Terkunci

20 4 1
                                    

Hanya satu minggu lagi pernikahan Peter akan dilangsungkan, Claudia masih belum memutuskan dengan siapa dia akan menghadiri pesta tersebut. Jane dan sisca sudah menegaskan tidak akan menemani dirinya bahkan mengeluarkan ultimatum, agar dia pergi dengan Ryan.

Ryan pemuda yang baik, hal itu diakui oleh Claudia, oleh karena itu dia merasa tidak nyaman memanfaatkan kebaikan tetangganya itu. Pemuda yang selalu menjaganya dan memperlakukan dirinya bagaikan seorang ratu. Gadis itu tidak terbiasa diperlakukan begitu istimewa, tidak juga oleh kekasihnya dulu. Claudia gadis ceroboh yang seringkali dimanfaatkan kebaikannya oleh Peter.

Gadis itu sudah belajar dengan cepat menerima kenyataan, jika hubungannya benar-benar sudah selesai dengan pria yang memutuskan dirinya tanpa kejelasan. Claudia tidak menenggelamkan dirinya pada kesedihan, tetapi dia juga tidak mau membuka diri pada hubungan dengan siapapun.

"Claudia, ayo pulang." Sisca dan Jane sudah menyelesaikan pekerjaannya dan bersiap pulang.

"Ah, aku belum selesai." Gadis itu menekuk wajahnya sambil menunjukan tumpukan berkas.

"Sudah dua minggu ini kau kerjanya lambat sekali. Bagian mana yang belum kau selesaikan, sini kami bantu." Jane dengan gemas duduk di sebelah Claudia.

"Sudah, kalian pulang saja. Aku akan menyusul nanti. Lagipula di divisi lain banyak  kok yang lembur." Dia menepis tangan jane yang hendak melihat hal yang sedang dikerjakannya.

"Biarkan saja dah, Jane. Nanti juga dia pulang. Untung dari kantor menuju apartemen ada bus gratis." Sisca yang tampak lelah menarik tangan Jane.

"Cepat kerjakan jangan bermalas-malasan. Aku bisa curiga kalau kau sengaja mau menghabiskan waktu dengan James." Jane melirik ke arah pria gendut yang masih berkutat dengan laporannya.

"Dasar, otak curigaaan melulu. Sudah, pulang sana! Lihat Sisca wajahnya kucel sekali." Claudia tersenyum geli melihat wajah Sisca yang ditekuk.

Jane memberikan kode dengan jari telunjuk dan jari tengah yang diarahkan dari matanya menuju ke mata Claudia. Kode yang mengartikan jika dia mengawasi gadis itu, dijawab dengan kibasan tangan dan senyuman lebar Claudia.

Sepeninggal Jane dan Sisca, Claudia menghela napas melihat ke arah berkas laporan yang sebenarnya bisa diselesaikan sedari tadi. Hanya karena menghindari bertemu dengan Ryan, Claudia sengaja mengambil lembur. Claudia sudah hafal dengan jadwal aktivitas Ryan yang selalu berangkat ke Pub pukul enam sore.

"Hai, Claudia, kita sama-sama lembur lagi hari ini." James tiba-tiba saja sudah duduk di samping gadis manis itu.

"Kamu belum selesai juga, James?" Claudia yang selalu ramah membuat James merasa diperhatikan.

"Eh, sebenarnya aku sudah selesai." James tersenyum tipis. "Apa yang bisa aku bantu?"

"Aku? Haha … haha … sudah beres tinggal di sent dan save file. Done!" Claudia tertawa melihat ekspresi James yang tampak serius.

Gadis itu segera mematikan komputer dan melihat jam di dinding baru pukul lima dua puluh lima sore. Lima menit lagi, adalah bus terakhir yang akan mengantarkan para karyawan pulang ke lokasi yang telah ditentukan.

"Bagaimana kalau kita makan malam bersama terlebih dahulu, kemudian aku akan mengantarmu pulang." James bernapas lega akhirnya berhasil memberanikan diri untuk mengajak Claudia makan malam.

"Ah, maafkan aku James. Aku lagi diet." Claudia sengaja menghindari setiap kebaikan dari James, karena dia tidak ingin pria itu menyalah artikan semuanya.

Gadis itu tidak ingin terlibat dalam hal asmara dengan siapapun, apalagi melibatkan teman sekantor. Dia tidak mau James salah paham padanya, apalagi Claudia sering mendengar ucapan Jane dan Sisca yang mengatakan pria gendut itu menyukainya.

Tujuan hidupnya saat ini hanya bekerja dan mengumpulkan uang, untuk melakukan perjalanan dengan kapal pesiar keliling Eropa. Impian yang pernah diucapkan bersama dengan Peter.

"Sayang sekali. Kalau begitu aku akan mengantarmu pulang. Bagaimana? Dengan mobilku." James mengerjapkan matanya penuh harap.

Claudia melirik jam di dinding yang menunjukan pukul lima tiga puluh sore. Bus antar jemput pasti sudah bersiap untuk berangkat dan sudah terlambat baginya untuk mengejar. Sejenak dia berpikir alasan apa yang harus digunakan untuk menghindari James.

"Mungkin lain kali kau bisa mengantar kami bertiga, biar makin seru. Saat ini aku ingin berjalan kaki dari kantor ke apartemenku." Claudia mengambil tasnya dan berjalan menuju lift.

"Jalan kaki dari kantor ke apartemenmu?" James tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh gadis itu.

"Iya. Olah raga." Claudia tertawa lepas menepiskan kenyataan jika saat ini dia mengenakan sepatu kerja berhak lima centimetre.

James hanya bisa menggaruk kepalanya yang tidak gatal, dia kehabisan akal bagaimana bisa menghabiskan waktu berduaan dengan Claudia. Berjalan kaki dari kantor menuju ke apartemen gadis itu memakan waktu sekitar tiga puluh menit dan hal tersebut cukup melelahkan.

"Aku akan menemanimu!" seru James tiba-tiba.

"Heh?" Claudia terkejut melotot ke arah James. Arah rumah mereka berlawanan, bagaimana bisa pria itu nekat mengantarnya dengan berjalan kaki.

"Gak perlu, James. Rumahku ke arah kiri dan rumahmu ke arah kanan. Masa kamu mau muter-muter ga jelas?" Claudia menutup mulutnya yang hendak tertawa, ketika melihat wajah kecewa James.

"James, terima kasih untuk kebaikanmu, tetapi aku juga tidak mau teman baikku ini kecapaian, nanti kalau kau kurus gak ada yang lucu lagi dong di divisi kita." Claudia bercanda untuk menepis kabut di wajah James.

"Jadi, aku hanya pria lucu di matamu?" gumam James lirih nyaris tak terdengar Claudia. "Baiklah, aku si lucu yang akan membuatmu tertawa, ayo biarkan aku berjalan dan menggelontorkan sedikit lemak di tubuhku." James masih bersikeras dengan kemauannya.

"Baiklah. Jangan pingsan di jalan ya." Claudia terpaksa mengiyakan kemauan James.

Mereka berdua berjalan berdampingan di sepanjang trotoar jalan raya menuju ke apartemen Claudia. Apartemen yang ditempati gadis itu sebenarnya milik orang tua Jane, yang memiliki peternakan ayam di pinggiran kota Miami. Ayah Claudia dan Sisca merupakan sahabat baik yang juga memiliki peternakan ayam, meskipun tidak sebesar milik keluarga Jane.

Ketiga gadis tersebut memutuskan bekerja di pusat kota Miami, di sebuah perusahaan yang menyediakan petugas keamanan dan penyewaan alat transportasi. Bukanlah suatu perusahaan besar, tetapi ketiga gadis itu sangat senang bekerja di sana. Mereka tidak mau berkutat dengan ayam-ayam, yang mana sudah ada saudara laki-laki menanganinya.

"Akhirnya sudah sampai, James. Terima kasih." Claudia menghentikan langkahnya di depan area apartemen miliknya.

"Tidak terasa ya. Emh … kalau begitu …." James menanti undangan Claudia untuk mengajaknya masuk ke apartemen dan menawarkan segelas minuman, tetapi gadis itu tidak bereaksi apapun.

"Sampai jumpa besok, Jame." Claudia melambaikan tangannya.

"Sampai jumpa besok, Claudia." James terpaksa menelan kekecewaannya.

Kepergian James diiringi tatapan mata Claudia, gadis itu memutuskan untuk masuk ke dalam apartemen setelah melihat James berjalan cukup jauh. Dengan senandung riang Claudia masuk ke dalam lift tanpa menyadari jika sejak tadi ada sepasang mata yang mengawasinya dengan cemburu.

Tiba di depan pintu apartemennya, Claudia membuka tas dan mencari kartu untuk membuka kunci apartemen, tetapi dia tidak dapat menemukannya.

"Janeee! Siscaaaa! Buka pintuuuu!" Claudia menggedor pintu apartemen dan tak ada seorang pun yang membukanya. 

Love in PubWhere stories live. Discover now