GEEYA | BAB 1

93.6K 9K 216
                                    

Kaki jenjang Freya melangkah memasuki pintu utama rumah besar milik keluarganya ketika jam menunjukkan pukul delapan malam.

Freya sudah lelah menangis di depan makam Sindy, juga melewati kemacetan ibukota. Jadi, yang ia pikirkan saat ini hanyalah masuk ke dalam kamar dan tertidur pulas.

Namun, hal tersebut tidak bisa direalisasikan dengan cepat karena keberadaan sang daddy yang duduk di sofa ruang tamu. "Dari mana saja, Freya?"

Langkah Freya terhenti. Dia berdiri menjulang di depan sang daddy. "Dari makam teman Freya, Dad."

"Sampai berjam-jam dan pulang malam?"

Freya mengangguk. "Di jalan tadi macet."

"Sampai harus membolos di kantor juga?" tanya David—Daddy Freya dengan nada tajam. "Kamu memang bekerja di kantor milik Daddy sendiri, tapi apa kamu harus seenaknya begini, Freya?"

"Sudah berapa kali Daddy lihat kamu enggak pernah balik ke kantor setelah jam makan siang," lanjutnya.

"Maaf, Daddy." Kepala Freya tertunduk dalam.

"Sampai kapan kamu mau bersikap manja, Freya? Kamu sengaja 'kan kabur dari kantor biar nggak ketemu anaknya teman Daddy?"

"Dad ... Freya bisa cari suami sendiri. Freya mana mungkin nikah sama orang yang nggak dikenal. Apalagi enggak dicintai."

"Maka dari itu Daddy minta kamu ketemu sama dia," tukas David. "Freya, kamu butuh sosok suami yang bisa mengarahkan kamu, biar kamu tidak selalu bersikap manja dan kekanakan seperti ini. Jadi, cobalah ketemu sama anaknya teman Daddy besok siang. Kenalan dulu, nanti bisa saling cinta kalau dijalani dengan sungguh-sungguh."

"Oke."

"Dan, satu lagi. Selama ini kamu terlalu santai kerja di kantor Daddy, sudah banyak yang membicarakan kamu yang nggak profesional. Jadi, Daddy akan kasih kamu proyek besar. Kamu yang akan jadi arsitek utama untuk klien baru kita, aktor ternama—Galih Lesmana."

Mendengar itu, Freya langsung mendongak. Matanya langsung bertubrukan dengan mata hitam pekat sang daddy.

David mengangkat sebelah alisnya. "Sanggup, kan? Jangan kecewakan Daddy, Freya. Daddy sudah menguliahkan kamu sampai ke luar negri sana."

"Oke, Daddy. Freya akan berusaha semaksimal mungkin untuk proyek ini."

"Bagus, tunjukkan kalau kamu memang punya bakat di bidang ini. Meeting pertama jam delapan pagi, besok, di kafe yang ada di lantai dasar unit apartment Galih Lesmana. Daddy kirim alamatnya ke ponsel kamu."

Anggukan kepala Freya menghentikan pembicaraan ayah dan anak itu. Setelah pamit dengan daddy-nya, Freya langsung beranjak menuju kamarnya.

Sesampainya di kamar, Freya langsung menghempaskan tubuhnya di kasur queen size. Matanya menatap langit-langit ruangan, sibuk memikirkan sesuatu. Terutama soal perintah David untuk berkenalan dengan anak temannya.

Hei, Freya bukan gadis yang gampang jatuh cinta. Lagipula dia masih sedikit ... berharap dengan Gerald, walaupun akan mustahil.

Sepertinya besok Freya harus berontak sekali lagi. Hanya sekali. Sebelum ia memutuskan untuk benar-benar menerima lelaki pilihan David.

Setidaknya, kalau besok ia tidak bisa mendapatkan Gerald, dia harus bisa mendapatkan seseorang yang sudah lama dikenalnya saja.

Ya, lebih baik begitu. Daripada harus mencoba dengan orang yang benar-benar baru dikenal, bukan? Freya belum tahu sifatnya luar dan dalam.

***

Alarm yang terletak di atas nakas sebelah tempat tidur Freya berbunyi nyaring. Gadis itu menggeram karena kesal, ingin sekali membanting jam weker tersebut kalau matanya tidak menangkap jam sudah menunjukkan hampir pukul depalan pagi.

GEEYA (Tamat)Where stories live. Discover now