Bab 2 Meeting?

80 4 2
                                    

"Aku tidak menerima alasan apapun Stanley! Kau harus menemani ku ke acara ini. Aku tidak ingin pergi sendiri. Karena itu sama saja memperlihatkan kepala dunia, betapa single nya aku." Aaron, atasan dan juga adik kandung ibunya sudah berdiri menjulang di depan meja kerja Stan, dari beberapa menit yang lalu. Dia terus mengawasi Stan, seolah-olah bila ia berkedip sekali saja, maka keponakan nya yang tampan itu akan segera lenyap dari pandangan.

"Sama saja kau pergi dengan ku ke pesta itu. Aku laki laki. Apakah kau lebih suka orang berfikir kalau kita berdua gay?" Wajah tampan Stan mengernyit membayangkannya. Ia mematikan laptop dan memasukannya ke dalam ransel. Sang paman masih berdiri di depan meja kerja nya.

Stan melanjutkan, "Apa tidak ada seorang wanita yang bisa kau sewa untuk menemanimu kesana? Aku sudah berjanji untuk menjemput seseorang di bandara. Dia datang dari jauh dan aku harus menyambutnya."

"Beri kabar padanya kalau kau akan menjemput nya setelah acara kita selesai. Tidak akan lama Stan. Hanya mendengarkan sambutan dari walikota setelah itu kau boleh pergi", titah Aaron sekali lagi.

Sungguh, Stan sangat kesal saat itu. Tapi perintah Aaron tidak dapat ditolak. Adik ibunya sangat kaku dan kolot. Tapi juga sangat manja. Di usianya yang sudah menjelang 40 tahun, single tanpa pasangan, Aaron adalah sasaran empuk bagi teman nya se profesi sebagai bahan ledekan. Itulah kenapa Aaron selalu mengajak Stan ke setiap pertemuan atau pesta besar, karena Aaron tahu, bahwa nasib percintaan Stan tidak lebih baik darinya.

Mau tidak mau, Stan membuka ponsel untuk mengirim pesan kepada Mia. Shit! Daya ponselnya habis. Tidak mau menyala sama sekali. Padahal menurut perhitungannya, pesawat Mia sudah mendarat di bandara. Stan baru akan mencharge ponsel ketika Aaron keluar dari ruangan nya.

"Ayo cepat. Aku tunggu di tempat parkir", perintahnya.

Oh Mia!!!

################################

Mia kembali melihat arlojinya. Sudah 2 jam. Dan Stan belum juga datang menjemput nya. Sepotong strawberry cheesecake sudah habis ia makan. Dan sekarang ia sedang menikmati minuman coklat hangat ke dua nya.

Semua pesan yang ia kirim kepada Stan belum terbaca. Mia sudah mencoba untuk menelepon, tapi ponsel Stan tidak aktif. Mia mulai ragu. Apakah Stan serius ingin menjemput nya? Atau kah hanya main main?

Mia M. Brooke :
Stan, aku sudah akan masuk pesawat. Sampai bertemu disana 😊

Stanley A. Morgan :
Aku sudah tidak sabar bertemu dengan mu, Mia. Safe flight 😇

Mia membaca kembali percakapan nya dengan Stan sebelum berangkat kesini. Semuanya baik baik saja. Tapi kenapa Stan belum juga datang?

Mia kembali menyesap coklat yang sudah tidak lagi hangat. Ia memutuskan akan menunggu Stan 1 jam lagi. Jika lelaki itu belum datang juga, seperti nya Mia harus menyerah...

Saat itu juga, Mia merasa keputusan nya untuk datang ke negara ini, salah. Harusnya ia berfikir lebih matang. Hubungan mereka berdua memang sudah berlangsung selama 3 tahun. Tapi apakah Stan menganggap serius hubungan mereka berdua? Siapa tahu, Stan hanya main-main. Bisa jadi, Stan melupakan janjinya untuk menjemput Mia di bandara petang ini. Bisa jadi pula, Stan sedang berada di rutinitas harian nya, tanpa mempertimbangkan kedatangan Mia, karena Stan merasa, gadis itu bukan siapa-siapa...

Tidak bisa dicegah, air mata mulai menggenang di pelupuk mata nya. Dalam pandangan nya yang berkabut, Mia dapat melihat di arloji nya, sudah 3 jam tepat ia menunggu Stan disana. Tanpa tahu, apakah lelaki itu akan datang, atau tidak...

################################

"Hai Stan, aku baru saja sampai di bandara. Apakah kau jadi menjemput ku?"

"Aku menunggu mu di cafe, Stan. Di sudut ruang tunggu."

"Stan, aku sedang makan kue dan meminum coklat hangat. Apakah kau ingin aku pesankan sesuatu?"

"Stan, apakah kau masih sibuk? Maaf jika aku mengganggu waktumu."

*Panggilan tak terjawab dari Mia M. Brooke*

"Tidak apa apa Stan jika kau tidak bisa menjemput ku. Aku bisa pergi ke hotel sendirian. Tapi tolong beri aku kabar, oke?"

"Stan, apakah kau baik baik saja? Aku mengkhawatirkan mu."

*3 panggilan tak terjawab dari Mia M. Brooke*

"Stan, kau baik baik saja kan?"

"Stan, tolong beri aku kabar secepatnya. Aku sangat khawatir."

"Stan, kau tidak perlu menjemput ku kalau kau tidak mau. Aku sudah dewasa. Aku tidak ingin merepotkan mu."

Stan membaca semua pesan Mia untuk nya, tepat setelah ia menyalakan ponsel. Hari ini semesta sedang tidak berpihak kepadanya. Ponselnya mati kehabisan daya. Power bank nya tertinggal. Dan yang lebih mengesalkan, tua bangka Aaron, merengek minta ditemani sampai acara meet and greet dengan walikota baru selesai. Ia tak punya pilihan lain. Ia mulai menyukai profesi barunya sebagai editor di salah satu surat kabar ternama di negara nya. Ia tak mau kehilangan pekerjaan hanya karena hal konyol, walaupun sangat mengesalkan.

Stan terus membaca pesan Mia satu per satu. Sampai pada pesan yang terakhir, jantung Stan seperti meluncur turun. Tangannya bergetar. Hati nya penuh dengan rasa bersalah. Ia memberhentikan mobilnya di bahu jalan, supaya dapat membaca pesan Mia dengan jelas.

"Stan.. Maaf jika kedatangan ku mengganggu waktu mu. Sungguh aku sangat ingin bertemu dengan mu. Laki laki yang selama 3 tahun sudah menemani hari hari ku, walau pun kita hanya berbincang lewat surel atau panggilan video.
Tapi, aku tidak boleh egois, bukan? Aku tidak boleh memaksa jika kau tidak ingin bertemu denganku.
Aku sudah sampai di negara impian ku, Stan. Berkat kau, aku berada disini sekarang. Aku bangga kepada diriku sendiri, Stan. Aku yang tadinya hanya seekor katak, berani keluar dari tempurung ku. Dan ini luar biasa Stan. Semuanya berkat kau...
Terima kasih atas usahamu membujuk ku untuk keluar dari zona nyamanku, Stan. Kalau bukan karena kau, aku tidak akan ada disini sekarang. Aku akan menikmati keberadaan ku selama disini Stan. Kau tidak perlu khawatir.
Terima kasih sudah menemaniku selama ini Stan. Semoga semua hari mu menyenangkan.
Salam sayang dari ku, Mia M. Brooke"

Stan menghembuskan nafas kasar. Dia sudah sangat mengecewakan Mia, gadis lugu yang rela terbang ribuan kilometer untuk bertemu dengan nya. Gadis itu pasti sangat sedih sekarang. Berada di negara asing, tanpa seorang pun mendampingi nya.

Stan memacu kembali mobilnya. Semoga belum terlambat. Stan yakin, Mia masih di bandara, berharap ia menjemput nya. Arloji nya menunjukan hampir pukul 11 malam. Itu artinya hampir 6 jam Stan membiarkan Mia menunggu di bandara seorang diri. Ia memang laki laki brengsek. Beberapa kali ia mengumpat. Umpatan yang mungkin akan membuat nenek nya bangkit dari kubur jika mendengarnya.

Semoga Mia tidak gegabah untuk pergi sendiri ke hotel. Stan bergidik, tidak dapat membayangkan gadis lugu seperti Mia, pergi sendirian di hari yang sudah larut, dan ditempat yang rawan dengan tindak kejahatan. Stan semakin memacu kecepatan SUV hitam nya.

################################

Stan keluar dari cafe dengan lesu. Mia sudah tidak berada disana. Kalau melihat kembali foto yang gadis itu kirimkan beberapa jam yang lalu, harusnya posisi itu tidak jauh dari kasir. Stan juga sudah mencoba untuk menghubungi Mia lewat panggilan ponsel. Tapi tidak tersambung. Kemana gadis itu?

Stan duduk di salah satu kursi tunggu. Ia menunduk kan badannya dalam dalam. Perasaan nya sesak. Penuh dengan rasa bersalah. Juga bingung. Kemana ia akan mencari Mia? Gadis itu sudah pernah memberitahu nama hotel tempatnya akan menginap. Tapi Stan benar benar lupa nama hotel nya. Ia mencoba menghubungi Mia sekali lagi. Nihil. Ponsel nya masih tidak aktif.

################################













STANd(ing) Still Où les histoires vivent. Découvrez maintenant