Bab 8

1.1K 228 28
                                    

Renjana di Ujung Senja
Bab 8

Aku mendengar ketukan di pintu. Siapa yang di pagi berhujan seperti ini sudah bertamu?

Ketika membuka papan bercat cokelat itu, aku mengulas senyum canggung mendapati Pak RT dan wakil RT berdiri dengan payung di teras. Jantungku langsung berdetak kencang.

"Boleh kami masuk?" tanya Pak RT ramah.

"Ayuning, siapa?" Rajen kini sudah berdiri di sampingku. Bagus. Sempurna. Sepertinya aku akan mendapat kabar buruk pagi ini.

Setelah mempersilakan Pak RT dan wakilnya duduk di kursi ruang tamu, aku menyeduh teh untuk mereka. Begitu aku duduk di kursi terpisah dengan ketiga tamuku, Pak RT langsung berbicara.

"Begini, Mbak Ayu. Berdasarkan laporan dari warga," Pak RT melirik Rajen yang duduk di kursi dengan tenang dan wajah mengulas senyum sebelum melanjutkan kata-katanya, "ada seorang laki-laki yang menginap di rumah Mbak Ayu."

Jantungku berdetak kencang dan perutku melilit. "Iya, benar, Pak, tapi---"

"Saya calon suami Ayuning."

Aku menoleh dengan cepat ke arah Rajen. Apa katanya?!

"Semalam ada maling masuk rumah Ayu," lanjut Rajen dengan wajah serius menatap Pak RT, "Bapak bisa lihat, kan, wajah saya biru-biru, begitu juga bibir calon istri saya terluka."

Pak RT dan si wakil menatap kami bergantian dan mengangguk-angguk. "Jadi ada maling, Mbak Ayu? Kenapa tidak melapor kepada kami?"

Aku berusaha menelan ludah. "Belum sempat, Pak. Semalam saya capek, dan... Rajen menginap untuk berjaga-jaga sebab takut maling itu akan datang lagi. Pintu rumah dirusak, tapi sudah diperbaiki Rajen."

Pak RT dan si wakil saling berpandangan, lalu keduanya berdiskusi---pelan sekali---sebelum Pak RT menoleh kepada kami lagi. "Meskipun begitu, tetap saja Pak Rajen tidak diperbolehkan menginap di sini. Daripada terjadi fitnah."

Aku berdeham. "Memangnya siapa yang melaporkan, Pak?"

"Bu Nika, istri Pak Dano. Bu Nika pagi-pagi menelepon saya meminta saya memeriksa ke sini. Bu Nika juga mengirimkan foto Pak Rajen yang masuk ke rumah Mbak Ayu."

Kedua tanganku yang berada di pangkuan terkepal erat. Nyaris mulutku melontarkan kisah semalam, tetapi aku buru-buru bungkam.

"Pak RT tidak perlu khawatir, kejadian ini tidak akan terulang karena kami akan segera menikah. Tujuan saya ke sini mau menjemput Ayu ke Jakarta karena kami akan menikah di sana."

Lagi-lagi aku melongo mendengar kata-kata Rajen.

"Wah, benarkah? Bagus kalau begitu. Selamat, Mbak Ayu dan Pak Rajen."

Aku hanya mampu terdiam sementara Rajen menanggapi dengan semringah.

"Saran saya, Pak RT, di lingkungan ini dipasang cctv supaya kondisi lebih terpantau," ucap Rajen dengan serius. "Kalau saya tidak kebetulan ke rumah Ayu, entah apa yang akan terjadi kepadanya."

Dari raut wajah dan nada suaranya, aku tahu Rajen sedang menahan geram. Membuat dadaku berdesir. Tapi, tidak, aku tidak boleh terbuai. Tidak boleh!

Pak RT menanggapi ucapan Rajen sama seriusnya dan ia berjanji akan mengusahakan pemasangan cctv di wilayah ini, membuatku lega.

Setelah kedua tamuku berpamitan dan pintu tertutup, aku langsung berbalik menatap Rajen dengan marah. "Kenapa kamu mengatakan kebohongan tadi?"

Rajen menatapku. "Aku tidak berbohong. Aku memang ingin menikah denganmu."

"Tapi saya tidak, Rajen! Saya tidak mau!" Aku mengepalkan kedua tangan. "Ini semua gara-gara kamu! Seandainya kamu pulang semalam, semua akan baik-baik saja! Istri Dano tidak akan melaporkan kita!"

Rajen mengembuskan napas. "Maafkan aku. Aku sangat mencemaskanmu, takut si pemabuk atau siapa pun masuk ke sini lagi, makanya aku tidak pulang."

Aku tersenyum sinis. "Sejak kamu memutuskan hubungan kita, saya hanya berdua dengan kakak saya. Lalu setelah Kak Ditira menikah, saya hidup sendiri. Selama rentang waktu itu, kamu tidak pernah ada di samping saya, tidak menemani saya, tidak memedulikan saya, lalu kenapa sekarang peduli?!"

Aku mengeluarkan semua amarah dan rasa kecewa terhadap Rajen. Aku tidak bermaksud melakukannya, tetapi terjadi begitu saja, seperti kemarin aku melempar Rajen dengan vas bunga. "Saya tidak peduli kenapa kamu bercerai dengan istrimu, tetapi saya ingin kamu tahu, saya bukan perempuan cadangan, atau pilihan B! Saya.tidak.mau.menikah.denganmu!"

Rajen tersenyum sendu. "Kamu boleh memperlakukan aku sesukamu, kamu boleh membalas rasa sakit hatimu kepadaku setelah kita menikah. Aku akan menuruti apa pun keinginanmu."

Aku terdiam. Mengerjap. "Apa?"

"Kalau kamu mau menikah denganku, aku akan melakukan apa pun yang kamu katakan. Apa pun, Ayuning," ucap lelaki itu dengan manik legamnya menatapku lekat. Sendu.

***

Putri Permatasari, Minggu, 31 Oktober 2021, 06:04 wib.

Makasih udah mampir baca, komen, dan kasih vote di cerita Ayuning.

😃

Renjana di Ujung Senja by EmeraldWhere stories live. Discover now