Bian dan Hujan

7 1 0
                                    

Entah kenapa, sore ini hujan turun deras. Padahal kemarin-kemarin hanya gerimis saja. Gita dengan payungnya tumben sekali ada di tempat parkir sepeda. Tapi Bagas bukannya senang karena Gita di situ bersamanya, ia malah merasa sedikit sedih. Pasalnya Gita di situ bukan untuk menemui Bagas. Ia datang ke situ untuk menemui salah seorang teman laki-lakinya.

"Bian, kamu nggak pakai jas hujan?" tanya Gita sambil menutup payungnya.

"Enggak. Aku nggak bawa. Aku nggak ngira kalau hujannya bakalan deras." Kata Bian sambil tersenyum.

"Kamu itu, aku udah panik lari-lari ke sini khawatir sama kamu karena hujan deras, kamu malah santai senyum-senyum." Kata Gita.

"Nggak apa-apa. Lagian aku pakai hoodie kok." Kata Bian masih tersenyum.

"Nggak apa-apa gimana? Airnya bisa merembes sampai badan kamu lho. Nanti masuk angin." Gita bersikeras. "Tunggu bentar dulu sampai hujannya agak reda."

"iya, deh." Bian memarkirkan lagi sepedanya, tapi dia masih di atas sepeda. "Udah sana kamu pulang aja."

"Aku dijemputnya telat hari ini. Jadi aku mau nungguin kamu sampai hujannya reda." Gita bersandar di tiang sebelah Bian memarkir sepedanya. "Kamu itu juga, udah tahu sekarang lagi musim hujan kok nggak bawa jas hujan."

"Besok aku bawa deh." Kata Bian.


Mereka berdiam. Tak ada obrolan sama sekali di antara mereka, tapi mereka terlihat tidak canggung satu sama lain. Gita memainkan ponselnya, begitu pula Bian.

Gita selalu perhatian pada Bian padahal mereka tidak terlihat dekat. Mereka berdua hampir tidak pernah bersama di lingkungan sekolah. Tapi Gita selalu ada ketika Bian memiliki masalah, dan membantu Bian.

Hal itu dimulai ketika hari pertama Gita masuk sekolah.

"Gimana sekolah hari ini?" tanya ayah Gita.

"Lancar." Kata Gita singkat.

"Ada temanmu yang namanya Bian?" tanya ayah Gita.

Gita berpikir kemudian menjawab, "belum tahu. Aku belum kenalan sama semuanya."

"Kalau udah kenalan sama Bian, tolong dia ditemani. Bapaknya temannya Ayah. Kata bapaknya, dia agak keterbelakangan. Dia agak sulit bergaul. Di sekolah sebelumnya prestasi akademisnya juga sangat buruk. Dia bahkan nggak diterima di sekolah manapun. Cuma sekolah kamu ini yang mau menerima dia. Mungkin kalau kamu menemani dia, dia akan sedikit terbantu." Jelas ayah Gita panjang lebar.

"Coba besok aku kenalan sama dia." Kata Gita.

Besoknya Gita menemui Bian dan mengobrol sedikit dengan Bian. Lebih tepatnya hanya Gita yang bicara, dan Bian mendengarkan. Mereka juga ditempatkan di kelas yang sama. Sejak saat itu, mereka jadi lebih dekat, dan Gita juga banyak membantu Bian.

Tak lama kemudian, hujannya mereda.

"Hujannya udah agak reda. Aku pulang sekarang, ya." Kata Bian.

"Seenggaknya pakai tudung hoodie mu." Gita memasangkan tudung hoodie Bian ke kepala Bian. Gita bahkan sempat-sempatnya memperbaiki rambut Bian.

"Makasih." Kata Bian.

"Jangan ngebut, perhatiin jalan, hati-hati jalannya licin. Kalau udah sampai rumah, kabarin aku. Kalau sampai rumah juga langsung ganti baju dan mandi. Minum minuman hangat juga. Terus nanti malam jangan begadang. Kalau besok aku lihat kamu tidur di kelas, aku laporin bapak kamu." Nasihat Gita panjang lebar.

Bian hanya tersenyum, "iya iya. Aku nggak bakal ngebut dan merhatiin jalan. Nanti kalau udah sampai rumah, aku langsung mandi, ganti baju, terus chat kamu. Ah, sama minum minuman hangat, dan nggak boleh begadang. Aku bener, kan?"

"Ah, kamu ini." Gita memukul lengan Bian.

Kalau melihat mereka dari jauh, mereka mirip orang yang sedang pacaran. Tapi mereka benar-benar hanya teman. Saat awal masuk sekolah, Bagas juga mengira mereka pacaran. Padahal juga tidak.


Bagas melihat Bian dengan iri. Kemudian ia punya ide.

"Gita!" panggil Bagas.

Gita dan Bian menoleh bersamaan.

"Cuma Bian doang yang digituin?" Kata Bagas.

"Kamu juga mau?" Tanya Gita.

Bagas mengangguk.

"Hati-hati di jalan. Jangan ngebut. Sampai rumah langsung mandi dan minum air hangat." Nasihat Gita.

"Siap." Bagas mengacungkan jempolnya. "Terus nanti kalau aku udah sampai rumah, perlu ngabarin kamu, nggak?"

"Eh?" Gita terlihat kaget. "Kabarin kalau udah sampai rumah. Aku tunggu."

Bagas mengangguk dan melajukan sepedanya menembus hujan. Di belakangnya Bian juga mulai mengayuh sepedanya, kemudian berbelok ke arah yang berbeda darinya. Di bawah rintikan hujan, Bagas tersenyum.


Pelangi Kehidupan BagasWhere stories live. Discover now