Four

1.9K 267 35
                                    

Satu hal yang tidak aku pernah mengerti dari semua ini, mengapa keluargaku dibunuh dengan keji dan aku dibuang sejak bayi? Ini terlalu kompleks untuk aku pahami. Sebenarnya ini terasa sederhana, aku hanya harus mencari tahu siapa pembunuh keluargaku dan alasan ayahku membunuh keluarga Luca. Namun, semakin aku mencari itu malah semakin membawaku dalam situasi yang pelik. Lihatlah diriku, aku bahkan harus menjadi orang lain dan menjerumuskan diriku dalam lubang yang berbahaya. Aku merasa seperti sedang menggali kuburku sendiri.

Di dalam ruang komputer Eric aku hanya duduk termenung, sementara mataku menatap kosong kertas yang menunjukkan latar belakang Jason Lao. Jason Lao memang bukan orang sembarangan, ia dikelilingi oleh orang-orang berpengaruh di negara ini.

Selama ini, aku terus memikirkan hal yang berkaitan antara Luca, Salvator dan Jason. Ada dua kemungkinan yang bisa aku simpulkan untuk saat ini.

Pertama, Jason meminta Salvatore untuk mencuri file dari Luca agar bisa menyelidiki kematian keluargaku. Kedua, karena Jason Lao berhubungan dengan orang-orang penting, maka dia memanfaatkan Salvatore untuk mencuri file itu agar file tersebut tidak bocor dan membuka rahasia besar di dalamnya.

Namun, mengingat bagaimana seorang Jason Lao membuatku yakin bahwa kemungkinan yang kedua lebih masuk akal. Jason tidak sebaik itu, karena jika dia mau maka dia bisa dengan mudah menyelidiki siapa pembunuh keluargaku dan apa penyebabnya.

"Kau yakin tidak lapar?"

Aku menoleh ketika mendengar suara Eric, ia muncul dengan membawa mie instan cup. Oh lelaki itu, semakin mengenalnya ia semakin mengingatkanku kepada Matteo.

"Tidak," lirihku lalu Eric menarik kursi dan duduk di sebelahku.

Tiba-tiba aku mendengar Eric yang berdecak kagum. "Aku tidak menyangka bahwa Jason Lao adalah orang yang sangat cerdas."

Ucapannya membuat aku yang semula sedang menatap ke arah lain kini melirik Eric lewat sudut mataku.

"Dia bahkan lulus dari tiga perguruan tinggi yang terkenal. 2006 ia mulai kuliah di MIT, 2010 melanjutkan S2 di UCLA, lalu 2017 kembali melanjutkan S3 di Stanford. Terbuat dari apa otaknya?"

Alisku sontak mengerut mendengar ucapan Eric yang terakhir, mataku kembali melesat pada kertas yang ada di meja.

"2017?" Lirihku tanpa sadar seolah tahun itu mengingatkanku pada sesuatu.

Benar, bukankah tepat di tahun itu keluargaku meninggal?

Aku kembali menatap Eric, menahan tangannya yang hendak menyuapkan mie instan ke mulutnya.

"Menurutmu, apa alasan Jason pada saat itu melanjutkan pendidikannya di Amerika, sementara dia sudah bertunangan dengan Olivia?"

"Kapan insiden yang keluargamu alami itu terjadi?"

"Februari 2017."

"Karena Jason pergi ke Amerika setelah keluargamu meninggal, maka kemungkinannya adalah dia pergi karena sulit untuk menerima kenyataan bahwa tunangannya meninggal di sini."

Aku tertegun, entah mengapa aku kurang setuju dengan pendapat Eric. Mataku melesat begitu mendengar ponselku bergetar, aku melihat satu pesan masuk dari Mike Wilson. Dia mengirimiku sebuah video.

Dahiku mengerut, tetapi aku tetap membukanya. Video itu adalah rekaman yang diambil melalui kamera mobil. Lokasi itu terasa tidak asing, sampai ketika aku melihat nama restoran yang terekam di sana, aku baru sadar bahwa itu adalah restoran tempat di mana keluargaku meninggal.

Dalam video itu muncul seorang pria yang membawa ransel, ia berpakaian serba hitam, menggunakan topi, kacamata dan masker. Aku sangat ingat bahwa pria itu yang membuka kap mobil Sebastian. Dalam video yang Luca miliki sebelumnya aku tidak bisa melihat dengan jelas wajah pria tersebut, tetapi kini karena direkam dari angle yang berbeda aku bisa melihatnya lebih jelas meski wajahnya tertutupi. Mataku memicing ketika melihat perawakannya yang terasa familiar. Sampai ketika lelaki itu menutup kembali kap mobil kemudian berbalik melangkah pergi ia perlahan membuka masker dan rekaman pun berakhir.

Ponselku hampir terjatuh ke lantai namun Eric langsung menangkapnya. Pandanganku berubah menjadi nanar, seketika aku kehilangan orientasi ketika mengetahui pria dalam rekaman itu adalah Jason Lao.

***

"Stephanie! Tunggu!!"

Aku tak menghiraukan Eric dan terus mempercepat langkah memasuki Villa milik Luca. Sampai di ruang tamu, aku melihat Luca dan Tyler yang sudah menunggu kedatanganku. Tanpa berpikir panjang aku langsung mencengkram kerah kemeja Luca, sementara lelaki itu hanya berdiri tenang dan menatapku yang lebih pendek darinya dengan pandangan dingin.

"Kau pasti sudah tau itu bukan?!" Desisku, mataku yang terasa panas menatapnya dengan tajam.

"Apa maksudmu?" Dahi Luca mengerut, ia mencengkram pergelangan tanganku lalu dengan kasar melepaskan tanganku yang mencengkram kemejanya. "Jika kau datang hanya untuk mengoceh hal yang tidak jelas, sebaiknya kau pergi karena kau mengganggu aku dan Tyler yang sedang bekerja."

Kedua tanganku mengepal dan tenggorokanku tercekat. Aku hanya mampu menatap Luca dengan penuh kebencian.

"Stephanie!" Suara Eric mengalihkan perhatian Luca dan Tyler, wajah Luca menunjukan ketidaksenangannya.

"Siapa yang mengizinkanmu membawa orang asing ke sini?!" Luca langsung membentakku.

"Luca, tenanglah." Tyler bergumam pelan, ia berusaha menarik lengan Luca tetapi lelaki itu menepisnya.

"Kau pasti sudah tahu bahwa Jason Lao adalah orang yang membunuh keluargaku." Aku tercekat ketika mengatakannya dan seketika itu membuat Luca serta Tyler membeku.

Luca dengan tenang menghela napas. "Lalu apa yang akan kau lakukan jika aku memberitahumu? Kau ingin membalas dendam? Atau melaporkannya ke polisi?"

"Apapun itu setidaknya dia mendapatkan hukuman yang setimpal!" Ucapku cepat dengan emosi yang meledak sehingga turut memancing emosi Luca.

"Hukum tidak berlaku untuk orang seperti mereka! Kau pikir bisa memenjarakan Jason hanya dengan bukti yang kau miliki?!"

Tanpa terasa air mataku menetes. "Apakah Jason membayarmu untuk menutupi semua ini?"

"Stephanie—" Tyler berusaha untuk berbicara denganku namun Luca mencegahnya dengan memberikan isyarat melalui tangannya. Luca kemudian maju selangkah mendekatiku.

"Aku tahu bagaimana bodohnya dirimu, jika aku memberitahumu tentang itu semua kau hanya akan merusak semua rencana yang sudah aku lakukan selama ini."

Ucapannya begitu menusuk hatiku. Aku mengangguk samar. "Kalau begitu, aku akan melakukannya dengan caraku sendiri." Aku lalu berbalik hendak melangkah pergi.

"Jika kau berani melakukan sesuatu aku akan membunuhmu saat ini juga!"

"Luca!!"

Aku menoleh ketika mendengar teriakan Tyler dan kini terlihat Luca sedang menodongkan pistol tepat di depan kepalaku.

DANGER 2: Love and War ✔️Donde viven las historias. Descúbrelo ahora