Bab 5

1.2K 203 7
                                    

Renjana di Ujung Senja
Bab 5

Aku meregangkan otot setelah selesai menulis. Kulihat jam di dinding, ternyata sudah waktunya makan siang. Baru kusadari, samar-samar tercium aroma sambal terung. Ketika membuka pintu, tampak Rajen tengah mengatur sesuatu di meja makan.

"Maaf, aku memakai dapurmu. Kita makan siang," ucapnya tersenyum.

Aku benci ini. Seharusnya tadi kuusir dia pulang. Kenapa tidak berubah? Seperti dulu, Rajen juga suka membuatkanku makan siang atau makan malam. Sebelum dia mengakhiri hubungan kami secara sepihak.

Sambal terung buatannya masih selezat dulu. Membuatku memikirkan istri pria itu yang pasti setiap hari dimasakkan olehnya. Ralat, sekarang mantan istri.

Usai makan siang, aku kembali ke kamar dan melanjutkan pekerjaanku sampai senja turun, sampai pintu rumahku diketuk oleh Juan.

Aku langsung memeluk Juan kemudian menciumi pipi kanan dan kirinya. Pria itu pun mencium keningku. Saat aku menoleh ke arah Rajen, ia masih berdiri mematung di dekat sofa.

Mata kelam Rajen tertuju ke arahku. "Aku tidak tahu sudah sejauh mana hubungan kalian. Namun, saranku sebaiknya kalian cepat menikah jika tidak ingin terjadi hal-hal tak diinginkan." Lalu pria itu berjalan melewatiku dan Juan tanpa berpamitan.

Dadaku sesak dan panas karena kata-katanya. Ingin sekali meneriakinya, tetapi aku hanya mampu diam.

"Apa tidak apa-apa, Yu? Kenapa kamu memintaku berbuat seperti tadi?" tanya Juan menggaruk kepalanya. "Laki-laki itu, mantanmu, sepertinya sangat marah...."

***

Setelah Juan pulang, aku kembali berkutat dengan pekerjaanku, menulis novel. Dalam proyek kali ini, aku menjadi ghost writer untuk seorang temanku yang kini menjadi artis papan atas.

Aku tidak sadar sudah ketiduran. Saat terbangun, aku mendengar suara-suara. Tubuhku menegang seketika. Maling? Tidak mungkin, kan? Aku tidak punya barang berharga di rumah ini. Lagi pula, selama bertahun-tahun tinggal di rumah ini, aku tidak pernah mengalami kejadian seperti itu.

Prang! Krak!

Aku berusaha menenangkan degup jantungku. Aku mencoba berpikir positif. Mungkin itu Orenji yang terbangun malam-malam karena lapar?

Aku membuka pintu kamar, dan terkejut melihat salah seorang tetanggaku di ruang tengah, jalannya sempoyongan. Kedua matanya memerah.

"Heh? Apa-apaan? Bagaimana bisa kau di rumahku? Tunggu... Apa kamu jalang yang disewa adikku?" tanyanya terkekeh menatapku dengan penuh berahi. "Lepas bajumu, dan kemarilah, Manis!"

Dano... apa dia mabuk? Apa yang harus kulakukan? Bagaimana cara mengusirnya? Di saat seperti ini, kenapa pikiranku malah buntu?

"Kamu salah masuk rumah, Dano. Ini bukan rumahmu, tapi rumahku."

Pria itu malah tertawa dan menganggapku bercanda. Tubuh tinggi berototnya maju ke arahku. Panik, aku berbalik dan hendak masuk ke kamar, tetapi pria itu lebih cepat meraih bagian belakang bajuku. Aku berteriak dan meronta saat ia mendekapku erat dari belakang dan mengangkat tubuhku.

"Lepaskan aku!"

"Diamlah. Berengsek, kenapa jalang satu ini malah liar? Tapi, tak apa, lebih menggairahkan," ujarnya dengan suara serak disertai kekehan. Aroma alkohol menyengat mengelilingku. Benar, dia mabuk!

Pria ini membantingku ke ranjang kemudian menindihku. Raut wajahnya dipenuhi nafsu dan tenaganya luar biasa.

"Orenji! Orenji!" Aku memanggil sahabatku, biasanya ia tidur di rumah ini di mana pun ia suka. Namun, sejak tadi aku tidak melihatnya. Ke mana kucingku?!

Aku menggeleng dan berteriak-teriak saat Dano mencoba menciumku. Aku juga menendang, tetapi karena tubuh besar Dano menindihku, gerakanku terbatas.

Terngiang kembali kata-kata Rajen tadi pagi dan kesombonganku yang menjawab bahwa selama ini kehidupanku baik-baik saja hanya berdua Orenji.

"Teruslah berteriak, Jalang, kamu membuatku semakin bergairah."

Dano mengoyak kausku, ia juga menampar wajahku sementara tubuhnya mendudukiku. Saat ia meremas kuat payudaraku, aku hanya bisa pasrah. Air mataku menitik.

Apa karena aku menyakiti Rajen, nasibku menjadi seperti ini? Padahal aku yang tersakiti selama bertahun-tahun ini.

Tangan kasar itu kembali menampar wajahku, kedua payudaraku yang sudah telanjang pun ditampar kuat sebelum diremas.

Kenapa hal ini harus terjadi padaku?

***

Putri Permatasari, Senin, 25 Oktober 2021, 12:36 wib.

Renjana di Ujung Senja by EmeraldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang