan kepalanya, tak habis pikir dengan apa yang dilakukan sahabatnya itu.

“Nggak gitu. Tadi tuh di atas bibirnya Bu Ani ada coretan spidol. Karena aku kesel sama Bu Ani, ya udah aku bilang ada kumisnya,” Eva membela dirinya, “Lagian niatku kan baik. Daripada Bu Ani pergi ke mana-mana ada coretannya gitu, kan mendingan aku bilangin.”

“Niatnya sih baik tapi caranya kurang ajar.” Celetuk Kiki

“Memang kok Bu Ani ada coretan di atas bibirnya. Bu Ani juga ngeselin sih. Tapi kamu juga parah banget sih Ev.” Jelas Difa

“Bu Ani bikin kalian kesel gimana?” Tanya Gita penasaran.

“Tadi tuh aku sama Difa lagi ngobrol. Kita lagi diskusi tentang materi yang dibahas. Terus tiba-tiba kita lihat ada coretan di atas bibirnya Bu Ani. Kita jadi ketawa kan. Terus kita dimarahin sama Bu Ani. Masa kita dibilang ngobrol, nggak merhatiin pelajaran.” Curhat Eva.

“Tapi kalian berdua dimarahin juga malah ketawa.” Kata Mutia.

“Tapi sumpah ya. Ngakak banget lihat kumisnya Bu Ani. Coba kalian ada di posisi kita. Pasti ngakak banget deh.” Kata Difa.

“Terus waktu ditanyain kenapa ketawa, ya udah aku jawab, gara-gara Bu Ani ada kumisnya. Terus dia malah tambah ngakak dong,” Kata Eva sambil menunjuk Difa. “Udah gitu, dia yang ngakak aku yang dimarahin. Dibilang nggak sopan. Yang dibilang nggak sopan cuma aku doang lho.”

Mereka semua tertawa. Gita tertawa sampai mengeluarkan air mata. Ia bahkan tidak bisa menelan roti yang sedang dikunyahnya.

“Padahal tadi di kelas suasananya tegang banget. Tapi mereka berdua masih tetap ketawa. Parah banget kan.” Kata Kiki.

“Kayaknya kalian berdua udah gila ya.” Kata Gita masih tertawa.

“Git, kayaknya kamu udah sehat deh. Balik ke kelas aja yuk. Barangkali nanti ada kejadian lucu lagi.” Kata Nala.

“Kenapa sih kalau aku nggak ada di kelas ada kejadian lucu. Giliran waktu aku ada di kelas malah nggak ada kejadian apa-apa.” Curhat Gita.

“Makanya masuk kelas aja sekarang.” Ajak Nala lagi.

“Gak mau. Aku masih nggak enak badan tahu.” Kata Gita.

“Barusan juga ketawa-ketiwi, sekarang bilangnya masih nggak enak badan.” Kata Mutia takjub.

“Ya udah deh, kita tinggal dulu ya, Git. Habis ini kan pelajarannya Bu Siska. Bu Siska kan kalau masuk kelas suka sebelum bel bunyi. Dadah!” Kata Kiki.
Gita mengacungkan jempolnya.

Beberapa waktu kemudian ruangan UKS terasa sepi. Di luar ruangan juga kedengaran sepi. Sepertinya memang sudah waktunya masuk kelas. Gita menhabiskan roti yang dibelikan oleh teman-temannya sambil tiduran.

Dia sangat sadar bahwa apa yang dilakukannya hari ini bukan hal yang terpuji. Bolos kelas dengan alasan nggak enak badan hanya karena merasa sial adalah hal yang sangat bodoh. Tapi ia merasa butuh waktu untuk menenangkan pikiran dan hatinya. Beraktivitas memang lebih baik daripada tidak melakukan apapun. Tapi kadang tidak melakukan apa-apa membuat hati jadi lebih tenang.

Tiba-tiba terdengar pintu UKS terbuka. Gita mengira itu adalah guru penjaga UKS, sampai ada yang menyibak tirai biliknya.

“Bagas?” Kata Gita dengan heran.

“Boleh aku masuk?” Tanya Bagas.

“Masuk aja.” Gita mengubah posisinya yang awalnya tiduran menjadi duduk.
Dengan canggung Bagas berjalan dan duduk di kursi dekat kasur Gita.

“Nggak ada guru. Jadi aku masuk aja,” kata Bagas basa-basi. Ia menyerahkan sebungkus snack coklat dan sekotak minuman sari kacang hijau “Nih, buat kamu. Kamu lagi sakit kan. Cepat sembuh, ya.”

“Jam kosong?” Tanya Gita.

“Enggak.” Jawab Bagas singkat.

“Bolos?” Tanya Gita.

“Enggak. Tadi aku izin kok.” Jawab Bagas.

“Izin ke sini?” Tanya Gita lagi.

“Enggak sih. Aku ke sini cuma ingin jenguk kamu. Tadi aku udah ke sini waktu istirahat. Tapi kamu lagi sama teman-temanmu. Jadi tadi aku izin ke kamar mandi terus ke sini deh.” Jelas Bagas panjang.

“Makasih.” Kata Gita.

“Kamu udah lebih enak badan?” Tanya Bagas.

Gita mengangguk.

“Ya udah, aku balik kelas dulu ya. Cepet sembuh ya.” Kata Bagas kemudian berdiri dan meninggalkan Gita sendirian lagi.

Gita benar-benar tak percaya bahwa Bagas datang menjenguknya. Ia telah menipu banyak orang. Bahkan Bagas yang tidak terlalu dekat dengannya sampai datang menjenguk.

Pelangi Kehidupan BagasWhere stories live. Discover now