Putri Payung

6 2 0
                                    

Musim hujan telah tiba. Rasanya agak tidak nyaman karena sekolah menjadi basah dan becek. Tapi mereka harus tetap sekolah, kan.

Tapi meskipun agak tidak nyaman, ada satu hal yang Bagas suka. Gita suka memakai payung saat hujan. Tidak ada murid yang memakai payung saat hujan. Tapi Gita selalu membawa dan memakai payung.

Seperti hari ini. Bagas menunggu Gita berangkat sekolah di parkiran sepeda. Mobil yang biasa mengantar-jemput Gita tiba di depan sekolah. Gita membuka pintu mobil dan membuka payungnya. Sungguh sangat anggun.

Saat istirahat, Gita memakai payungnya untuk ke kantin bersama teman-temannya. Teman-temannya tidak ada yang memakai payung. Hanya dia yang memakai payung. Terlihat teman-temannya mengeluhkan payungnya yang jelas mengganggu mereka, tapi Gita terlihat cuek saja.

“Aduh, Git. Sampai kapan kamu mau pakai payung terus.” Difa mendorong ujung payung Gita yang hampir mengenai wajahnya.

“Sampai hujannya berhenti lah.” Kata Gita santai.

“Lagian ini Cuma gerimis doang juga.” Kata Difa masih mengeluhkan payung Gita.

“Tetap aja. Nanti bajuku basah. Dingin. Kalian tahu sendiri kan aku kalau kena dingin kayak gimana.” Kata Gita.

“Iya juga sih. Dari pada nanti dia bersin-bersin terus di kelas.” Kata Eva mendukung Gita.

“Tapi ya nggak usah pakai payung gini kali Git. Pakai jaket aja kan cukup. Kita juga bisa melipir di koridor.” Kiki bicara untuk mendukung Difa.

“Kalau melipir di koridor nanti lama.” Gita masih berdebat.

“Udahlah, biarin aja. Dari pada nanti Gita nggak masuk sekolah berhari-hari gara-gara pilek.” Kini Mutia yang membela Gita.

“Iya. Nanti kalau nggak ada Gita siapa yang mau bikinin kita catatan.” Kata Eva.

“Itu kan kamu. Aku nggak pernah minta Gita bikin catetan tuh.” Kata Difa.

“Lagian kan ada Nala yang bisa dimintain tolong bikin catatan juga.” Kiki menunjuk Nala.

“Lah kok jadi aku?” kata Nala yang dari tadi diam saja.

“Jadi bagi kalian, aku ini cuma tukang bikin catatan.” Gita memandang kelima temannya dengan kesal.

“Nggak apa-apalah Gita pakai payung, dari pada nanti aku disuruh nulisin catatannya Eva.” Nala merapat ke tubuh Gita, sehingga sepayung dengan Gita.

“Halah, kamu itu mencari kesempatan dalam kesempitan.” Eva menarik Nala menjauh dari Gita, dan kini ia yang sepayung dengan Gita.

***

Saat Gita pulang sekolah, dia masih menunggu jemputan. Bagas memanfaatkan hal ini untuk mendekati Gita.

“Tumben belum dijemput.” Bagas mengawali pembicaraan.

“Kalau hujan emang biasanya agak lama jemputnya,” Kata Gita sambil menggeser posisi duduknya supaya Bagas bisa duduk di sampingnya. “Kalau musim hujan gini, orang-orang kan kalau keluar rumah pada pakai mobil. Jadi biasanya agak macet.”

“Iya juga ya.” Kata Bagas.

“Kamu belum pulang?” Tanya Gita.

“Belum. Nunggu hujannya agak reda.” Kata Bagas. “Kamu suka banget ya bawa payung pas lagi hujan.”

Gita mengangguk.

“Kenapa?” tanya Bagas penasaran.

Gita terdiam sejenak.
“Karena aku putri payung?” Kata Gita setelah berpikir agak lama. Kemudian ia menjawab dengan lebih mantap. “iya, karena aku putri payung.”

Bagas kaget dengan jawaban Gita, karena Gita menjawab pertanyaan itu dengan serius. Tapi kemudian Gita tertawa setelah melihat ekspresi kaget Bagas. Mereka berdua pun tertawa bersama.

Tidak lama kemudian, mobil yang menjemput Gita datang. Gita berdiri dari duduknya dan membuka payungnya. Sebelum berjalan menuju mobilnya, Gita membalikkan badan ke arah Bagas.

“Aku putri payung.” Katanya sambil memutar payungnya. Kemudian ia melambaikan tangan ke arah Bagas.

Bagas hanya bisa membalas lambaian tangan itu sambil menganga.

Pelangi Kehidupan BagasWhere stories live. Discover now