Bab 9 Cahaya yang Hilang

6 2 9
                                    

Butek nian hidupku, Ya Allah.

Sanggup gak ya buat terus lanjut.

Terkadang emosi sesaat lebih dulu datang dari pada logika.

Gimana nih? Syukurin? Lanjutin? Serahin?


'Muhammad Syafi, Si Sapi Keriting Sipit~


Syafi masih bermalas-malasan di tempat tidurnya. Ponsel pintarnya malas ia mainkan saat teman sekamarnya sibuk dengan miliknya masing-masing. Ada yang telponan, main games, atau ada yang cuma sekedar baca webtun di gawainya. Syafi gabut. Tiba-tiba saja ia kehilangan minat. Berkali-kali dimainkannya tombol on off untuk sekadar membuang bosan dan mengiringi pikirannya berjalan sendirian.

Hari Jum'at adalah surga bagi santri Pondok Pesantren fatihah. Pasalnya, Jum'at bukan lagi Friday, tapi telah menjadi freeday. Tidak ada kelas atau kegiatan mengaji dan atau ekstrakurikuler apapu. Bebas. Hari ini pesantren menetapkan sebagai hari istirahat santri. Hari ini dipakai anak santri untuk dirinya sendiri. Me time. Tidak akan kena takzir jika ingin tidur seharian dari setelah subuh sampai zuhur. Tapi harus ikut Jumsih atau Ju'at bersih terlebih dulu.

Namun, yang paling membahagiakan bagi santri adalah Celly time. Hari di mana pondok pesantren memberikan kebijakan untuk santri memainkan ponsel masing-masing dari pukul 8 pagi sampai pukul 4 sore. Pada hari ini mereka bebas melakukan apa yang disukai, kecuali memainkan, membuka, dan atau menonton sesuatu yang diharamkan, suatu hal yang negative.

Jum'at ini, Syafi sedang kehilangan semangatnya ketika berhadapan dengan layar pipih tipis itu.

"Mabar, Syaf. Yok," ajak Amar, siswa kelas XI. "Enggak seru main sendirian."

"Enggak, ah. Males," jawab Syafi tanpa menoleh.

Bunyi nyaring tabung drumband dibunyikan Rudi dengan sengaja untuk mengganggu kesenangan tetangga kamarnya.

"Jum'at, Guys, Jum'at. Jangan main hape aja. Saatnya ibadah," kata Ruda dengan lantang. "Ibdah, woy, berdoa. Doa hari jum'at itu mustajab kata Rosul juga. Nih dengerin Haditsnya ya kalau enggak percaya." Rudi berdiri tegak. Penghuni kamar Ibrahim itu membuka kupingnya dengan seksama.

"Sesungguhnya pada hari Jumat itu ada satu saat, tidak ada seseorang yang memohon sesuatu kepada Allah pada saat itu melainkan Allah pasti akan memberi kepadanya." (HR. Ibnu Majah dan At-Tirmidzi).

"Thank you, Bro, pencerahannya. Kita udah berdoa, meminta, dan memohon sama Allah tadi Subuh. Sekarang kita mau me time dulu. Enggak dosa, kok kita. Suer." Amar mengacungkan jari viktorinya. "Udah mendingan kamu keuar, deh. Jangan saling ganggu alam masing-masing ya. Oke."

"Masing-masing. lo pikir gue di alam Jin," protes Rudi.

Didorongnya Rudi keluar kamar Ibrahim oleh Amar.

"Udah ibadah gue tadi, Salat Duha delapan rakaat. Sekarang mau ngaso dulu sambil baca webtun. Sana pergi." Amar segera menutup pintu sebelum Rudi masuk lagi.

Teman lain di kamar itu tertawa melihat kesalnya Amar pada ulah Rudi, Si pengganggu. Rudi memang terkenal sebagai santri kocak sejak tiga tahun yang lalu saat ia masih di Tsanawiyah. Makanya kejailannya tidak membuat para pendengarnya marah besar.

Setelah Rudi keluar, kamar tenang kembali dan mereka melanjutkan aktifitasnya.

"Syaf, kamu sekelas sama Jayyida, kan?" Nafi tiba-tiba menepuk datang dan kakinya.

"Iya. Kenapa emangnya?" Syafi menyahuti dengan datar.

"Punya nomor teleponnya, kah?"

"Enggak punya."

Tentang JayyidaWhere stories live. Discover now