Part 15 Cemburu

11.6K 399 63
                                        

Setelah Lima Tahun
Part 15 Cemburu

Aku masuk kamar, kubiarkan Papa dan anak masih bercerita di luar. Bunyi ponsel mengejutkanku yang hampir terlelap.

Pesan dari orang itu lagi. Gambar yang dikirimnya kali ini membuat duniaku seperti berhenti berputar.

Nura memeluk mesra Mas Ilham dari depan, di sebuah ruangan. Kembali dilema melanda, seperti tidak berujung. Air mata meleleh bersama rasa panas dalam dada.

[Tidak usah menunggu hari Minggu. Bagaimana kalau besok saja kita bertemu.]

Aku mengirim pesan pada nomor itu. Aku tidak sabar jika harus menunggu dua hari lagi. Tidak menunggu lama, pesan langsung di balasnya.

[Baiklah. Kutunggu jam sembilan pagi, di kafe yang kusebutkan kemarin.]

Rasa kantukku hilang seketika. Emosi telah menguasai dada. Foto-foto sebelumnya meski menyakiti, tapi tidak sedalam ini. Kali ini mereka saling berhadapan dan berpelukan. Entah apalagi yang tersembunyi dalam waktu selama ini.

Bismillah, aku menarik napas dalam-dalam dan mengembuskan perlahan. Berulang kali kulakukan itu. Sampai aku tenang.

Setelah mengambil keputusan mempertahankan komitmen, aku di uji seperti ini. Ketika aku memberi kesempatan sekali lagi, kenyataan tentang kecurangannya terbentang satu per satu. Tidak apa-apa, menyelesaikan masalah lebih baik dengan kepala dingin.

Mas Ilham masuk kamar. Dia tersenyum. Kutepuk space kosong di sebelah.

"Ibu bilang kalau tadi pagi Ayah ke sini?" tanya Mas Ilham setelah rebah di sampingku.

"Ya. Ingin bertemu dengan Syifa, tapi Syifa sudah berangkat sekolah."

"Mungkin lain waktu kita bisa mengunjunginya," kata Mas Ilham sambil memelukku. Aku menahan diri untuk tidak menepisnya, meski sebenarnya aku muak dengan sentuhan lengan itu. Lengan yang baru saja kulihat di foto pernah memeluk perempuan gelapnya.

Aku tidak menjawab. Jujur, aku tidak suka bertemu dengan wanita yang telah menghancurkan hati Ibu.

"Tidur, Mas. Sudah malam," ucapku sambil memandang wajah yang begitu dekat.

Sekilas kulihat gurat kecewa, karena aku telah mematahkan hasratnya sebelum ia meminta.

Maaf, Mas.

Masih sempat kudengar gerimis turun sebelum aku benar-benar terlelap.

🌺🌺🌺

Sehabis Salat Subuh aku sibuk di dapur. Jendela dekat meja kompor ku buka lebar-lebar. Suasana di luar masih gelap, angin yang berhembus meneteskan sisa air hujan semalam dari pucuk dedaunan.

Aku menghirup segarnya udara pagi dari dekat jendela sambil menunggu air yang ku masak mendidih.

"Melamun!" tegur Mas Ilham sambil memelukku dari belakang.

"Aku sedang menikmati udara pagi."

Sejenak kami terdiam sambil memandang ke luar jendela. Lalu kulepaskan lengan yang melingkar di pinggang. "Ku buatkan minum dulu. Mas, mau kopi apa teh?"

"Teh saja. Sekarang Mas jarang minum kopi kalau pagi."

Aku mengangguk. Ku ambil gelas sedang dan membuatkan teh untuknya. Mas Ilham memperhatikan dengan raut wajah heran.

Dia tidak tahu aku masih terluka dengan foto tadi malam. Aku memang masih butuh waktu untuk menata hati. Menerima segala kenyataan tentang perselingkuhannya di saat aku memutuskan untuk kembali.

Setelah Lima TahunWhere stories live. Discover now