Teman Baik

23 6 1
                                    

"Gadis Nakal!" Jean menghampiri Claudia dan menarik telinga kiri gadis itu.

"Aow sakit." Claudia meringis sambil memegang tangan Jean yang masih di telinganya. "Lepaskan dong."

"Kau memang harus dihukum." Sisca menarik telinga kanan Claudia.

"Aow, kalian apaan sih. Ini rasakan juga!" Claudia merenggangkan kedua tangannya untuk menjewer telinga Jean dan Sisca.

"Aow, sakit. Sakit. Lepaskan." kata-kata itu terdengar sahut menyahut di dalam apartemen mereka. Beberapa saat acara tarik menarik telinga itu berlangsung tanpa ada yang mau mengalah, hingga akhirnya mereka semua tersandung sofa dan jatuh tumpang tindih.

"Aduh, geser! Kalian berat sekali." Claudia mendorong Jean dan Sisca  yang berada di atasnya hingga bergulingan di pinggir.

"Apaan sih, aku baru datang langsung dijewer!" Claudia menggerutu sambil memegang kedua kupingnya yang terasa panas.

"Gadis Nakal! Ke mana saja kau semalaman?" Jean menggeser tubuhnya condong ke arah Claudia.

"Kau semalaman menginap di rumah lelaki tampan itu?" Sisca menekuk kedua kakinya dan menatap Claudia dengan tatapan menyelidik.

"Kalian sendiri bagaimana, teman tidak bertanggung jawab kenapa meninggalkanku yang lagi mabuk sendirian di dalam pub?" Claudia mengerutkan bibirnya dan menatap Jean juga Sisca bergantian dengan kesal.

"Apa kamu tidak ingat, kalau semalam kau yang menyuruh kami pergi dan bilang kalau kau tidak apa-apa sendirian di sana?" Jean mencibir kesal ke arah Claudia.

"Aku?  Bilang seperti itu?" Claudia membuat wajah tak percaya.

"Lupakan tentang itu. Sekarang ceritakan pada kami, apa yang kau lakukan semalaman dengan pria tampan itu?" Sisca merapat ke tubuh Claudia.

"Tidur aku rasa."

"Tidur?" Jean dan Sisca serempak terkejut.

"Iya tidur. Waktu bangun aku bahkan belum sadar kalau itu bukan apartemen kita."

"Terus … terus …." Jean dan Sisca semakin penasaran dengan kelanjutan cerita Claudia.

"Terus apaan sih, aku mau ganti baju dulu." Baru saja Claudia berdiri dari duduknya, tangannya kembali ditarik oleh kedua sahabat dari kecilnya.

"Jangan pergi sebelum selesai bercerita." Ucapan tegas Sisca membuat Claudia bungkam.

Gadis itu menutup bibirnya rapat-rapat ke dalam mulut. Dia tidak tahu harus memulai dari mana menceritakan semua kejadian memalukan di apartemen Ryan. Kedua teman baiknya ini pasti akan terus menggoda jika mereka tahu dia jatuh ke dalam bathup di hadapan Ryan dan mengenakan kemeja pria itu tanpa pakaian dalam.

Mengingat  hal tersebut tiba-tiba saja wajah Claudia memerah. Dia menurunkan matanya menatap ke bagian dada, meskipun bagian itu tidak sebesar milik Jane dan tidak sekecil milik Sisca, tetapi jika tanpa bra, maka ….

"Astaga!" Claudia tiba-tiba berdiri. Dia berlari dengan cepat tanpa sempat dicegah oleh Jean dan Sisca. Claudia membanting pintu kamarnya dan mengunci dengan rapat.

"Tidak mungkin." Masih dengan menyandarkan diri di balik pintu kamar, Claudia memegang jantungnya yang berdebar dengan kencang.

"Tenang … tenang Claudia. Tidak mungkin kelihatan jelas, kan?" Claudia dengan cepat beranjak menuju lemari pakaiannya dan mengambil sebuah kemeja.

"Ah, ini tidak sama, ini terlalu kecil." Diletakkannya kembali kemeja kerjanya dan mengambil sebuah daster yang kebesaran. Claudia bergegas melepaskan gaun, kemudian dia mengenakan daster tersebut tanpa pakaian dalam.

"Oh, tidak!" Claudia menepuk keningnya. "Aow!" Dia meringis menahan sakit.

Claudia meletakkan tangannya di dada dan membanting tubuhnya di tempat tidur.

"Memalukan. Memalukannn!" Gadis itu menghentak-hentakan kakinya di tempat tidur.

Dia baru saja menyadari jika tanpa pakaian dalam, meskipun dengan bagaikan kebesaran, maka benjolan di bagian dada akan kentara. Dalam pikirannya pun, Claudia terus mengingat-ingat apakah dia sudah mengancing rapat semua kancing kemeja tersebut.

"Cukup, sudah! Tidak perlu diingat-ingat lagi mengenai hal itu, lupakan dan jangan pernah terulang!" serunya bersemangat.

Tiba-tiba saja mata Claudia bertumpu pada kartu undangan yang tergeletak di meja. Di kamar yang hanya berukuran enam kali lima meter itu, dengan jarak antara tempat tidur dan meja hanya satu metre, Claudia memilih mengalihkan pandangannya ke jendela daripada meraih undangan tersebut.

Gadis itu teringat jendela besar di kamar Ryan. Tempat tinggal yang menyatukan tiga apartemen sekaligus itu, sungguh terlihat sangat leluasa dibandingkan apartemen paling ujung dan paling kecil yang ditempatinya saat ini. Design ruangan yang dirombak sedemikian rupa membuat Claudia tidak menyadari jika berada dalam satu bangunan dengan tempat tinggalnya.

"Claudia … Claudia ...." Ketukan di pintu dan suara mendayu dari kedua sahabatnya terdengar bersahutan.

"Aku sibuk!"

"Ada salad buah loh, mau gak? Ada Apple, kiwi, anggur, strawberry--" belum sempat Jane menyelesaikan kalimatnya, pintu kamar sudah terbuka dan Claudia menyambar semangkuk salad buah dari tangan gadis itu.

Tanpa menghiraukan tatapan dari kedua sahabatnya itu, Claudia berjalan menuju meja makan yang menyambung dengan dapur. Dia duduk dan langsung menyantap salad buah kegemarannya. Sesuap demi Sesuap dihabiskannya, sambil terus merenung hal apa yang seharusnya dia lakukan.

"Menurut kalian," tiba-tiba gadis itu berbicara dengan mulut yang masih penuh dan sendok di tangan, "Apakah aku harus menghadiri pesta pernikahan Peter?"

"Tentu saja!" Jane dan Sisca menjawab bersamaan.

"Kompak banget sih kalian?" Claudia melirik ke arah kedua sahabatnya yang saat ini sedang duduk di seberang meja.

"Kau sudah tidak sedih?" Jane bertanya dengan nada prihatin.

"Sedih? Buat apa? Hidup terlalu singkat untuk menyesali pengkhianat, bukan?" dengan acuh Claudia memutar-mutar sendoknya.

Jane dan Sisca saling bertukar pandang, mereka sesungguhnya merasa lega jika memang benar Claudia sudah tidak merasa tergoncang lagi dengan pernikahan Petre. Namun, yang mereka khawatirkan adalah tatapan kosong gadis itu. Jane dan Sisca meragukan jika luka Claudia bisa secepat itu terobati.

"Apakah kalian akan menemaniku?" Claudia menatap kedua temannya penuh harap.

"Tentu saja," sahut Sisca.

"Tidak, tidak, kau tidak akan datang ke pesta itu dengan kami." Jane menepuk tangan Sisca yang sebelumnya mengiyakan pertanyaan Claudia.

Claudia melotot kesal ke arah Jane. Dia tidak menyangka jika gadis tertua diantara mereka ini akan bersikap kejam. Jika Jane sudah mengatakan tidak, maka Sisca pasti akan menurut.  Apabila hal itu sampai terjadi, maka Claudia bisa yakin dia akan terlihat menyedihkan di pesta pernikahan Peter.

"Kenapa kau begitu kejam dan tidak setia kawan?" protes Claudia.

"Jangan asal menuduh, siapa yang tidak setia kawan?" Jane tak kalah sengit menimpali protes Caludia. "siapa nama pria yang mengantar mau tadi?"

"Ryan?" Claudia segera menutup mulutnya rapat-rapat, teringat jika dia baru saja keceploasan.

Penuh rasa was-was Claudia menatap ke arah Jane. Seperti yang dia duga senyuman lebar tersungging di wajah bulan Jane. Kerling mata menggoda Jane, menyakinkan Claudia jika ada ide nakal yang terlintas.

"Kau harus pergi ke pesta itu bersama Ryan!"

Ups! Seperti yang Claudia duga.

Love in PubWhere stories live. Discover now