Bab 10

1.7K 192 13
                                    

Renjana di Ujung Senja
Bab 10

Rezky pulang bersama Nofi dan River karena anak laki-laki itu Senin besok harus sekolah. Sementara Rajen, dia masih menginap di vila dekat danau. Katanya dia akan mengawasiku sementara aku mengurus berkas-berkas untuk kami menikah bulan depan di Jakarta---Rajen sudah berbicara empat mata dengan Rezky saat piknik dan bocah itu langsung setuju tanpa berpikir lagi.

"Aku setuju karena kulihat Papa sangat bahagia bersama Tante Ayu. Dan, aku yakin Tante Ayu akan menjadi ibu yang baik buat aku," itu jawaban Rezky yang disampaikan oleh Rajen kepadaku.

Aku sungguh lega mendengarnya. Aku tidak tahu ke depannya kehidupan kami akan seperti apa, tetapi aku akan berusaha memberikan yang terbaik untuk Rezky.

Ketika senja telah turun, Rajen mengunjungi rumahku dan memaksa untuk menginap. "Aku tidak ingin kejadian kemarin terulang," ujarnya beralasan.

"Tidak akan. Selama Orenji tidak ke mana-mana dan bersamaku, aku aman." Iya, sejak pagi, akhirnya aku menggunakan 'aku' lagi kepadanya, seperti dulu.

"Pokoknya aku mau di sini. Lagi pula aku sudah mendapatkan izin dari Pak RT." Rajen melipat lengan di depan dada sementara duduk di sofa ruang televisi.

Bagaimana bisa Pak RT memberikan izin begitu saja kepada Rajen?

Aku mendengus. "Terserah. Memangnya kamu tidak kerja? Apa kamu... sudah tidak menjadi petugas perpustakaan lagi?" Aku menyesap teh aroma melati, duduk di meja makan. Sebenarnya, itu pertanyaan bodoh. Jika dilihat Rajen yang memiliki mobil dan menyewa jasa bodyguard, tentu pekerjaan Rajen lebih dari itu, kan?

Rajen tersenyum. "Sesekali aku masih bekerja di perpustakaan, sambil mengingat kenangan tentang kita."

Aku menunduk. Rasa sedihku bangkit lagi. Aku malas bertanya apa pekerjaannya sekarang. Lagi pula, bila mulutku bersuara, aku khawatir akan berbicara pedas kepadanya, atau malah menangis. Maka aku hanya berdiri, mencuci gelas bekas minumku, kemudian beranjak ke kamar. Tiba-tiba, Rajen mendorongku masuk lalu menutup pintu.

"Apa yang... keluar, Rajen!"

"Tunggu, aku cuma mau bertanya. Kamu masuk kamar karena mau menulis?"

Aku melangkah mundur. "Iya. Jadi kamu keluar saja. Kalau sedang menulis, aku butuh suasana tenang."

Rajen tersenyum, lalu melangkah makin mendekat membuatku terduduk ke tempat tidur.

"Rajen!"

Rajen membungkuk di atasku, dengan senyum manis yang memperlihatkan lesung di pipinya. Ketika ia merebahkanku dan berniat menciumku, aku menampar pipinya.

Bukan merasa berdebar, aku malah marah. Entah kenapa, terbayang begitu saja adegan Rajen bersama istrinya yang aku tidak tahu pasti seperti apa wajah dan penampilannya. Aku tahu itu sudah masa lalu, tetapi rasa sakit ini masih ada.

"Tolong, keluarlah."

Rajen duduk di sisiku yang juga sudah bangkit duduk. "Kenapa? Tadi pagi kamu...."

Aku menarik napas panjang. "Aku masih belum bisa. Selama beberapa tahun setelah kamu pergi, kerap aku dibayangi mimpi percintaanmu dengan wanita entah siapa yang menjadi istrimu. Baru beberapa tahun terakhir, bayangan itu hanya beberapa kali hadir. Tapi kemudian... tiba-tiba kamu muncul dan seenaknya mengajakku menikah. Aku... belum bisa untuk berciuman dan lain-lain denganmu, Rajen."

Rajen tidak menjawab. Ia terdiam cukup lama. Membuatku menoleh ke arahnya yang menunduk dengan tatapan tak terbaca.

"Rajen?" Aku menyentuh bahunya, dan ia terkejut.

"Maaf, maafkan aku, Ayu. Maaf sudah membuatmu sakit hati dan berada di posisi seperti ini. Tapi, aku benar-benar tidak bisa melepaskanmu. Lagi..." kata terakhirnya begitu pelan dan nyaris tak terdengar.

Lelaki memang egois. "Keluarlah. Aku butuh ketenangan."

Rajen mengangguk kemudian berdiri dan keluar dari kamar. Aku mengembuskan napas, kemudian melanjutkan tulisanku.

***

Esoknya, aku menelepon kakakku dan memberitahukan perihal pernikahanku.

"Apa kamu... sudah yakin dengan semuanya?" Suara Kak Ditira terdengar khawatir. "Selama ini kamu berusaha melupakannya, kan. Tetapi sekarang, kenapa mau kembali kepadanya? Kakak takut... kamu lagi-lagi akan disakiti olehnya."

Aku menggigit bibir, mataku memandang dedaunan yang tertiup angin di tepi hutan di depan jendela kamarku. "Aku tidak tahu, Kak. Aku memutuskan menikah dengannya karena..." aku berdeham sebelum melanjutkan, "Rajen terus saja meminta maaf dan ingin menikah denganku. Jadi aku...."

Hening di seberang sana sebelum terdengar ucapan Kak Ditira, "Baiklah, Kakak doakan yang terbaik buat kamu. Tapi kalau kamu nanti tidak sanggup, tolong kasih tahu Kakak."

Aku tersenyum. "Iya, Kak. I love you."

Kak Ditira tertawa kemudian membalas ucapanku sebelum kami menyudahi percakapan.

Hari-hari selanjutnya, malam hari Rajen masih menginap di rumahku sementara setiap pagi sampai sore ia mengantarku mengurus berkas-berkas untuk pernikahan.

Ia menepati janji untuk tidak menyentuhku. Ia masih memegang tangan dan terkadang merangkul atau memelukku, tapi tidak lebih dari itu. Syukurlah.

Malam ini hujan turun dengan deras, dan aku hanya berdua bersama Orenji di rumah. Di kamar sambil duduk bersandar pada bantal dan selimut membungkus kedua kaki, aku membaca ebook terbaru dari RadjaRey Publisher berjudul "100 Days++" karya Mustika Shaleha. Sikap sang tokoh pria yang menurutku sangat manis membuatku teringat kepada Rajen.

Aku menggeleng. Tidak, Ayuning, jangan lagi mengingat masa lalu.

Tok, tok, tok.

Aku terkejut mendengar ketukan di jendela kamarku. Mengerutkan kening dengan jantung berdetak kencang, aku turun dari tempat tidur dan perlahan berjalan ke arah jendela.

Siapa? Dano? Tapi, tidak mungkin, kan. Pelan-pelan aku membuka tirai dan mengintip. Aku menghela napas lega. Ternyata Rajen.

Saat kusibak tirai dengan lebar, Rajen tersenyum semringah sambil melambai, lengkap memakai jas hujan juga payung. Membuat jantungku kembali berdebar kencang, tetapi bukan karena rasa takut.

Mulutku mengomel karena dia menggangguku malam-malam begini, tetapi hatiku merasa senang. Seperti dulu.

"Maaf kalau kamu tidak suka dengan kedatanganku, tetapi aku tidak bisa tidur memikirkanmu hanya berdua Orenji."

Aku menyeduhkan secangkir teh melati untuk lelaki yang sedang membalut tubuhnya dengan selimut di sofa. Melihatnya yang menggigil membuatku ingin memeluknya.

Namun, bayangan adegan romantis Rajen berduaan dengan sesosok wanita di kala hujan, seketika membuyarkan kesenanganku. Setelah meletakkan teh di meja, aku pun segera masuk kamar meninggalkan Rajen yang entah kenapa terlihat kecewa.

***

Ketika bangun pagi, Rajen sudah tidak ada. Sepertinya dia kembali ke vila.

Akhirnya bebas juga! Jujur saja, jika ada Rajen, aku merasa tidak bebas. Biasanya di rumah aku akan memakai celana pendek atau kaus tanpa lengan atau apa pun yang aku inginkan.

Setelah mencuci rambutku dengan sampo aroma cokelat pemberian Gita---temanku yang tinggal di Papua---aku keluar dari kamar mandi dengan perasaan senang.

Mataku bertabrakan dengan tubuh Rajen yang memakai kaus putih dibasahi peluh dan celana training abu-abu. Saat aku akan menjerit, Rajen buru-buru membungkam mulutku.

Jantungku seolah meledak saat tubuh kami berdekatan, ditambah handukku yang melorot hingga mata kaki.

***

Putri Permatasari, Sabtu, 18 Desember 2021, 17.18 wib.

Iklan
Promo paket pdf 20k (bebas pilih 3 judul)
1. Kegiatan rahasia di perpustakaan seri #2 harga 10k
2. Hurt seri #2 harga 10k
3. Queensha 10k
4. My Young Stepfather 10k
5. Maafkan Aku 10k
6. Duren 15k
7. Like a Bird in a Cage 12k
8. dll.

WA 0822-1377-8824 (RadjaRey)

Renjana di Ujung Senja by EmeraldWhere stories live. Discover now