GEEYA | PROLOG

158K 11.6K 484
                                    

Selamat datang!

Sebelum baca, aku tanya dong, kalian tau cerita ini dari mana?!

Aku juga mau bilang, tolong, bacanya jangan skip atau sepintas doang karena akan menyebabkan banyak kesalahpahaman seperti yang udah terjadi sama pembaca-pembaca lain.

Kalau kalian malas baca, mending ngggak sama sekali. Aku bukannya nggak mau ceritaku dibaca, tapi aku maunya kalian baca dengan jelas setiap penjelasan kalimat yang aku tulis, oke?

By the way, enjoy the story<3

***

Freya menatap undakan tanah yang ada di hadapannya dengan pandangan yang tak terbaca.

Jemari lentiknya sibuk mengusap nisan dengan nama seorang gadis yang berasal dari masa lalu orang yang ia sayangi.

"Lo beruntung bisa disayang sama Gerald sebegitu besarnya." Dia berbicara pada makam Sindy—gadis yang sangat amat disayang oleh Gerald sejak mereka SMA dulu.

"Bahkan, lo nggak perlu susah payah dan usaha ngerebut hati dia. Selain Gerald, dulu lo juga punya Bagas, 'kan?" lanjutnya.

Sedetik kemudian, Freya menunduk dalam. Dia tidak peduli celana mahalnya kotor di bagian lutut karena ia gunakan untuk menopang tubuh di atas tanah sekitaran makam.

"Kita emang nggak kenal, Sindy." Freya membuka suara lagi, "Tapi, gue tau banyak tentang lo. Karena, sahabat-sahabat lo sekarang jadi sahabat-sahabat gue juga. Mereka semua baik. Gue senang kenal sama mereka. Pasti lo juga begitu."

"Sindy, apa lo bisa bantu gue dari sana? Apa lo bisa bantu gue menangin hati Gerald?"

Setitik air mata mulai turun dari pelupuk mata gadis berambut panjang bergelombang itu.

"Gue janji, kalau gue dapetin dia, gue nggak akan bikin dia lupain lo, Sindy. Nggak pa-pa kalau gue cuma punya satu dari sembilan puluh sembilan persen tempat di hatinya dia, nggak pa-pa kalau sembilan puluh sembilan persen itu tetap jadi tempat lo semua."

"Lo tau? Gue capek banget." Freya mengusap air matanya dengan kasar menggunakan ujung lengan baju kaus harga jutaan rupiah yang ia kenakan.

Gadis itu menghela napas. "Gue capek nungguin cowok yang masih dihantui sama masa lalunya. Tapi, gimana dong kalau gue terlanjur sesayang itu sama dia?"

"Padahal rasanya selama ini dia aja risih sama keberadaan gue. Kayaknya dia lebih pingin gue enyah dari hidupnya. Kira-kira gimana, ya, kalau gue nyusul lo? Apa dia bakal kehilangan juga? Nggak mungkin lah, ya?"

"Kayaknya ... mending gue nyerah aja. Mending gue terima aja dikenalin sama anaknya teman papa."

"Iya, gue udah didesak nikah, Sin. Umur gue udah nggak muda, udah tiga puluh tahun, sama kayak lo kalau lo masih di sini. Makanya belakangan ini papa selalu marah-marah kalau gue selalu nolak dikenalin sama anak temannya."

"Padahal, kan, gue pinginnya nikah sama orang yang gue sayang dan sayang sama gue."

Setelah mengatakan kalimat itu, Freya mulai beranjak dari duduknya. Dia mengambil tas branded-nya yang tadi digeletakkan begitu saja di atas tanah.

Sebelum pergi dari sana, Freya sempat berbicara lagi, "Thanks. Ternyata lebih enak cerita sama gundukan tanah daripada orang yang masih hidup. Gue nggak suka orang lain terbebani sama masalah gue juga. Dan, semoga lo nggak terbebani ya, Sin." Kekehnya kemudian.

Freya berbalik, pergi menuju mobilnya yang ada di parkiran depan makam.

Freya berjalan dengan langkah gontai. Netranya menatap kosong ke depan.

Freya sibuk melangkah sampai ia tidak menyadari kalau lelaki yang sejak tadi namanya dia sebutkan, juga berada di sana. Lebih tepatnya, di belakang pohon besar dekat makam Sindy.

Freya tidak sadar kalau Gerald ... mendengar semuanya. Freya juga tidak sadar kalau lelaki itu kini menatap punggungnya dengan tatapan yang tidak bisa diartikan.

***

Kalau mau tau kehidupan Gerald waktu masih ada Sindy, bisa baca cerita RALINE^^

GEEYA (Tamat)Where stories live. Discover now