Bab 3 Aku Akan Berhenti Sekolah

18 4 9
                                    

"Aku benci Bapak," tulis Jayyida di buku Sosiologi. Konsentrasinya hilang di tengah mata pelajaran berlangsung. Ibu menguasai pikirannya. Jayyida tak ingin melihat bapaknya sejak tadi malam, setelah insiden Ibu terluka. Ia bahkan, menyelinap ke sekolah saat Bapak di kamar mandi. Tak ingin menunggu Bapak untuk meminta restu pagi ini.

Plukk!

Bulatan kertas tiba di atas meja, di depan matanya.

"MIKIRIN AKU, NENG?"

Tulisan ekor bebek itu menyeringai di pelupuk mata Jayyida dan seketika membuatnya bergidik. Ia menoleh pada meja meja bangku di sampingnya. Syafi, Si Sapi Keriting.

Jayyida memamerkan tajamnya ujung alat penggambar lingkaran atau buru itu, jangkar, ke hadapan Syafi. Lagi-lagi Si keriting itu membuatnya kesal.

Melihat reaksi Jayyida tersebut, Syafi ciut. Ia menurunkan senyum genitnya dan memasang jari V. "Marah terus nih Jayyida. Kayak cewek lagi ngidam," gumamnya.

"Emang lu pernah ngidam?" bisik Rudi pada Syafi yang mendaratkan sikut di pinggangnya.

"Gue baru aja ngelahirin seminggu lalu," cetus Syafi.

Rudi cekikikan tipis sambil menutup mulutnya. Ia berharap Bu Laila tidak mendengarnya tertawa.

"Normal apa Sesar, Neng?" timpal Rudi. Syafi menjitak kepala Rudi agar segera diam.

Jayyida memasang penghalang agar Syafi tak mengganggunya lagi. Ia berdirikan buku di ujung meja dan memastikannya tidak roboh. Ia kembali menatap bukunya dalam. Ada luka di hatinya, perih. Getar pilu menyebar di kalbunya. Ingin ia menangis, tapi itu akan menggangu teman-temannya belajar. Lagi pula ia akan malu nantinya. Ditahannya si air mata dan membuatnya semakin sesak. "Aku akan berhenti sekolah. Harus." Ghayda membatin.

Sari menggengggam tangan Jayyida erat. Ia tahu sahabatnya sedang tidak baik-baik saja, walaupun ia tidak tahu apa yang sedang menimpanya.

Menyadari bahwa Sahabatnya tahu keadaannya membuat Jayyida tidak bisa membendung air matanya. Segera ia hapus air mata yang tiba-tiba jatuh dengan secepat kilat dan kembali tertunduk.

"JANGAN TATAP AKU. NANGIS BENERAN NANTI," tulis Jayyida di buku paket Sosiologi miliknya. Hal yang tak pernah ia lakukan, mencoret buku paket pelajaran.

Sari langsung mengubah arah pandangannya. Ia perhatikan Bu Laila yang tengah menjelaskan materi tentang pengendalian sosial, walaupun pikirannya penuh tanya tentang Jayyida.

***

"Ya Allah, kenapa hidupku begitu sulit?" batin Jayyida

Jayyida tampak lemas tak bersemangat setelah melihat papan pengumuman yang berisikan informasi Penilaian Akhir Sekolah (PAS) semester ganjil, beserta jadwal lengkapnya. Terbayang lagi di pelupuk mata kejadian semalam. Ia merasa nasibnya kini berada diujung tanduk, tidak hanya memikirkan nasib sekolahnya dan sekolah kakaknya, melainkan juga nasib ibunya, keluarganya.

"Orang lain begitu mudah menjalani dan mendapatkan sesuatu. Kenapa sukar sekali untukku? Adil Engkau, Ya Rabb" Jayyida membatin pilu. Ada rasa cemburu ketika melihat teman-teman dan anak-anak seusianya yang bersinar cerah masa depannya.

Jayyida terus berjalan meninggalkan Sari dan kerumuman siswa di depan papan pengumuman. Ia memilih pergi ke belakang sekolah dengan penuh putus asa. Namun, baru saja kaki kanannya memasuki gerbang, ia mendengar sebuah suara.

"Aku sudah cukup bersabar untuk berada di sini. Kini waktunya aku harus pulang. Pulang!" teriak suara yang Jayyida kenal. "Kakak tahu aku tidak suka di tempat buruk ini. Tapi, kalian tetap memaksaku untuk tinggal. Kalian semua membuangku secara perlahan." Suaranya meninggi dan penuh amarah.

Tentang JayyidaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang