Bab 4 Cahaya Kelabu

11 3 3
                                    


            "Bismillah," ucap Jayyida tanpa suara. "Ini adalah hari terakhir ulangan dan aku berada di sekolah ini. Besok aku tidak lagi datang ke sini," batinnya pasrah. Ibu tak berhasil mengembalikan pikiran Bapak yang keukeuh tak mampu menyekolahkan Jayyida. Bapak hanya membolehkannya mengikuti ulangan semester ganjil.

Jayyida berkutat dengan soal-soal Bahasa Ingris dan fokus menyelesaikannya. Meski tak akan lanjut sekolah, dan tak tahu kapan ia bisa bersekolah lagi, ia berusaha yang terbaik. Ia mencoba untuk tak menyesal putus sekolah, demi keluarganya. Tapi, tetap saja ini menyakitkan baginya. Apa boleh buat, ia hanya berharap ada kesempatan suatu hari nanti.

Sementara itu, Syafi meremas lembar jawaban ulangan Bahasa Inggris miliknya. Kesal. Soal yang selalu menarik perhatiannya sejak sekolah dasar, kini membuatnya muak. Sesuatu menumpuk di pikirannya. Kakaknya masih tak mengizinkannya pulang dan pindah sekolah, sampai menjelang akhir semester gasal. Saat ia mencoba kabur sehari sebelum ulangan akhir menjelang, kalimat Jayyida mengganggunya.

"Gara-gara Jayyida nih," gerutunya. "Ceramah ngelanturnya tempo hari kenapa masih nyangkut di kepala gue. Sialnya lagi, gue jadi enggak bisa kabur." Ia menggaruk kepalanya kasar. "Dia kenapa sih?" Ia melirik ke arah Jayyida yang masih posisi bangkunya masih berdampingan dengan mejanya. Ulangan semester ini membuatnya berada di bangku paling depan, tepat di depan meja guru. Di sinilah keruwetannya bertambah, enggak bisa nyontek.

"Ceramah apa, Syaf?" tanya Rudi. Ia selalu penasaran akan sesuatu yang terjadi pada teman sebangkunya.

"Kepo! Sana kerjain ulangan lu," perintah Syafi. Kepalanya celingukan ke samping, dilihatnya Jayyida begitu khusyuk dengan ulangannya. Matanya beralih kilat ke depan, pengawas ulangan tengah mengawasi dengan ketat. Membalikkan badannya ke belakang, ia hanya melihat keputusasaan temannya juga. "Masa bodo nilai gue nol atau satu, yang penting udah usaha," gumamnya.

***

Sorak siswa X A menggema saat bel tanda berakhirnya Penilaian Akhir Semester (PAS) Semester Gasal berbunyi. Riuh girang dan senang tak bisa mereka bendung lagi.

"Akhirnya liburan tiba. Yeaaay!" seru Safira dan diikuti sorak teman-temannya.

"Tunggu dulu! Sebelum liburan, kita masih harus cemas soal raport. Jadi, jangan senang dulu, teman-teman," ucap Rere sambil tersenyum, Bendahara kelas X A. Kali ini sorakan yang menggema adalah sorak rendah tanda kecemasan belum usai, liburan masih di ujung jalan.

"Tenang aja, class meeting akan digelar sambil menunggu titimangsa raport," tukas Andri, Si Ketua Kelas. "Jadi, jangan patah semangat. Kita tanding penuh semangat!" Ia mengacungkan tangannya mengembalikan semangat kawan-kawan sekelasnya. Riuh tepuk tangan meramaikan siang yang terik ini.

Jayyida menyimpan kebahagian dan kecemasan sesaat teman-temannya di pelupuk mata dan mengunci di hatinya. Ia turut merasakan momen ini, meskipun tak akan menikmatinya. Ingin ia ikut, tapi ia sudah berjanji pada Bapak, ini hari terakhirnya. Ia berdiri mematung seolah tengah menyaksikan layar film dengan air mata yang menggenang. Sebelum tumpah si bening itu, segera ia beranjak keluar kelas.

"Ay!" Sari mengikutinya. Ia belum mendapat jawaban atas pertanyaannya sepuluh hari yang lalu. Keingintahuannya akan masalah yang menimpa sahabatnya masih tersimpan dan ia bertekad harus mengetahuinya.

Syafi ikut mengejar Jayyida di belakang Sari. Ia harus tahu maksud ucapannya waktu itu. Agar pikirannya jernih kembali dan ia bisa berhenti dari sekolah ini tanpa gangguan. Diam-diam diikuti kedua sahabat itu sampai pada tempat tujuan, halaman belakang sekolah, di bawah pohon Jambu.

Tentang JayyidaWhere stories live. Discover now