GEEYA | BAB 10

59.1K 6.8K 166
                                    

Sabtu pagi menjelang siang kali ini Gerald dan Freya menghabiskan waktu untuk membereskan rumah bersama. Mereka gotong-menggotong demi membuat rumah yang ditinggali itu bersih.

Jika Gerald sudah biasa melakukan hal ini, maka Freya tidak. Sejak awal menghidupkan mesin cuci, Freya terus berteriak pada Gerald yang sedang menyapu halaman untuk bertanya bagaimana cara mencuci pakaian menggunakan mesin tersebut.

Untungnya Gerald sabar menghadapi sang istri.

Setelah tugas menyapu-nya selesai, Gerald menghampiri Freya yang berdiri di depan mesin cuci. "Belum selesai?"

"Belum." Freya nyengir.

"Aku nggak yakin kamu bisa tinggal sendiri di rumah, Frey." Gerald memeluk pinggang istrinya. Lelaki itu memulai acara bujuk-membujuk dengan Freya. "Kamu tinggal di rumah daddy aja, ya, sementara aku di luar kota."

Raut wajah Freya berubah kesal seketika. "Aku coba kerjain semuanya sendiri, kamu nggak bolehin. Giliran aku santai-santai di rumah daddy, nanti dibilang manja."

"Maksudku bukan gitu, Frey. Aku ... khawatir aja kalau lihat kamu belum terbiasa ngelakuin semuanya sendiri kayak gini."

"Yaudah, nanti aku bisa cek tutorial di youtube kalau ada yang nggak tau. Atau, aku bisa telfon kamu, kan?" tanya Freya sambil tersenyum simpul.

Helaan napas kasar tedengar dari mulut Gerald sebelum ia menjawab, "Aku nggak janji bisa angkat telfon kamu terus, Frey, karena di sana pasti susah banget cari sinyal."

Gerald bisa menangkap raut kecewa dari Freya saat ia mendengar jawabannya. Namun, hanya sedetik sebelum senyumnya muncul kembali.

"Nah, berarti aku bisa cek tutorial di youtube aja."

"Bener?"

"Iya!" balas Freya gemas, lalu ikut memeluk pinggang Gerald seerat mungkin. "Badan kamu kenapa keras banget, sih? Perut kamu juga nggak ada empuk-empuknya."

Mendengar itu, Gerald terkekeh. Ia menggigit dagu Freya kecil. "Ngalihin pembicaraan," ujarnya. "Tapi, serius, ya, Frey, kalau kamu ada apa-apa, langsung hubungin orang tua kamu atau adik aku. Kalau kamu nggak mau repotin mereka, hubungin rombongan Nevan aja, mereka mah nggak pa-pa banget direpotin."

"Oke, suamiku!"

"Kita makan apa hari ini?" lanjut Freya.

"Kamu pesan online aja sana, biar aku yang jemur pakaiannya setelah dikeringin nanti."

Freya melepas pelukan mereka. Wanita itu memundurkan tubuhnya dan membentuk gerakan hormat di depan sang suami. "Siap, laksanakan!"

Lantas Freya berlalu dari sana untuk mengambil ponselnya, serta memesan makan siang untuk mereka berdua. Dia meninggalkan Gerald yang berdiri sambil tersenyum-senyum melihat kepergiannya itu.

***

Bertepatan dengan selesainya Gerald menjemur pakaian di sudut kiri halaman belakang rumah, Freya datang membawa beberapa kantung plastik yang baru didapatnya dari kurir yang mengantar.

Freya mengangkat kantung plastik yang dibawanya itu tinggi-tinggi sembari berjalan menghampiri Gerald yang sudah duduk lebih dulu di kursi taman bawah pohon mangga, tepat di sebelah jejeran tanaman hias milik Ibu Gerald.

"Makanan datang!"

Dengan gerakan super heboh, Freya duduk di hadapan Gerald. Wanita itu meletakkan kantung plastik di atas meja dengan motif pohon yang ada di depan mereka.

Sembari mendengar suara krasak-krusuk dari plastik yang sedang dibuka Freya, Gerald diam-diam tersenyum kecil.

Lelaki itu tidak menyangka kalau dengan adanya Freya di rumahnya bisa membuat rasa sepinya hilang begitu saja. Karena Freya, rumah yang awalnya sepi dan sunyi itu kini berubah ramai.

Gerald tidak menyesal menikahi wanita itu. Selain karena menutupi rasa sepinya, Freya juga berhasil membuatnya merasakan sebuah 'rumah' yang asli. Seperti misalnya ... saat pulang kerja, dia mendapati seseorang yang menunggunya di rumah.

Berat rasanya untuk Gerald meninggalkan rumah dan turun ke lapangan kali ini. Berat rasanya jauh-jauh dari Freya.

Belum berangkat saja Gerald sudah memikirkan untuk pulang lagi. Belum berangkat saja Gerald sudah kepikiran bagaimana Freya menjalankan hari-harinya sendirian di rumah.

"Udah aku bukain, dimakan ya, suamiku!"

Lamunan Gerald buyar. Matanya beralih pada makanan yang berada di atas meja sebelum kembali menatap Freya. "Nasi padang?" tanyanya antusias.

"Iya! Kesukaan kamu."

Sederhana. Namun, Gerald terharu, sungguh. "Thank you, Frey."

"Sama-sama, suamiku! Selamat makan." Freya menyuap makanan dengan tangan kanannya yang sudah dicuci sebelum menghampiri Gerald tadi. "Enak banget, sih. Kenapa nasi padang selalu enak?"

Gerald yang sedang mencuci tangan di bawah keran sebelah tempat duduknya kini terkekeh. Tidak ada Freya yang terlihat feminim dan fashionable di hadapannya, melainkan istrinya yang sedang makan nasi padang sambil mencecap.

Dulu, Gerald selalu ilfeel dengan perempuan yang makan sambil mencecap, namun entah mengapa ia tidak masalah saat Freya melakukannya. Mungkin, karena Gerald tahu, Freya melakukan itu karena sedang menikmati makanannya.

Dan, Gerald senang jika istrinya makan dengan lahap seperti itu.

"Pantesan, ya, kamu suka banget nasi padang. Aku jadi ketularan nih kayaknya semenjak nikah sama kamu." Freya berbicara lagi.

Gerald mulai menyuap makanannya juga. "Jangan salah, rendang padang itu makanan terfavorite di dunia, Frey."

"Masa?"

"Iya."

"Keren, ya, orang padang."

"Iya, kayak aku, keren."

Seketika Freya mendelik. "Kok kamu narsis?!"

Gerald mengedikkan bahu. "Kata teman-temanku, kalau nggak narsis, itu bukan aku."

"Gitu, ya?" Freya menjeda ucapannya sebentar. "Keluar juga sifat asli kamu ternyata. Aku kira selama ini mereka bohong soal kamu yang punya humor recehan, soalnya kamu selalu cool di depan aku. Selama kita nikah juga gitu."

"Selama kita nikah apa?"

"Ya ... nggak kelihatan kalau kamu orangnya receh."

"Terus, kelihatannya kayak apa?"

"Umm ... kamu terlihat romantis."

Raut wajah Gerald berubah menggoda, membuat semburat merah di pipi Freya muncul ke permukaan. Freya meringis kecil karena menyadari kalau ia salah bicara seperti itu pada suaminya.

"Senang deh dibilang romantis," celetuk Gerald. "Sebagai hadiah, nanti malam kamu dapat pelukan hangat dari aku." Lelaki itu menaik-turunkan kedua alisnya menggoda.

Kemudian, Freya mencibir pelan, "Itu mah aku udah dapet tiap malam."

"Iya juga, ya."

Freya hanya menggelengkan kepalanya.

"Frey."

"Iya?"

"Nanti pas aku di Papua, stand by terus dong hp kamu, biar pas aku ada sinyal dan telfon bisa langsung kamu angkat juga."

"Termasuk pas aku lagi tidur?"

"Iya," sahut Gerald. "Kalau tidur, hp kamu letakin di nakas aja biar nggak jauh dari jangkauan."

"Emangnya kenapa?"

"Takut kangen."

***

Dahla gemezz banget sama mereka🥲

GEEYA (Tamat)Where stories live. Discover now