Bab 5 Overthinking

50 5 0
                                    

"Hei, apakah kau tidak lelah tersenyum?"

"Tidak."

"Sepertinya bahagia sekali ya."

"Tentu. Aku berada di negara yang aku impikan sejak dulu. Dan, seorang laki-laki tampan ada disini menemaniku", jawab Mia sambil mengedipkan sebelah matanya.

"Huh, terdengar sedikit nakal ya", tak urung Stan tertawa. Lelaki itu mulai memakan burger kedua nya malam ini. "Aku pastikan aku makan dengan cepat, supaya kita bisa cepat pulang, oke?" Perkataan Stan terdengar lebih seperti pernyataan. "Kau harus cepat menghubungi ayahmu. Aku yakin ia pasti sangat khawatir karena putrinya tidak dapat dihubungi", ujar Stan lagi disela kunyahannya. Ponsel mereka berdua dalam keadaan mati karena kehabisan daya,  dan Mia belum menghubungi ayahnya lagi sejak kedatangannya.

"Baiklah", jawab Mia singkat.

Selanjutnya, Mia menghabisakan waktu dengan mempehatikan Stan makan. Sesekali ia mengusap sudut bibir Stan yang terkena lelehan saus, dengan menggunakan tissue. Sikap mereka tidak menunjukkan canggung sama sekali.

"Stan."

"Huh?"

"Bolehkan aku meminta bantuanmu?"

"Untuk?"

"Mengantarku ke hotel setelah ini."

"Ke hotel? Aku pikir kau akan tinggal bersamaku selama disini."

"Aku takut merepotkanmu.." jawab Mia sambil memainkan sebatang kentang goreng.

"Merepotkan bagaimana maksudnya? Aku lihat kau sudah cukup besar untuk makan sendiri. Tidak perlu kusuapi. Aku juga yakin betul kalau kau sudah tidak memakai popok. Dan setahuku, kaupun sudah bisa menyalakan kompor bukan? Lalu, dimana letak repot nya?", Stan memberondong Mia dengan pertanyaannya. "Apakah punggungmu perlu ku usap supaya kau bisa tidur?", tanya Stan geli. Masih tidak habis pikir.

"Tentu saja tidak", jawab Mia malu.

"Sayang sekali. Padahal aku akan dengan senang hati melakukannya", goda Stan.

"Berhenti menggodaku, Stanley." Mia hanya membuang muka dengan wajah merona. Stan tahu betul cara membuatnya malu dan salah tingkah.

"Lalu apa yang mengganggu pikiranmu, gadis manis?", lanjut Stan.

"Aku... Hanya tidak mau membuatmu tidak nyaman, kalau suatu saat.." Mia meneguk sodanya, "kekasihmu berkunjung, Stan." Mia mengucapkannya dengan hati-hati.

Stan sepertinya mulai tahu kemana arah pembicaraan ini. Lelaki menyesap sodanya hingga tandas, lalu menegakkan tubuh nya. Melipat kedua tangannya di depan dada. Menatap tajam kearah Mia, Stan berusaha keras untuk terlihat mengintimidasi. Walaupun dalam hatinya menahan tawa. Gadis ini betul-betul menggelikan.

"Jadi itu artinya kau menganggap ada kemungkinan kalau aku sudah punya kekasih. Begitu?", tanya Stan dingin.

"Ehm... Mungkin saja, bukan?", Mia tertawa hambar. Suaranya tawanya terdengar aneh.

"Oke. Jadi begitu ya."

Mereka terdiam selama beberapa saat.

"So... Setelah apa yang sudah kita jalani selama 3 tahun ini, kau masih menganggap ada kemungkinan aku sudah mempunyai kekasih, Mia?" Stan menghela napas. "Jadi ada kemungkinan juga kau menganggapku main-main selama ini?", tanya Stan dingin.  Bahkan Stan sendiri hampir merinding mendengar suaranya.

"Stan..."

"Mia", Stan memotong. "Kalau aku sudah punya kekasih, aku tidak akan berada disini sekarang. Kalau aku sudah punya kekasih, aku tidak akan menghabiskan banyak malam malamku dengan melakukan panggilan video dengan seorang gadis yang bahkan aku tidak pernah temui secara langsung. Aku tidak akan punya waktu untuk semua itu, Mia." Stan menjelaskan dengan suara yang lirih, akan tetapi penuh dengan penekanan.

Melihat Mia tidak menjawab, Stan menggenggam telapak tangan gadis itu. "Tatap aku Mia." Detik itu juga mata Stan bertemu dengan mata hazel jernih milik Mia. "Entah apa yang ada didalam kepala cantikmu ini", Stan mengusap lembut kepala Mia, "tapi kupastikan, nasib percintaanku, tidak lebih baik dari pamanku," Stan terkekeh sambil menggelengkan kepalanya. Mia pun ikut terkekeh.

Stan tahu pasti, Mia sama sekali belum berpengalaman terhadap hubungan laki-laki dan perempuan. Jadi Stan memutuskan untuk menanggapinya dengan sabar.

"Jadi Mia, maukah kau menghangatkan hari-hari lelaki tua dan kesepian ini?" Stan mencebik.

"Kau baru 27 tahun, Stan", jawab Mia sambil mengusap lembut rahang Stan. Mia dapat merasakan tekstur kasar disana. "Baiklah, aku akan tinggal bersamamu selama disini. Semoga kau tidak menyesal."

"Lagipula Sir Philip sudah menghubungiku, dan memintaku untuk mengawasimu selama kau berada disini. Bagaimana aku bisa mengawasi gadis nakal ini, kalau kau tidak tinggal bersamaku?"

Mia terkejut. "Ayahku? Menghubungi?"

"Iya", jawab Stan ringan.

"Kapan?"

"Sebelum kau terbang kesini."

"Apa saja yang ayahku katakan? Tolong beri tahu aku, Stan."

"Apa ya..." Stan pura-pura berpikir. "Selain lugu tapi keras kepala, sepertinya Sir Philip tidak berkata apa-apa lagi tentangmu." Stan tersenyum lebar, memperlihatkan deretan giginya yang rapi.

"Ohh ayah.. Kau membuatku malu saja." Mia menutup wajahnya dengan telapak tangan. Tetapi tetap tidak menyembunyikan rona merah yang menjalar sampai ke telinganya.

Stan menarik telapak tangan Mia dari wajahnya. "Sudahlah, kau tidak perlu malu. Karena aku sudah tau tentang itu", Stan kembali tergelak.

Mia memberengut kesal. Ekspresinya terlihat sangat lucu. Bibir merah itu... Bibir merah yang merona itu ... Stan lantas memalingkan wajahnya dari Mia. Ada rasa aneh yang menjalar, dan membuatnya merasa malu. Sepertinya, dia baru saja membayangkan hal yang tidak tidak dengan bibir itu. Stan menghela napas. Apakah keputusannya membawa Mia ke apartemennya, adalah keputusan yang tepat?

################################

STANd(ing) Still Where stories live. Discover now