Part 6 Kehilangan

7.7K 456 19
                                    


Dua minggu ini aku sudah bisa beradaptasi dengan keadaan. Setelah terpuruk tanpa daya lebih dari seminggu setelah kepulanganku ke rumah Ibu. Syifa tidak begitu terpengaruh, di sini dia memiliki banyak teman bermain.

Aku mulai beraktivitas di toko dan merekap pesanan. Alhamdulillah, toko roti dan kue yang dirintis Ibu sejak aku umur sepuluh tahun berkembang sangat pesat.

Ini hiburanku yang lain, selain mengurus Syifa.

"Vi, ada telepon dari Ilham," kata Ibu sambil mengantar ponselku yang tertinggal di depan TV.

Setelah Ibu keluar, kuletakkan ponsel di nakas. Syifa sudah tidur, biasanya Syifa yang menerima panggilan dari papanya.

Ponsel kembali bergetar untuk yang ketiga kalinya, tetap kubiarkan. Aku belum sanggup bicara apa pun dengan Mas Ilham.

Dalamnya cinta yang bersemayam membuatku tak berdaya hingga detik ini. Karena rasa yang teramat agung itu, membuatku bertahan dan rela tersakiti. Namun kini, aku tidak sanggup lagi bertahan, setelah ada dusta dalam hubungan kami.

Kucium kening Syifa setelah aku menyelimuti tubuhnya.

Perlahan aku bangkit dan melangkah ke kamar ibu.

Inilah yang kulakukan tiap malam jika ibu tidak kelelahan. Aku akan menyelinap sejenak ke kamarnya, hanya untuk tidur sebentar di sebelah atau di pangkuannya. Sambil bercerita mengungkapkan isi hati. Kadang juga bercanda mengenang zaman kecilku dulu.

Kalau aku ketiduran, beliau akan membangunkan. "Bangun, Vi. Ayo, pindah ke kamarmu. Kasihan kalau Syifa terbangun dan mencarimu nanti. Di sini dia tidak terbiasa tidur sendiri."

Setelah itu aku akan kembali ke kamar.

"Bu, ternyata kita bernasib sama. Dikhianati oleh pria yang kita cintai. Pria di mana-mana sama, habis manis sepah di buang," kataku sambil memandang Ibu yang berbaring di sebelah.

Ibu tersenyum. "Ini hanya kebetulan. Jangan salahkan takdir. Kalian belum berpisah seperti ibu dan ayahmu dulu."

"Iya, memang belum. Semua kan masih diproses."

"Kesalahan Ilham tidak sebesar kesalahan ayahmu yang lupa pulang. Bukannya Ibu tidak sedih, Vi. Kondisi rumah tanggamu saat ini seperti mengoyak luka lama Ibu. Tapi jangan terlalu meratapi nasib. Ayo, bangkit. Syifa butuh sosok Mama yang tangguh."

Aku mengangguk.

"Mas Ilham juga sering keluar kota beberapa hari dengan perempuan itu. Hanya saja aku enggak tahu apa yang mereka lakukan di luar sana."

Air mataku kembali menetes. Membayangkan hal terburuk yang mungkin sudah terjadi di antara mereka.

Membayangkan saat raga yang memelukku itu juga memberikan hangatnya pada tubuh perempuan lain.

Ibu mengusap lembut rambutku.

"Jangan sakiti dirimu dengan hal-hal yang kamu tidak tahu, Nduk. Pasrahkan pada Gusti Allah. Dia pemilik skenario terbaik di muka bumi ini. Bahagiakan hatimu dan jaga Syifa baik-baik."

Ibu berkata benar. Seharusnya aku tidak lagi memikirkan hal-hal yang ingin aku tinggalkan. Aku harus bisa menjaga Syifa dan menjadi Mama yang hebat untuknya. Seperti Ibu yang berhasil mendidikku tanpa seorang suami di sampingnya.

Mereka berpisah saat aku menginjak kelas tiga SMP. Dan memutuskan untuk tidak menikah lagi demi mengurusku dan mengembangkan toko roti dan kue yang telah dirintisnya.

Kenapa aku bertahan dengan Mas Ilham hampir empat tahun? Karena aku mencontoh Ibuku yang sempat bertahan dengan perselingkuhan ayah hampir lima tahun. Setiap menyesal dan di maafkan, tidak lama ayah akan mengulang kesalahan yang sama. Selingkuh dengan rekan kerjanya. Terakhir kali Ibu tidak bisa memaafkan ketika perempuan itu mengandung anak ayah.

Setelah Lima TahunWhere stories live. Discover now