RDUS - Bab 14 - CURIGA

394 74 18
                                    

Bab 14

Rajen membungkus tubuh telanjangku dengan selimut. Manik kelamnya menatapku. “Kenapa, Yu? Tubuhmu jelas haus sentuhanku, tetapi kenapa kamu menolakku?”

“Bukankah aku sudah mengatakannya berkali-kali, Rajen? Aku belum ikhlas melakukannya denganmu karena bayang-bayang percintaanmu dengan istrimu masih menghantuiku.”

Rajen duduk di ranjang di sampingku. “Benar. Aku harus bersabar selama dua tahun, kan.”

Aku mengangguk. “Atau bisa lebih.”

Rajen menggumam pelan kemudian berdiri. “Lain kali kunci pintunya sebelum melakukan hal seperti tadi jika tidak ingin aku menyerangmu.” Setelahnya, Rajen berlalu dari kamar dan menutup pintu.

Air mataku menetes. Aku benci Rajen!

***

Pagi sekali Rajen sudah pergi dari rumah karena hari ini ia harus ke kantor. Jadi aku bisa menikmati kesendirianku dengan tenang tanpa ada yang mengusik.

Aku merindukan Orenji. Sedang apa sahabatku itu?

Orenji tidak mau ikut pergi denganku dan memilih tinggal di kediaman Pak Fandy dan Bu Rury bersama Jerome.

“Mbak Ayu tenang saja, kami akan menjaga Orenji seperti kami merawat Jerome,” ucap Bu Rury sambil memeluk Orenji yang mengeong kepadaku seolah mengucapkan selamat tinggal.

Aku mengusap kepala Orenji. “Aku akan rajin berkunjung ke sini dan kuharap kamu tidak melupakanku.”

Orenji menggesekkan kepalanya dengan manja ke telapak tanganku. Dan saat aku melangkah menjauh dengan Rajen, Orenji hanya bergeming menatap kami dengan iris hijaunya.

Aku tidak terlalu bersedih hati karena merasa yakin jika kami akan bersama lagi. 

Bunyi ketukan di pintu membuyarkan lamunanku. Aku beranjak dari meja makan menuju ruang tamu dan membuka pintu. Di sana, kudapati salah seorang tetanggaku berdiri terkejut menatapku.

“Loh, Ayuning! Ibu kira siapa yang menginap di sebelah karena semalam ada mobil diparkir di depan rumah yang sudah lama kosong.”

Aku menyalami Bu Imi. “Apa kabar, Bu?”

“Alhamdulillah baik. Ayu bagaimana kabarnya? Anakmu sudah berapa?”

Aku tertawa kecil. “Saya baru mau menikah, Bu, nanti bulan depan insyaaAllah.”

Bu Imi menutup mulutnya dengan tangan karena merasa bersalah. “Aduh, maaf ya Ayu. Selamat ya semoga pernikahannya nanti lancar. Bagaimana kabar Kak Ditira dan suaminya?”

“Kak Ditira alhamdulillah sehat, suami dan anak mereka juga sehat.”

Bu Imi menutup mulutnya lagi dengan tangan, kali ini karena terkejut. Sepertinya ia tak menyangka Kak Ditira bisa hamil dan melahirkan. Sejujurnya Kak Ditira juga berpikir hal yang sama, ia pesimis tidak bisa mengandung apalagi melahirkan karena kondisi tubuhnya yang membuatnya harus duduk di kursi roda. Namun, hanya selang beberapa bulan setelah pernikahan,  Tuhan Yang Maha Kuasa menitipkan kepada Kak Ditira seorang anak yang sehat lagi cerdas yang kini sudah berusia 7 tahun.

“Alhamdulillah, Ibu turut senang mendengar kabar baik itu. Ngomong-ngomong, kamu sudah sarapan, Yu?”

“Sudah, Bu.”

Bu Imi mengangguk-angguk. “Sekarang Ayu tinggal di sini lagi? Eh… seingat Ibu, yang terakhir membeli rumah ini tuh Rajen mantan pacar kamu, kan, Yu?” Bu Imi menatapku membelalak. “Jangan-jangan… bulan depan itu kamu mau menikah dengan Rajen?”

Aku terdiam beberapa saat sebelum mengangguk.

Bu Imi sepertinya masih ingin bertanya lagi, tetapi ia mengerem mulutnya. Ia lalu menepuk-tepuk bahuku. “Sekali lagi selamat ya, Ayu, semoga pernikahan kalian langgeng dan bisa cepat menyusul kakakmu punya anak.”

Renjana di Ujung Senja by EmeraldWhere stories live. Discover now