Twelve

1.1K 178 25
                                    

Entah mengapa aku selalu merasa penasaran ketika orang yang aku benci menghubungiku. Bukannya gentar aku justru ingin menemuinya, melihat apa yang akan dia tunjukkan kepadaku. Seperti saat ini, aku dalam perjalanan untuk menemui James Wang setelah ia menghubungiku beberapa jam yang lalu. Ia mengatakan ada seseorang yang ingin bertemu denganku. Aku penasaran, siapakah orang tersebut?

Aku turun dari mobil setelah sampai di sebuah restoran bintang lima. Ku berikan kunci mobil kepada petugas valet, seorang pelayan menyambutku. Begitu ku sebut nama James Wang pelayan itu segera mengantarku.

Aku menyusuri lorong dan hanya ada suara high heels yang mengisi keheningan lorong ini. Aku mengecek ponselku yang berdenting, satu pesan masuk dari James Wang.

Mr. Wang : Maaf aku tidak bisa datang, Nona Lee. Ada hal mendesak yang harus aku urus. Sebagai gantinya aku sudah memesan hidangan yang nikmat untukmu, seseorang yang ingin menemuimu sudah berada di sana.

Sekuat tenaga aku menahan decakanku. James Wang benar-benar menyebalkan.

"Silahkan Nona."

Aku menoleh ketika pelayan itu sudah membukakan pintu untukku. Untuk sejenak aku menatapnya lalu beralih ke ruangan tersebut.

"Terima kasih," lirihku, meski agak ragu namun tetap kulangkahkan kaki ini untuk memasuki ruangan tersebut.

"Selamat datang."

Aku tertawa getir begitu melihat Jason Lao yang duduk di hadapanku dengan ekspresi tenang.

Ia memberi isyarat mempersilahkanku untuk duduk. Aku mengulum senyum kecut lalu menarik kursi tersebut dengan kasar.

"Jadi kau yang ingin menemuiku?"

"Benar sekali. Rupanya tidak mudah menyingkirkanmu."

"Apa yang ingin kau katakan?" Tanyaku langsung tidak ingin membuang waktu.

Tiba-tiba seorang pelayan datang untuk mengisi gelas wine. Tak lama setelah itu dua pelayan kembali datang membawa hidangan. Hal itu membuat keheningan di antara aku dan Jason Lao cukup lama. Aku diam-diam menatapnya tajam, namun lelaki itu begitu santai. Ia bahkan tersenyum ramah kepada pelayan dan mengucapkan terima kasih sebelum mereka pergi. Dia benar-benar iblis berpenampilan malaikat.

"Aku tidak menyangka kau dekat dengan James Wang."

Nafsu makanku seketika hilang meski di hadapanku sudah tersaji hidangan lezat. Aku hanya diam menatap Jason yang sedang mengiris makanannya. Perlahan ia mengangkat pandangannya dan tatapannya tertuju padaku.

"Stephanie, jangan melewati batas."

Mataku sedikit menyipit, aku terkekeh lalu menyesap wine-ku.

"Apapun yang aku lakukan, bukan urusanmu." Aku tak ingin lagi diremehkan olehnya.

"Aku yang membunuh keluargamu, kau juga memiliki buktinya. Mengapa kau diam saja? Bukankah kau sangat ingin mengirimku ke penjara?"

Aku sedikit memicing, perkataannya yang seperti itu membuatku mencium hal yang mencurigakan. Apakah Jason sedang berusaha menghalangiku?

"Aku ingin mengirimmu ke neraka."

Perkataanku lantas membuat Jason tertawa seolah itu adalah lelucon. Tidak, aku tidak melucu sama sekali aku bersungguh-sungguh akan mengirimnya ke neraka suatu hari nanti.

Aku tersenyum tipis, menyangga wajahku dengan satu tangan di atas meja.

"Tidak kah kau merindukan wanita yang memiliki wajah serupa denganku ini?"

Senyum Jason Lao perlahan luntur.

Aku kembali menegakkan dudukku, kini giliranku yang memotong makananku. "Kau tidak tahu sebesar apa cinta Olivia kepadamu," ujarku yang mulai mengarang untuk memprovokasinya.

Tak kunjung mendapatkan respon dari Jason Lao, aku kembali menatapnya yang ternyata sedang menatapku tanpa ekspresi.

Aku berdecak, menaruh garpu dan pisau itu tanpa minat. "Aku tahu itu pasti sulit untukmu, antara menuruti perintah seseorang atau mengikuti kata hatimu."

Mata Jason memicing. "Tahu apa kau soal perasaanku?"

"Jason ... Jason ... hati manusia itu sama. Seburuk apapun dirimu kau pasti pernah mencintai Olivia."

"Tidak ada perasaan seperti itu di dalam hidupku."

Aku tersenyum miring. "Kasihan sekali."

"Cinta hanya bisa membuat seseorang menjadi lemah dan aku tidak ingin merasakannya. Dengan begitu tidak ada yang perlu aku lindungi dan tidak ada yang bisa menghancurkanku."

Aku terpana, dia sangat luar biasa. Ku rasa 100% dalam diri Jason adalah iblis.

"Bukankah saat ini kau juga seperti itu? Kebencian dan dendam dalam dirimu membuatmu lebih kuat dari sebelumnya. Benar begitu, Stephanie?"

Aku menatapnya tanpa berkedip sedangkan bibirku membentuk senyum kecut. Tidak, Jason salah. Aku tidak sepertinya.

Saat ini aku memiliki cinta yang ku simpan untuk seseorang.

Jason menghela napas, ia menegakkan posisi duduknya. "Baiklah, sudah cukup basa-basinya."

Aku mengerjap lalu menghembuskan napas.

"File itu, bukankah kau berhasil mencurinya dari Luca Huang?"

Seketika tubuhku menegang. Jason beranjak berdiri, ia melangkah mendekatiku.

"Bisakah kau memberikannya kepadaku?"

Aku menelan saliva berusaha untuk tetap tenang. "Aku tidak memilikinya."

Satu tangan Jason berada di dalam saku celananya. "Oh, benarkah?" Ia tiba-tiba mengeluarkan pisau lipat dari sana dan menodongkannya ke leherku.

"Kau tahu apa yang akan terjadi jika pisau ini sampai menggores lehermu?"

"Pertama, pembuluh darahmu akan terputus, kemudian kau akan kesulitan untuk bernapas, lalu kau tidak sadarkan diri ... dan mati."

Tanganku memegang lengan kursi sangat erat.

"Aku tidak takut."

Jason menyeringai. "Kau sangat keras kepala."

Dalam hitungan detik ia lalu menempelkan pisau itu ke leherku membuatku memejamkan mata sangat erat.

Aku tidak boleh mati di tangannya.

Tak lama kemudian tiba-tiba pintu di dobrak dan aku mendengar suara kursi terjatuh. Begitu membuka mata aku melihat Jason Lao sudah tersungkur di lantai.

DANGER 2: Love and War ✔️Where stories live. Discover now