GEEYA | BAB 7

57.7K 6.7K 239
                                    

Kita tidak tahu masa depan. Kita tidak tahu akan dipasangkan dengan siapa di masa depan. Bisa saja dengan seseorang yang menurut kita asing, atau bahkan seseorang kita benci. Semesta memang penuh kejutan.

***

Freya menggeliatkan tubuhnya kala dinginnya udara kamar yang ia tempati sekarang menusuk ke kulit. Sedetik kemudian, wanita itu mulai membuka mata dan bangun dari tidur nyenyaknya.

Pemandangan yang pertama kali Freya lihat adalah Gerald yang sedang berdiri di depan kaca yang ada di tengah-tengah lemari dengan pakaian kerjanya.

Mata Freya membola seketika. "Rald, jam berapa?!"

Gerald berbalik sambil menatap jam di pergelangan tangannya. "Jam tujuh," jawabnya. "Jangan bangun dulu, Frey."

Mendengar itu, Freya tetap mempertahankan posisi tidurnya. Ia menatap Gerald yang berjalan ke arahnya dengan kening mengkerut.

"Kamu istirahat aja dulu." Gerald membuka suara lagi ketika sudah duduk di pinggir kasur, tepat di sebelah tubuh Freya yang masih berbaring. Tangan Gerald menarik selimut yang tadinya sedikit tersingkap sampai ke leher wanita itu guna menutupi tubuh polosnya.

Hening sejenak. Kemudian, mata Freya membola lagi karena teringat akan sesuatu. "Ayah sama ibu?!"

"Udah ke bandara dari subuh tadi. Mereka titip salam karena nggak tega bangunin kamu."

"Aku jadi nggak enak," ucap Freya yang kini cemberut, membuat Gerald mengusap-usap rambut wanita itu. "Hari pertama jadi istri, udah ketauan busuknya di depan ayah sama ibu."

"Kamu udah siap kerja, aku baru bangun. Aku juga nggak bikinin kamu sarapan," lanjutnya.

Kekehan kecil keluar dari bibir Gerald. "Ayah sama ibu ngerti kalau kamu capek, mana mungkin mereka mikir kalau ini keburukan kamu. Soal sarapan, aku udah buatin, sekalian buat kamu juga." Mata Gerald melirik nakas yang terletak di samping tempat tidur, seolah memberitahu kalau sarapannya sudah ia letakkan di sana.

"Yaudah, aku berangkat kerja dulu. Dan, kamu, hari ini berangkat kerjanya agak siangan nggak pa-pa, aku udah izinin sama daddy. Daddy juga ngerti kalau kamu capek."

Belum sempat Freya menjawab, Gerald segera beranjak dan mengecup kening istrinya. "Makasih buat semalam, Frey."

Freya bungkam. Otaknya freeze seketika.

Namun, ketika punggung tegap Gerald sudah hilang dari balik pintu kamar mereka, wajah Freya berubah jadi merah bak kepiting rebus.

Hell, Freya malu!

Dan ... kenapa pula Gerald bisa semanis itu?!

***

Baru hari pertama menikah, Freya sudah pulang terlambat karena meeting soal proyek yang sedang dikerjakannya baru selesai sehabis magrib tadi.

Pukul setengah delapan malam, Freya baru sampai di rumah yang baru ditempatinya sejak semalam.

Freya sudah diberi kunci cadangan rumah tersebut, jadi ia tidak perlu memanggil Gerald yang mungkin saja sedang istirahat di dalam sana karena memang mereka hanya tinggal berdua.

Gerald tidak mempekerjakan asisten rumah tangga, katanya ia biasa mengurus rumah sendiri. Lagipula rumah tersebut tidak terlalu besar.

Jadilah Freya mulai sekarang harus ikut terbiasa dengan hal itu. Gerald memang tidak memaksa Freya untuk membantu, namun ia malu terhadap suaminya jika tidak membantu. Mana mungkin malah laki-laki yang membereskan rumah?

Soal memasak pun begitu. Gerald bisa memasak, sedangkan Freya tidak.

Hidup mereka sungguh terbalik.

Freya membuka pintu rumah sesaat setelah kuncinya terbuka. Lalu, kembali menutup pintu dan melangkah masuk.

Yang ada di pikiran Freya saat ini hanya tidur. Ya ... seharusnya begitu jika ia tidak mendapati Gerald sedang memasak di dapur. Lelaki itu memunggunginya, dia mengenakan celana pendek rumahan serta kaus berwarna hitam.

Akhirnya, Freya batal masuk ke kamar. Wanita itu berjalan ke arah dapur, meletakkan tas branded-nya di atas meja makan dan menghampiri Gerald. "Aku pulang," ujarnya.

"Aku masak nasi goreng, kamu mau?" Gerald bertanya tanpa mengalihkan pandangan dari pan yang berada di atas kompor. Tangannya lihai mengaduk nasi dengan bumbu-bumbu penyedap.

Freya mengambil tempat di sebelah Gerald, dia berdiri sambil melongokkan kepala untuk melihat masakan suaminya. Sedetik kemudian, Freya meringis, bau nasi goreng itu langsung menguar di udara, membuatnya insecure seketika karena pasti rasanya seenak baunya.

Terakhir kali Freya masak nasi goreng, warnanya hitam karena terlalu banyak diberi kecap.

Kepala Gerald memiring sebentar, menatap Freya. "Kenapa?" tanyanya kemudian. Ia bingung karena mendapati Freya meringis.

"Enggak, pasti nasi gorengnya enak."

"Belum dicoba udah muji," kata Gerald.

Freya nyengir. "Ada yang bisa aku bantu nggak?"

"Tolong ambilin piring, ya. Dua."

Secepat mungkin Freya melesat untuk mengambil piring, lalu meletakkannya di dekat kompor.

"Tadi aku kepingin nasi goreng seafood, tapi ternyata stok seafood di kulkas habis." Gerald membuka suara lagi sambil menempati nasi goreng yang baru diangkatnya ke dua piring berbeda.

"Besok ikut aku belanja, ya," lanjutnya sambil mengajak Freya ke meja makan. "Sehabis kamu pulang kerja, aku jemput aja. Jadi, besok enggak usah bawa mobil."

Freya menerima sepiring nasi goreng yang disodorkan oleh Gerald, kemudian mencobanya satu suap, baru menjawab, "Boleh."

Gerald mengangguk, ikut menyuap nasi gorengnya. "Tadi kamu meeting dulu, ya, makanya pulangnya telat gini?"

"Iya, tadi aku udah text kamu."

"Kayaknya ponselku ketinggalan di mobil, entahlah, aku emang jarang pegang." Gerald membalas, "Gimana kerjaan kamu?"

"Ya ... gitu-gitu aja. By the way, kamu tau Galih Lesmana nggak, sih?"

Wajah Gerald terlihat berpikir, sebelum ia menggeleng kemudian. "Kayak pernah dengar, tapi nggak tau." Dia terkekeh.

"Itu lhoooo, waktu jaman kita kuliah, dia tuh lagi naik daun banget. Pemain film."

"Ah, I see! Galih yang itu ternyata," gumam Gerald. "Kenapa emangnya?"

"Suprisingly dia adalah klien aku saat ini. Asal kamu tau, ya, kemarin pas aku pertama kali ketemu dia sama istrinya tuh rasanya baper banget. Cara ngomongnya si Galih sama istrinya selembut itu. Selama ini nggak pernah ketangkep media, pasti netizen iri sama aku karena udah pernah lihat interaksi mereka." Freya bercerita dengan nada menggebu-gebu, membuat Gerald tertawa kecil.

"Terus, ya, mereka 'kan lagi mau bangun rumah, padahal istrinya nggak ada request, tapi si Galih ternyata lebih mentingin hal-hal yang menyangkut tentang istrinya untuk rumah itu nanti. Keren banget, sih. Aku jadi makin ngefans," lanjutnya.

"Nggak baik muji suami orang di depan suami sendiri," ujar Gerald.

"Eh? Bukan gitu maksudnya," Freya menggerakkan kedua tangannya. Kegiatan makannya terhenti.

Melihat itu, tawa Gerald muncul lagi. "Bercanda," katanya, yang disambut oleh tawa Freya juga.

Tidak ada yang menyangka kalau dua orang yang sebelumnya benar-benar asing itu kini hidup bersama, bahkan berbagi cerita tanpa canggung.

***

Gerald-Freya adalah couple favorite aku selanjutnya!

GEEYA (Tamat)Onde histórias criam vida. Descubra agora