Hidung Bagas

6 1 0
                                    

Jam pelajaran biologi kosong hari ini. Guru yang mengajar pun tidak memberikan tugas apa-apa. Namun kelas Bagas tetap tertib. Semua murid membuka buku biologi dan berusaha membaca-baca isinya. Tentu saja mereka tidak benar-benar membaca isinya. Beberapa murid terlihat mencoret-coret kertas kosong, beberapa memainkan ponsel, beberapa mengobrol dengan suara pelan, atau melakukan kegiatan lainnya.

Bagas tertidur di bangkunya, sedangkan teman-temannya berkumpul di salah satu meja dan mengobrol dengan pelan. Sementara itu, Gita menyeret bangkunya ke tempat duduk Eva untuk mengobrol bersama Eva dan Difa. Difa duduk persis di depan bangku Difa, jadi Difa membalik kursinya untuk mengobrol bersama.

Kiki, Mutia, dan Nala duduk di bangku yang agak berjauhan dengan Gita, Difa, dan Eva. Mereka tidak bisa bergabung karena bisa-bisa dimarahi ketua kelas kalau mereka berkumpul bersama di bangku Eva. Gita, Difa, dan Eva sedang bercanda dengan suara pelan. Sesekali mereka terkikik-kikik menahan tawa. Mereka mulai mengerjai salah satu teman yang duduk di dekat mereka.

"Ilham!" Panggil Difa.

"Apa?" Tanya Ilham kebingungan.

"Eh itu di hidungmu." Eva melihat Ilham seolah-olah ada sesuatu yang menempel di hidung Ilham.

Ilham memegang ujung hidungnya, dan berusaha membersihkan 'sesuatu' yang ia kira ada di sana.

"Ada lubangnya." Kata Eva disambut cekikikan ketiga gadis itu.

Ilham mendengus kesal, merasa dipermainkan.

Candaan yang mereka lakukan sebenarnya sangat garing dan terlalu lawas untuk dilakukan di jaman sekarang. Tapi mereka bertiga entah kenapa tiba-tiba menjadi sangat receh. Kiki, Mutia, dan Nala yang duduk di sekitar mereka pura-pura tidak melihat sambil menahan malu melihat aksi tiga orang konyol itu.

"Ayo godain Lia!" Gita bersemangat memanggil Lia. "Lia!

Lia yang sibuk mengerjakan sesuatu di bukunya dan sedari tadi menggunakan earphone, menoleh, kemudian melepas earphone-nya. "Iya?"

"Itu, di kepalamu." Difa berlagak membersihkan kepalanya sendiri, membuat Lia juga ikut membersihkan kepalanya.

"Udah bersih?" Tanya Lia polos.

"Di kepalamu ada rambutnya. Hihihi..." Difa, Eva, dan Gita terkikik geli.

Lia menatap mereka dengan tatapan jengkel sambil mengacungkan jari tengahnya, disambut kikikan mereka bertiga yang agak kencang. Mereka menarik nafas sejenak, setelah terengah-engah karena menahan tawa.

Bagas terbangun dengan bingung karena mendengar suara cekikikan Gita, Difa, dan Eva. Ia mengusap wajahnya untuk menghilangkan bekas ngiler, kalau-kalau ada. Rambutnya yang agak keriting ia sisir ke belakang menggunakan jari jemarinya. Ia sangat ngantuk dan membutuhkan cuci muka.

Bagas beranjak dari duduknya tepat saat ia mendengar suara yang sangat dikenalnya, sekaligus dikaguminya, menyebut namanya. "Bagas!"

Bagas membersihkan wajahnya sebisanya dan menoleh ke arah suara.

"Itu di hidungmu!" Gita menunjuk ujung hidungnya sendiri.

Bagas kaget. Ia berpikir di hidungnya ada kotoran akibat ia tertidur tadi. Ia buru-buru menggosok ujung hidungnya dengan keras.

"Ada lubangnya!" Kata Gita kemudian terkikik bersama kedua temannya.

Yang Bagas dengar bukan "Ada lubangnya!" namun "Di lubangnya!" Bagas langsung berpikir ada upil atau sisa ingus di lubang hidungnya. Ia menutup hidungnya menggunakan tangannya kemudian berjalan menuju pintu kelas.

Saat memegang gagang pintu, ia baru tersadar bahwa ia salah dengar. Ia melirik ke arah ketiga cewek yang asyik cekikikan menertawainya, dengan tatapan jengkel. Ia segera keluar kelas untuk mencuci mukanya di wastafel. Ia berencana untuk memarahi mereka setelah mencuci muka.

Bagas kembali ke kelas, dan melihat bahwa ketiga gadis itu masih tertawa. Ia hendak mendekat untuk memarahi mereka. Tapi segera terhenti karena matanya menangkap sesosok yang terlihat tidak nyata. Sosok itu tertawa dengan wajah memerah, mata menyipit, kantung mata menebal, hidung yang mengerut, dan gusi yang terlihat. Sungguh seperti melihat malaikat. Suara-suara di sekitarnya mendadak hening dan tubuhnya mendadak tidak bisa bergerak. Ia memutuskan tidak jadi marah. Setelah pulih dari kekagumannya, ia kembali duduk di kursinya sambil sesekali mencuri pandang ke sosok bernama Gita itu.


Pelangi Kehidupan BagasWhere stories live. Discover now