06

1.8K 208 12
                                    


Vaniza bersenandung pelan dalam perjalanan pulangnya. Julius sedari tadi menatap Vaniza yang bersenandung, sementara Viclus menatap tidak suka pada adiknya itu.

"Jadi Julie.. apa yang kau lakukan selama ini?" Tanya Vaniza dengan senyum manisnya membuat Julius bergidik ngeri karena hawa mencekam dari Vaniza, Viclus hanya mengulum senyumnya.

"Aku kan sudah bercerita ibunda bahwa ak-.." ucapan Julius terpotong oleh Vaniza.

"Tidak usah berbohong Julie!" Peringat Vaniza iris mata merah darahnya bersinar sekilas. Julius menghela nafas berat lalu mulai bercerita mengenai penyelidikannya selama ini.

"Aku curiga para selir sialan itu mempunyai koneksi dengan kerajaan musuh, mereka kemungkinan bertukar pesan lewat penyihir yang menyamar di istana! Aku sudah menyelidikinya dalam kurun waktu 2 tahun namun sepertinya masih belum ada tanda-tanda mereka mau menyerang." Ucap Julius dirinya tidak akan menutupi apa pun pada Vaniza kecuali perasaanya pada gadis muda yang menjadi ibundanya itu.

"Itu artinya mereka tidak berniat menyerang secara besar-besaran bukan?" Viclus menatap adiknya dengan serius.

"Jika dihitung dari kekuatan militer, kerajaan kita lebih unggul. Namun mereka mempunyai koneksi cukup banyak akibat monopoli perdagangan hampir mencakup seluruh benua saat ini." Vaniza menggigit jarinya kebiasaannya saat berpikir.

"Jadi menurut ibunda apa yang harus kita lakukan?" Tanya Julius menatap Vaniza yang masih menggigit kukunya.

"Ibunda berhenti menggigit jari!" Viclus menarik tangan Vaniza membuat gadis itu terkejut ia terlalu larut dalam pikirannya.

"Ah.. maaf, menurutku kita harus terus mengintai mereka dan awasi setiap pergerakan, sambil terus mengatur strategi. Apa pun kemungkinannya mau buruk atau baik, kita harus senantiasa siap!" Vaniza menatap Julius dan Viclus lalu beralih menatap langit yang cerah.

Pembicaraan mereka tak mungkin terdengar karena sihir dari Julius. Sedari tadi mereka merasakan mata yang terus mengawasi mereka,Vaniza terus melangkah menuju taman bunga mendiang Permaisuri sebelumnya yang juga adalah bibinya.

Matahari begitu menyengat kulit namun Vaniza seakan tak peduli ia terus melangkah menuju taman bunga, setelah sampai Vaniza mengambil setangkai bunga dan mulai berdoa untuk mengenang Permaisuri Luiren. Sekesal-kesalnya dengan bibi nya itu Vaniza tetap mendoakan agar bibi nya tenang di surga.

Tiba-tiba ada sebuah anak panah mengarah pada Vaniza, refleks Vaniza menghindar dan untunglah anak panah itu tak mengenai dirinya hanya saja tangannya terluka akibat tertusuk duri dari mawar berwarna merah muda itu akibat menghindari anak panah.

"Ibunda!" Viclus dan Julius langsung berlari mendekat ke arah Vaniza mereka sedari tadi mengobrol dari jauh sambil sesekali melihat Vaniza, mereka tak menyangka mereka lengah dan membuat Vaniza terluka.

Para pengawal langsung mengelilingi Vaniza membentuk sebuah benteng pertahanan. Viclus mengambil busur dan anak panah lalu melihat setiap sudut bangunan dan pohon hingga ia melesatkan anak panahnya setelah menemukan pelakunya.

Pelakunya berhasil menghindari serangan Viclus hanya saja tangannya terluka cukup parah. Julius langsung berlari bersama beberapa pengawal mengejar pelakunya, Vaniza yang sedang diobati oleh para pelayan tak sengaja melihat bendera berwarna hijau dengan lambang Hyena dari sang pelaku.

"Moblish?!" Gumamnya.

"Ibunda tidak apa?" Tanya Viclus terlihat jelas dari sorot matanya bahwa ia sangat mengkhawatirkan keadaan Vaniza saat ini.

"Tidak apa Luvie, ini hanya cedera ringan. Lebih dari itu aku ingin berbicara dengan kalian berdua nanti." Vaniza menatap netra gelap Viclus dengan serius.

Beralih ke Julius yang tengah mengejar pelaku pemanah itu, ia sungguh emosi hingga menyerang pelaku itu menggunakan petir membuat pelaku itu kesetrum dan terjatuh.

Akhirnya pelaku dibawa pergi oleh pengawal, Julius juga ingin kembali ke tempat Vaniza saat ini namun ia menemukan sebuah surat.

Habisi Permaisuri sebelum ia mengetahui semuanya.

M.H

"M.H? Mengetahui semuanya? Apa yang sebenarnya terjadi?" Gumam Julius kebingungan sendiri lalu ia menyimpan surat itu.

Dari kejauhan seseorang menatap Julius lalu ia menulis surat dan membiarkan seekor burung gagak membawa surat itu.

Di lain tempat burung gagak yang membawa surat telah sampai dan seseorang membuka lalu membaca surat itu.

"Pangeran kedua telah kembali? Permaisuri mercuni kaisar? Hahahaha.. informasi yang menarik. Sebentar lagi kita akan bertemu Vaniza.." ucap seseorang dari kegelapan setelah membaca surat dari sang burung gagak.

"Hacchiu.." Vaniza bersin di kamarnya, ya dirinya telah dibawa ke kamar mendiang Permaisuri agar bisa istirahat dengan cukup.

"Apakah ibunda terkena demam?" Tanya Julius lalu menempelkan tangannya di kening Vaniza.

"Tidak panas.." gumam Julius.

"Ibunda harus istirahat. Pekerjaan ibunda akan kami kerjakan." Ucap Viclus duduk di samping Vaniza.

"Ben-... huaa yang benar saja kakak?" Julius menatap tidak percaya pada Viclus yang menaruh kepalanya di bahu Vaniza.

"Terserah kalian saja.." Vaniza berkata sambil mengelus surai gelap Viclus di bahunya, Julius yang tak mau kalah malah tiduran di pangkuan Vaniza. Alhasil Vaniza tengah mengelus kedua pangeran yang seperti anak kecil di hadapannya ini.

🦋🦋

____________

Story by : DindaQueenza [Zaza]

Jangan lupa Vote dan Comment
Bye..bye..

Aku adalah Ibu dari Kekaisaran ini [Becoming Imperial Mother]Where stories live. Discover now