Kaki Yang Terkilir

31 6 0
                                    

Masih dengan pakaian pesta berwarna hitam yang membalut tubuhnya, Claudia duduk di sofa dengan kaki terjulur. Sesekali tampak wajahnya meringis kesakitan sementara tangan gadis itu meremas bantal bermotif badzmaru warna coklat.

Kakinya yang terjulur saat ini menopang di atas paha Ryan, sementara kaki lainnya sedang dipijat dengan ahli oleh lelaki tampan tersebut. Claudia menepiskan perasaan malu, ketika Ryan menawarkan diri untuk mengurut kakinya yang terkilir.

Jane dan Sisca tersenyum menggoda melihat bagaimana pria itu memperlakukan Claudia. Mereka berharap jika Ryan, suatu saat nanti akan menjadi pilihan terbaik untuk gadis itu. Membayangkan saja sudah membuat kedua gadis itu terus tersenyum.

"Mau ke mana kalian?" Claudia menatap tajam ke arah kedua temannya yang berjingkat pergi dari hadapannya. 

"Itu--" Sisca tampak kebingungan mencari kata yang tepat.

"Kau tidak akan membiarkan Adam dan Chad mengira kami adalah pembohong, bukan?" Jane memilih untuk jujur.

"Maksudnya, kalian akan meninggalkanku yang sakit sendirian?" Claudia melotot ke arah kedua sahabatnya.

Bagaimanapun juga keadaannya ini akibat sikap usil mereka. Sepatu yang baru dia dapatkan dari harga sale produk branded, sekarang sudah rusak. Seandainya saja mereka tidak memaksa dirinya pergi dengan Ryan, Claudia yakin dia sudah tidur nyenyak malam ini.

Claudia tidak bisa menerima jika kedua sahabatnya itu akan meninggalkan dia sendirian dengan Ryan, yang baru dikenalnya, kembali hanya berduaan. Bagaimana jika kedua orang tuanya tahu jika anak gadis mereka berdua dengan seorang pria di dalam apartemen yang sepi?

    'Oh tidak!'

"Tentu saja kau tidak sendirian, Claudia Sayang." Jane mengedipkan matanya.

"Ryan, titip jaga Claudia ya. Hati-hati dia menyala jika lapar." 

"Jangan khawatir aku bisa mengatasinya," sahut Ryan dengan senyuman lebar.

Tanpa menghiraukan Claudia yang hendak protes kedua sahabatnya langsung melesat pergi dan keluar dari apartemen. Tawa ceria mereka masih terdengar di posisi Claudia, yang saat ini masih di ruang tamu.

"Dasar mereka, tidak setia kawan." Claudia yang lupa jika kakinya masih di pangkuan Ryan, menghentikan kakinya.

"Aow!" Ryan merintih dan menekuk tubuhnya, ketika jejakan kaki Claudia mengenai perutnya.

"Ma--maaf, aku tidak sengaja, sakit yaa … maaf." Claudia yang panik melihat keadaan Ryan menggeser duduknya dan menepuk pundak lelaki itu.

 "Aku ambilkan kompres ya?" 

Dia melupakan kakinya yang masih sakit, gadis itu berdiri dengan cepat dan melangkah kan kakinya. Akibatnya, Claudia kembali terjatuh dengan kedua lutut yang membentur lantai dengan keras.

"Aduh!" air matanya seketika jatuh tak tertahankan.

"Claudia! Kau baik-baik saja?" Ryan dengan cepat membimbing gadis itu untuk berdiri. 

Pria itu merasa bersalah karena sudah berpura-pura kesakitan akibat jejakan kaki Claudia. Ryan segera mengangkat tubuh gadis  itu dalam gendongan dan membawanya kembali ke sofa. Melihat gadis itu menangis seperti anak kecil, Ryan semakin gemas.

"Hiks, kenapa aku ceroboh sekali, hikss." 

Ryan menghapus air mata Claudia dan membelai rambut gadis itu. Pria yang semakin tertarik dengan sikap polos gadis itu tersenyum lebar, ingin sekali dia mengecup bibir yang mengerucut itu. Rasa gemas yang tak tertahankan membuat Ryan mengecup kedua lutut gadis itu.

"Sudah tidak sakit lagi, 'kan?" Ryan tersenyum puas setelah mengecup lutut Claudia yang memerah.

"Idih, apa-apaan sih," wajah Claudia merona,"aku menggelikannya, kekanakan." Gadis itu masih sesegukan.

"Kau menggemaskan."

"Apanya yang menggemaskan, aku memalukan." Gadis itu menutup wajahnya. 

Claudia menggoyangkan kakinya di sofa, melupakan jika saat ini dia masih duduk di pangkuan Ryan. Gadis itu semakin terlena ketika Ryan memeluk tubuhnya dan meletakkan kepalanya bersandar di dada bidang yang nyaman.

"Kau tidak memalukan, aku malah suka dengan sikapmu yang apa adanya," bisik lembut Ryan.

"Apaan, apa adanya." Claudia yang protes seketika menutup mulut dan memegang perutnya yang tiba-tiba berbunyi nyaring.

"Haha hahaha, ada yang protes rupanya?" Tawa Ryan tak dapat dibendungnya lagi,

Pria itu tertawa dengan riang sambil mengacak rambut Claudia penuh rasa gemas. 

"Apa kau ada makanan yang bisa aku ambilkan?" Pertanyaan Ryan dijawab dengan gelengan kepala oleh Claudia. 

"Ada cereal sih dan telur?" Claudia merasa malu mengingat apartemen seorang gadis, tetapi tidak memiliki bahan makanan. "biasanya Sisca yang memasak makan malam untuk kami semua dan aku bagian mencuci piring atau berbelanja." 

"Kalau begitu, bagaimana jika kita ke pub ku dan menikmati makan malam di sana?" Ryan menatap lembut ke arah Claudia yang mengusap air matanya.

Beruntung sekali kali ini gadis itu menggunakan maskara anti air dengan hanya polesan singkat. Make up tipis yang dia kenakan tak membuat kecantikan alami dengan kulit selembut bayi itu, memudar, meskipun sudah terkena air mata.

"Tapi kakiku?" Claudia menatap ke arah kakinya dan saat itu dia baru tersadar jika semenjak tadi masih duduk di pangkuan Ryan. "Astaga!"

Gadis itu hendak turun dari pangkuan Ryan, tetapi pria itu dengan cepat menghentikan gerakannya. Claudia menatap heran dengan raut wajah yang polos. 

"Tidak usah turun, ingat kakimu masih belum sembuh benar, nanti jatuh lagi." Ryan menarik hidung mancung nan mungil milik Claudia dengan gemas. 

"Tapi-- eh!" Protes Claudia dijawab dengan tubuhnya yang sudah melayang. 

Ryan mengangkat tubuh Claudia, menggendongnya dengan menopang punggung dan paha belakang gadis itu. Refleks Claudia melingkarkan kedua tangannya di leher Ryan, untuk menjaga keseimbangan agar tidak jatuh.

"Kok di gendong, aku berat loh …."

"Benar, kau berat sekali." Ryan menggoda Claudia dengan berpura-pura hendak jatuh.

"Awas!" jerit tertahan Claudia, yang segera berubah menjadi cubitan di dada liat Ryan, ketika dia mendengar tawa pria itu menggodanya.

"Kau tidak berat, tetapi seringan bulu." Ryan semakin senang ketika melihat bibir Claudia manyun.

"Mau ke mana kita?" bisik gadis itu ketika melihat Ryan hendak mencapai pintu keluar.

"Masa sudah lupa. 'kan mau cari makan di pub."

"Tapi--"

"Apa kau tidak ingin makan semeja dengan Shawn Mendes?" Pertanyaan Ryan mengingatkan dia akan artis idolanya itu.

"Tentu saja mau, ayo berangkat." Claudia menepuk bahu Ryan dengan bersemangat. "Eh, tunggu! Sepatu-sepatu." 

Dia teringat jika saat ini kakinya tidak menggunakan alas. Beruntung sekali cat di kuku kaki masih rata dan dia tidak lupa menggunakan lotion untuk telapak kakinya.

Ryan membawa Claudia menunjuk lemari sepatu yang ditunjukan gadis itu. Masih dalam gendongan Ryan, Claudia mengambil sepasang sepatu tanpa hak. Mereka kemudian keluar dan menggunakan lift untuk turun ke lantai dasar.

"Loh, lewat Lobby?" Claudia terkejut ketika Ryan membawanya melalui lobby apartemen. 

Dia merasa sangat malu dan membenamkan wajahnya di ceruk leher pria itu. Gadis itu mengira, jika Ryan akan membawanya langsung menuju ke lantai bawah.

"Iya, mobilku sudah siap di depan." 

Ryan berhenti di depan mobil sport warna hitam yang sudah siap menanti mereka. 

"Selamat malam, Tuan Ryan. Ah, ada Nona Claudia," sapaan dari satpam hotel tersebut semakin membuat Claudia malu. 

Love in PubWhere stories live. Discover now