Chinese Food

31 6 2
                                    

"Apa yang terjadi?" 

Ryan yang melesat dari arah ruang tamu menuju ke dapur di kejutkan dengan api yang menyambar tinggi. Dia segera mematikan kompor dan menghidupkan penyedot asap yang terletak di atas kompor. Gerakan pria itu sangat cekatan.

Ryan kemudian menebarkan pandangan mencari keberadaan Claudia dan dia melihat gadis itu sedang duduk, meringkuk di bawah kolong meja dapur yang tinggi. Wajah cantiknya  merah padam dengan mata yang masih terbelalak. Ryan menahan senyuman melihat betapa imutnya keadaan Claudia baginya.

"Claudia, keluarlah." Ryan menyentuh bahu Claudia.

"Api." 

"Sudah padam. Jangan takut." Ryan membimbing gadis itu keluar dari kolong meja dan membantunya duduk di kursi. Dia mengambil lap bersih untuk menyeka keringat di kening gadis yang masih kelihatan syok.

"Apa kau baik-baik saja. Kenapa wajahmu memerah dan … hangat?" Tangan Ryan masih menempel di kening Claudia.

"Aku tidak tahu kalau arak masak bisa membuat api menyambar tinggi." Bulu kuduk Claudia meremang mengingat hampir saja wajahnya terbakar. Rasa panas api masih dirasakannya dengan jelas.

"Kau bisa tenang sekarang, apinya sudah padam."

"Steak ayamnya bagaimana? Gosong ya?" Claudia menengok ke belakang punggung Ryan. "Astaga!" 

Gadis itu menutup mulutnya yang terbuka lebar, terkejut melihat kekacauan yang telah dibuatnya. Minyak ada di mana-mana belum lagi kulit sayuran yang bertebaran dan garam yang tumpah. Claudia melirik ke arah daging ayam yang kelihatan sedikit gosong. Dia turun dari kursi berjalan menuju masakan gagalnya, gadis itu menusuk daging tersebut dengan garpu untuk dicicipi. 

"Pahit." Dia segera meludahkan daging ayam ke tempat sampah. Raut wajah Claudia tampak sangat sedih dengan kegagalan. Dia kemudian menoleh ke arah soup yang untungnya tidak gosong. "Setidaknya masih ada sup." pikirnya menenangkan diri.

Claudia mulai menyendok sup dan berharap setidaknya satu masakan ini akan berhasil, setelah kerja keras yang menghabiskan waktu hampir satu jam. 

"Puih!" Claudia menyemburkan sup di mulutnya dan tanpa disadarinya mengenai kemeja Ryan. "Maaf. Maafkan aku--" Claudia mengambil kain lap untuk membersihkan kemeja Ryan, tanpa memperhatikan jika lap itu sudah kotor akibat minyak yang berserakan.

"Ya, Tuhan apa yang aku lakukan." Claudia meringis melihat noda di kemeja Ryan.

Dia hampir saja menangis, tetapi tawa Ryan mencairkan ketegangannya. Pria tampan itu  dengan riang menertawakan kekonyolan yang dia lakukan.  Lelaki itu tidak sedikitpun terlihat marah ataupun engkel, meskipun Claudia sudah menyulap dapur modern yang bersih menjadi medan perang.

"Tidak apa-apa, jangan bersedih Claudia. Kau membuatku semakin gemas." Ryan mengangkat tubuh mungil Claudia ke atas kursi dan masih tertawa lebar dengan mengunci posisi duduk gadis itu.

"Hiks … masakanku." Claudia menekuk wajahnya.

 Perutnya sudah lapar sekali, tetapi tidak ada satupun masakannya yang bisa di nikmati. Claudia menyesali kebodohannya yang sok tahu, padahal dia sama sekali tidak bisa memasak. Keinginan untuk merawat Ryan yang sakit, malah membuat pria itu direpotkan dengan kekacauan yang dibuatnya. Claudia semakin merasa jika dia tidak berguna.

"Bukannya kau sedang sakit?" Claudia menatap heran ke arah Ryan yang tak berhenti tertawa lepas sejak mereka bertemu hari ini.

      'Bagaimana bisa orang sakit begitu ceria dan bersemangat, aku saja kalau sakit karena menstruasi, bisa seharian gulung-gulung di kamar,' batin Claudia heran.

"Awalnya aku sakit, tetapi langsung sembuh ketika bersamamu." Ryan mencubit pipi Claudia. 

"Memangnya aku obat, apa?"

"Iya, kau obatku yang paling mujarab." Ryan menatap lembut dan dalam Claudia untuk sesaat, membuat gadis itu mengalihkan pandangannya karena malu.

Pria itu kemudian berjalan menuju kulkas  dan membuka lemari pendinginnya yang  sudah kosong. Semua bahan makanan sudah dipakai Claudia tanpa ada yang bisa di makan. Pria itu berpikir sejenak untuk menyeduh mie instan, tapi dia mengurungkan niatnya itu.

"Bagaimana kalau kau ganti pakaianmu terlebih dulu sementara aku akan memesan makanan." 

"Tidak perlu ganti pakaian, aku mau bersih-bersih saja." Claudia dengan cepat turun dan mulai membereskan kekacauan yang diperbuatnya. 

"Biarkan saja, besok akan ada pelayan yang datang."

"Jangan khawatir, kalau bersih-bersih aku tidak pernah membuat orang kecewa." Claudia menyeringai.

Memang hanya bersih-bersih lah tugas rumah tangga yang bisa dilakukannya. Anak bungsu dari tiga bersaudara yang satu-satunya perempuan, tidak membuat dirinya berkutat di dapur melainkan hanya bermain bola dan aktif di group band. Hanya untuk menenangkan hati ibunya, Claudia melakukan pekerjaan rumah yang akhirnya membuat dia sangat ahli.

"Aku akan membantumu sebentar lagi." Ryan menghubungi restaurant langganannya dan memesan makanan, tetapi ketika dia hendak membantu Claudia, segala sesuatu sudah diselesaikan gadis itu.

"Tidak mengecewakan, bukan?" Claudia sudah menyeduh dua gelas susu sereal. "Untuk mengganjal perut," seringainya lebar.

"Ide bagus." Ryan mengambil susu sereal hangat itu dan meminumnya. 

"Beberapa hari ini, aku jarang bertemu denganmu." 

"Aku lagi banyak kerjaan di kantor, lembur. Jadi, sering pulang terlambat." Claudia menelan ludah menutupi kebohongannya.

Claudia tahu, selama dua minggu ini, hampir setiap sore Ryan mencarinya di apartemen, itu dia ketahui dari Jane dan Sisca. Claudia harus jujur jika dia senang bersama dengan Ryan, hanya saja dia masih terlalu malu untuk bertemu dengan lelaki itu. Perasaan itu  itu sesungguhnya membuat Claudia bertanya-tanya, apa penyebabnya.

"Hmm … aku tadi melihatmu berjalan dengan seorang pemuda--"

"Oh, James. Hahaha dia rekan sekantorku yang mencoba kurus dengan berjalan kaki." Claudia tertawa geli, mengingat raut wajah James yang memerah dan napasnya yang ngos-ngosan, padahal mereka jalan santai di sore hari.

"Kenapa kau tertawa, apakah James membuatmu senang?" Ada kecemburuan dibalik pertanyaan Ryan, sayangnya tidak dipahami oleh Claudia.

"James kan gendut dan mungkin tidak pernah olah raga, hahahaha … kasihan dia jalan ke kantor hingga apartemenku saja sudah kaya kepiting rebus. Apalagi kalau kembali ke kantor." Claudia tertawa terbahak-bahak, membayangkan James duduk di pinggir jalan dengan bernapas dari mulut dan tiba-tiba ada lalat hinggap. Gadis itu bergidik membayangkan James menelan lalat.

"Kau ini ada-ada saja." Ryan mengusap kepala Claudia dengan gemas. Gadis yang begitu polos di tengah kota metropolitan, bukankah hal itu sangat langkah.

Bel berbunyi, mata kelereng Claudia langsung berbinar membayangkan makanan yang di pesan oleh Ryan. Dia segera menyiapkan dua gelas air mineral saat pria itu membukakan pintu. 

"Makanan tiba." Ryan tersenyum lebar melihat Claudia sudah duduk dengan tenang di meja makan.

"Chinese food?" Mata Claudia berbinar. "Wow, banyak sekali."

Di meja makan sudah tersajikan, nasi goreng, mie goreng, ayam kung pao, Chinese omelet, oseng brokoli dan yang paling disukainya adalah fortune cookies.

Entah mengapa menikmati Chinese food dengan Ryan bagaikan sebuah tradisi. Gadis itu tidak pernah membeli makanan tersebut sendiri, meskipun saat makan siang dia bisa membelinya bersama teman-teman sekantor. 

Ai ajuns la finalul capitolelor publicate.

⏰ Ultima actualizare: Jun 01, 2022 ⏰

Adaugă această povestire la Biblioteca ta pentru a primi notificări despre capitolele noi!

Love in PubUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum