07

1.5K 177 2
                                    


Di alam mimpi Vaniza saat ini..

"Kita bertemu lagi Saintess Agung." Sebuah suara dari cahaya terdengar begitu jelas di telinga Vaniza.

"Ya.. lama tidak bertemu Tuan." Vaniza dengan santai membalas perkataan tersebut.

"Aku tidak punya banyak waktu, jadi kuharap kau sudah menentukan siapa yang kau pilih." Ucapan dari orang itu membuat Vaniza termenung dan akhirnya mengangguk patah-patah.

"Ingatlah Saintess, orang yang kau pilih akan mempengaruhi kehidupan dulu, sekarang, maupun di masa depan." Vaniza hanya menghela nafas berat.

"Bagaimana jika aku memilih keduanya? Atau aku tidak memilih sama sekali?" Tanya Vaniza jujur saja ia sudah sangat lelah akan pertanyaan ini.

"Itu juga terserahmu karena kau yang akan repot sendiri." Seseorang itu terkekeh sementara Vaniza hanya menampakkan wajah datarnya.

"Kau sebenarnya menyogok dengan apa sehingga bisa menjadi Dewa?" Tanya Vaniza, ya orang yang sedari tadi berbicara padanya adalah Dewa yang juga merupakan teman Vaniza sejak dia menjadi Saintess.

"Aku tidak menyogok, hanya terlahir sebagai Dewa." Ucap sang Dewa dengan bangga.

"Ya-ya.. terserah padamu, sampai jumpa." Vaniza lalu pergi menghilang begitu saja.

Vaniza mengejapkan mata ia menatap ke bawah rupanya Viclus dan Julius tidur dengan nyenyak di pangkuannya. Vaniza tersenyum lembut ia lalu mengelus surai kedua pemuda yang menjadi teman masa kecilnya itu, ia jadi mengingat masa lalu.

Flashback masa lalu.

Vaniza yang berumur 5 tahun duduk bersandar di pohon besar yang rindang di kediaman Astreatera sambil membawa sebuah buku tebal yang tengah ia baca.

"Vani!" Panggil seorang pemuda dengan surai kuning keemasannya dari jauh, ia tengah berlari seperti dikejar sesuatu.

"Kemarilah Julius! Jangan bersembunyi di belakang Vani!" Pemuda bersurai gelap berlari mengejar pemuda bersurai kuning keemasan itu.

"Tidaaakk.. aku tidak mau! Vani tolong aku!! Ibu... kakak jahat!" Julius berlari menuju Vaniza secepat yang ia bisa menghindari Viclus yang mengejarnya.

Srekk..

Vaniza terlihat tak peduli ia malah dengan santai membalik lembaran-lembaran halaman dddi buku tebal yang tengah ia baca.

Brukk..

"Hiks.. huaaaa.. Ibu... hiks.. hiks.. huaaa.." tangis Julius yang tengah terjatuh membuat Vaniza tersenyum masam, lalu menutup buku tebalnya dan berjalan menghampiri Julius.

Viclus yang melihat adiknya terjatuh mempercepat langkah kakinya berlari lebih cepat menghampiri Julius yang tengah terisak dengan lutut berdarah.

"Kan sudah kubilang jangan bermain lari-larian atau kau bisa jatuh!" Vaniza mengomeli Julius persis seperti ibu-ibu yang tengah memarahi anaknya.

Julius hanya cemberut lalu memeluk Vaniza yang tengah membersihkan lukanya membuat Vaniza terhuyung dan hampir jatuh, untung saja dengan cepat Viclus menarik tangan Vaniza.

"Kau itu sudah terluka, merepotkan orang, malah ingin membuat orang terluka pula!" Ucapan dari Viclus begitu menusuk Julius.

"Sudah-sudah kalian ini bertengkar terus, membuat ku pusing saja." Vaniza mendelik kesal, setelah selesai membalut luka  milik Julius, Vaniza kembali duduk bersandar di pohon sambil membaca buku.

Tap...

Vaniza terkejut kala Julius langsung merebahkan dirinya di pangkuan Vaniza, Viclus bersandar di bahu Vaniza. Vaniza hanya menghela nafas sambil tersenyum tipis.

Cukup lama hingga akhirnya Viclus oleng dan berakhir jatuh di pangkuan Vaniza membuat gadis itu sedikit meringis, Vaniza menutup bukunya lalu mengelus surai kedua pemuda di pangkuannya itu sambil bersenandung.

Tanpa sadar Viclus meneteskan air matanya begitu pula Vaniza. Dari kejauhan seseorang menatap mereka dengan tatapan sendu.

Kembali dengan keadaan saat ini,  Vaniza terkekeh pelan mengingat kejadian itu lalu ia menusuk-nusukk pipi kedua pemuda di pangkuannya menggunakan jarinya, membuat kedua pemuda itu terusik, lalu bangun sambil menggenggam tangan Vaniza.

Vaniza cukup terkejut dengan reaksi dua pemuda lalu terkekeh pelan saat mengetahui kedua telinga pemuda itu memerah.

"I-ibunda kenapa tidak membangunkan kami?" Julius berusaha menutupi rasa malunya namun suaranya masih sedikit bergetar dan Vaniza tahu itu.

"Iya Ibunda juga pasti kelelahan kenapa tidak membangunkan kami saja?" Timpal Viclus dengan wajah yang sebisa mungkin ia datarkan.

'Bodoh kau Viclus seharusnya langsung bangun saja tadi bodoh!' Batin Viclus mengumpati dirinya sendiri.

"Sudah itu sudah berlalu, sekarang aku harus mengurus berkas-berkas dan dokumen-dokumen penting." Ujar Vaniza lalu berdiri namun kakinya sangat lemas membuat ia terhuyung dan secepat kilat Viclus dan Julius menjaga agar Vaniza tak jatuh dengan memegang kedua tangan Vaniza.

"Ahhhaha.. terima kasih Luvie, Julie." Belum sempat melangkahkan kaki Vaniza langsung di suruh duduk oleh kedua pemuda itu.

Dan akhirnya Vaniza kalah ia menyerah, Viclus dan Julius mengerjakan tugas-tugas yang biasa Vaniza kerjakan dengan menggunakan stempel Ratu.

"Huaa.. apakah Ibunda tidak pusing dengan dokumen-dokumen yang begitu banyak seperti ini?" Tanya Julius yang sudah frustasi padahal ia baru mengerjakan seperempat dari dokumen yang setiap hari Vaniza kerjakan.

"Kalau sudah terbiasa tidak juga." Balas Vaniza dengan senyum manisnya.

'Kalau setiap hari dihadapkan dengan senyum manisnya aku tidak peduli jika harus mengerjakan dokumen sepanjang waktu.' Batin Julius menatap Vaniza yang tengah dengan santainya meminum teh.

'Sekali-kali bersantai seperti ini bagus juga.' Batin Vaniza senang.

🦋🌺

_____________

Story by : DindaQueenza & Sheila [Cherry&Zaza]

Ditulis oleh : DindaQueenza [Zaza]

Maafkeun Zaza yang udah gak up lama tapi bukan berarti Zaza telantarin yak tapi Zaza lagi depresot oghey depresot mulu perasaan yak

Jangan lupa Vote dan Comment
Bye..bye..

Aku adalah Ibu dari Kekaisaran ini [Becoming Imperial Mother]Where stories live. Discover now