Tetangga

28 8 2
                                    

"Kau menunggu seseorang?" Claudia menjadi panik mengingat dia hanya mengenakan pakaian kebesaran.

Gadis itu merendahkan kakinya bersiap untuk turun dari kursi tinggi, yang terletak di meja mini bar yang menyatu dengan dapur. Claudia masih menyempatkan diri untuk menyeruput kopi yang masih separuh, sebelum berjingkat menjauh. 

"Tetaplah duduk tenang di sini, aku tidak menunggu tamu penting." Ryan tertawa kecil melihat tingkah Claudia.

"Kau yakin? Itu …." Claudia menunjuk pada pintu. 

"Duduklah dengan tenang, Claudia." Ryan memegang bahu gadis itu dan menekannya sedikit agar Claudia kembali duduk. 

Sentuhan Ryan dan aroma wangi maskulin pria itu yang mencuri masuk ke rongga pernapasan Claudia, seketika membuat gadis itu berdebar. Setelah kepergian Peter setahun lalu, ini pertama kali dia merasakan debaran yang aneh akibat sentuhan sederhana seorang pria.

"Sadar, Claudia. No Man No cry, gumamnya perlahan saat Ryan menuju pintu depan.

Claudia menatap ke arah Ryan yang berjalan menuju pintu penuh rasa penasaran. Gadis itu menjulurkan lehernya dengan mencondongkan tubuhnya ke samping,  berusaha mengintip pria itu dari balik kaca aquarium besar yang membatasi ruangan.

Gubrak! Claudia kehilangan keseimbangan dan terjatuh dari atas kursi.  Gadis itu meringis kesakitan merasakan lututnya membentur ke lantai marmer yang keras. Saat dia hendak berdiri, keningnya membentur kursi.

   'Aow … sial banget sih. Aduh kening ini semakin benjol dah.' Gadis itu menggumam lirih sambil menggosok keningnya yang terasa sakit.

Langkah kaki terdengar mendekat ke arahnya, Claudia segera berdiri dan menempel ke kaca aquarium, dia bersikap seolah-olah sedang mengagumi indahnya ikan di balik kotak kaca berukuran dua kali satu setengah meter itu. Aneka ragam ikan bawah laut dengan warna-warni indahnya berseliweran lincah seakan-akan mengolok  Claudia. 

"Makan siang sudah tiba, kau suka chinese food, bukan?" 

"Apa? Makan siang?" Claudia meloncat kaget.

"Iya. Memangnya kamu ada janji?" Ryan dengan santai mengeluarkan box-box kecil dari dalam kantong kertas.

"Aku … tidak, hanya saja …." Claudia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. 

Gadis itu merasa malu menyadari jika dia sudah merepotkan tuan rumah yang begitu baik. Ini adalah pertama kalinya bagi dirinya berkunjung ke rumah seorang laki-laki dan hanya berdua saja. Claudia biasanya selalu pergi kemana pun dengan Jane dan Sisca. Bahkan ketika kedua sahabatnya sedang berkencan.

"Tidak perlu sungkan, aku senang ditemani dirimu. Kalau kau mau kau bisa kok menginap lagi di sini." Ryan kembali tertawa kecil melihat Claudia melotot ke arahnya.

Mata bulat tetapi kecil itu terlihat lucu ketika sedang melotot. Hidung mungilnya yang kembang kempis ketika merasa gelisah, sungguh menggoda jari Ryan untuk menyentilnya. Apalagi bibir mungil yang terkadang mengerut saat sadar telah melakukan kesalahan. Apapun yang Claudia lakukan begitu menggemaskan di mata Ryan.

"Aku harus pulang setelah pakaianku kering." Claudia duduk kembali dan mulai mengambil sebuah kotak yang berisi nasi ayam kungpao. "Terima kasih."

Sesaat keheningan tercipta diantara mereka, hanya decap nikmat ketika nasi dengan ayam kungpao beradu dengan gigi dan berbaur dalam lidah. Rasa lapar yang tersembunyi mulai mereda saat kalori tersebut mulai memberi energi.

"Ini enak sekali." Seruan kenikmatan tak dapat ditahannya lagi. "Sudah lama aku tidak pernah makan nasi seperti ini."

"Oh ya, lalu apa yang kau makan selama ini?" Ryan menatap Claudia penuh rasa ingin tahu. Melihat betapa kurus dan mungilnya gadis itu, membuat Ryan yakin jika dia sedang diet ketat. 

"Peter tidak suka makan seperti ini," ujarnya lirih. 

Claudia teringat dengan mantan kekasihnya yang lebih menyukai pizza, hamburger dan hotdog. Meskipun, bosan Claudia tidak pernah protes dan gadis itu lebih memilih menikmati salad atau chicken steak setiap kali mereka berkencan. Berlalunya waktu tanpa kebersamaan mereka pun, Claudia melupakan makanan kesukaannya.

"Kalau begitu, bagaimana jika setiap sabtu akan menjadi makan siang kita bersama?" Ajakan Ryan membuat Claudia heran.

"Kau mengajakku?"

"Iya, siapa lagi selain dirimu di sini." Ryan menoleh ke kanan dan ke kiri. "Apa ada orang lain?" 

"Ih, gak lucu." Claudia mencibir.

Tawa mereka memenuhi ruangan tersebut. Bersama Ryan yang baru dia kenal selama beberapa jam gadis itu merasa nyaman, seakan mereka adalah sahabat yang sudah lama tidak pernah bertemu.

"Aku rasa pakaianku sudah kering."

 Claudia segera membereskan kotak kosong chinese food dan membuang di tempat sampah. Gadis itu kemudian berjalan menuju ke mesin cuci dan merasa lega ketika mesin itu telah berhenti bekerja. Dengan pakaian kering di tangannya, dia kembali menuju ke kamar.

"Aku pinjam kamarmu lagi ya." Claudia meminta izin tanpa menghentikan langkahnya.

Beberapa saat kemudian. Claudia sudah keluar dari kamar tidur dan menemui Ryan yang sedang duduk menantinya di ruang tengah. Gadis itu terlihat sangat cantik dengan pakaian ketat yang membalut tubuhnya. Meskipun tanpa polesan make up dan keningnya bengkak, tetapi pesona gadis itu telah berhasil memikat Ryan.

"Terima kasih sudah menjagaku. Aku harus pulang dan baju ini … aku masukan mesin cuci ya." 

Claudia menunjukan kemeja yang dia kenakan tadi.

"Tidak perlu." Ryan mengambil kemeja tersebut. "Ayo, aku antar kau kembali ke apartemenmu."

Pria tampan itu meletakkan pakaiannya di kursi dan menuju ke pintu depan menyusul Claudia. Mereka berjalan bersisian melewati lorong apartemen dalam diam.

"Apa kau ada acara nanti malam?" Tiba-tiba Ryan menghadang langkah Claudia.

"Ada. Menonton televisi sambil makan popcorn," sahut gadis itu cepat. 

"Bagaimana kalau kita keluar malam ini?" Pertanyaan Ryan membuat gadis itu termangu.

Ajakan keluar dari seorang pria untuk keluar pada malam hari, dia artikan dengan cepat sebagai ajakan kencan. Claudia merasa hal itu tidak benar, selain dia baru saja secara resmi putus cinta, dia juga baru mengenal Ryan kurang dari dua puluh empat jam. 

"Aku rasa … aku tidak ingin kemana pun malam nanti."  Claudia menyerang langkahnya melewati Ryan.

Sabtu malam sesungguhnya waktu yang sangat tepat untuk menghabiskan waktu dan bersenang-senang. Namun, akibat kekonyolan yang dia lakukan semalam membuat Claudia merasa lebih baik mengurung dirinya. Gadis itu tidak yakin jika dia bisa mengendalikan diri di saat benaknya sedang gundah.

"Sayang sekali … padahal malam nanti ada Shawn Mendez mengisi acara di Pub." Perkataan Ryan membuat Claudia tersentak.

"Apa? Penyanyi terkenal itu?" Gadis itu menatap Ryan tak percaya. "No Way! Kau pasti bohong." 

"Kenapa tidak kau buktikan perkataan ku dengan pergi ke pub malam ini?" 

"Aku … emh …." Claudia merasa ragu. 

Mereka berjalan hingga berhenti di sebuah pintu bercat putih masih di ujung lorong. Saat melihat hiasan di depan pintu tersebut, Claudia tersentak kaget. 

"Loh, ini kan … jadi kita?" Claudia menatap Ryan dengan heran.

"Benar sekali, Mungil," Ryan menyentil hidung Claudia dengan gemas, "kita bertetangga." 

Love in PubWhere stories live. Discover now