5. Salutation To The Eternity

43 8 0
                                    

Beomgyu menatap keluarganya murung.

Mereka semua menangis. Bahkan ayahnya.


Yechan datang tak lama kemudian, menyampaikan pesan terakhir Beomgyu, yang semakin membuat isak tangis keluarganya bertambah.











Tubuh Beomgyu ditemukan gantung diri di pohon dekat rumahnya.

Beomgyu tidak tau apa yang terjadi. Dia tidak merasakan tubuhnya berpindah, dia tidak merasakan apa-apa. Seketika darah yang membasahi bajunya sudah tidak ada, berganti dengan luka membiru di lehernya.


















Hyunbin datang dengan syal tebal dan wajah pucat. Hyojung meminta maaf karena tidak bisa menemani Beomgyu selama beberapa hari ke belakang.

Semua teman-temannya ada di rumah, juga para tetangga. Tidak ada yang tidak datang. Semua orang di desanya datang.

Meski dia tidak kenal lebih dari sepertujuh orang-orang disana.

Beomgyu merasa terharu.
















Beomgyu duduk di tangga, melihat semua orang bersedih di lantai satu.

Juga duduk di belakang batu nisannya selama orang-orang mendoakan dirinya yang sudah ada di dalam tanah.



Yechan ada disana. Ikut berdoa. Ikut menangis. Ikut memberi semangat kepada keluarga Beomgyu.

Yeojin juga.
Gadis itu bertingkah seakan bukan dia yang menancapkan benda tajam itu di perutnya, yang juga hilang begitu saja.













Beomgyu tidak tau orang bisa sepalsu itu.












Tapi Beomgyu hanya bisa pasrah.

Mau apa lagi?

Semuanya sudah terjadi.



































Hari-hari Beomgyu habiskan dengan melihat orang tuanya beraktivitas dengan setengah hati.

Kakak-kakaknya tidak saling menunjuk saat ada piring kotor.

Semua tetangga bergantian memberi makanan untuk keluarganya. Dia ingin menyicipi dimsum buatan ibu Hyojung yang terkenal enak, tapi tidak bisa.





Beomgyu duduk disana saat keluarganya makan. Hanya denting piring beradu dengan sendok dan garpu.

Ayahnya tidak bertanya tentang keseharian kakak-kakaknya.

Ibunya juga diam saja.



Kenapa semuanya diam?
























Beomgyu disana. Terus ada disana.

Sesekali dia menemukan ibunya menangis di bawah pohon tempat raganya tergantung.

Juga kakak laki-lakinya menangis di tempat tidur.

Atau sekedar ayahnya diam lama di kursi depan tempat mereka biasa memakai sepatu.

Kakak perempuannya lebih banyak diam, lebih sering menunjukkan langsung rasa rindunya pada Beomgyu, dengan merapihkan tempat tidurnya, menata kembali pakaian-pakaiannya.




Semuanya membuat Beomgyu sedih.



Ia harap buku yang sering ia baca mengenai menyebrangnya orang mati ke akhirat akan benar-benar terjadi pada hari keempat puluh.

Beomgyu bosan bersedih melihat keluarganya menangis.
























Tapi itu tidak terjadi.

Beomgyu menghitung, apa dia salah?

Tidak mungkin. Itu hari keempat puluhnya. Dia harusnya menyebrang.



Seperti apa pula bentuk jembatan itu? Apa ada tangga yang menuju ke awan dengan pintu raksasa diujungnya? Yang ketika dibuka akan menampilkan jembatan besar tempatnya akan menyebrang?

Beomgyu tidak tau.
















Beomgyu sudah sangat siap pergi dari alam semesta. Rasanya sakit ketika harus melihat keluarganya tidak bercuap-cuap seperti dulu lagi.







Kapan Beomgyu akan dijemput?

Atau apakah dia harus pergi sendiri?

Beomgyu harus apa?












Sampai terdengar kata 'pindah' meluncur dari mulut ayahnya. Beomgyu belum juga menyebrang.

Sungguh, Beomgyu bosan.

I Found HerWhere stories live. Discover now