Part 10 Badai Dalam Hati

6.3K 398 40
                                        

Kami duduk berhadapan di sebuah kafe. Aku pesan jus melon sedangkan Nura memilih jus jambu. Dini sedang melihat YouTube di bangku depan sendirian. Nura yang memintanya ke sana agar tidak mendengar apa yang kami bicarakan.

Tadi bocah perempuan itu menanyakan Syifa. Kami memang sudah lama tidak pernah liburan bareng, sejak kucium gelagat kecurangan suami dan mantan kekasihnya itu. Padahal dulu kami sering melakukan apa pun bersama-sama ketika bertemu di rumah Mama.

"Enggak kerja, ya, hari ini?" tanyaku membuka percakapan. Tanpa panggilan 'Mbak' seperti biasa aku memanggilnya. Usia kami selisih lima tahun.

"Aku ngambil cuti tahunanku, karena ngantar Dini periksa ke dokter gigi."

Hening. Nura minum jus jambunya.

"Maaf, Vi. Jika hubungan kita akhirnya memburuk seperti ini." Nura membuka suara.

Aku tersenyum tipis sambil mengaduk jus di gelas. Kalau boleh mengulang waktu, aku tidak akan pergi hari ini dan bertemu dengannya. Permintaan maafnya terdengar seperti sebuah ejekan.

"Kami terjebak dalam kisah lama yang kandas saat itu."

"Tapi kamu tahu kalau Mas Ilham pria beristri."

Nura mengangguk pelan.

"Kami mulai nyaman dengan kedekatan dan pekerjaan yang sering menuntut kami untuk selalu bertemu."

Luka-luka ku seperti dikucuri perasan air jeruk nipis. Namun aku tidak ingin terlihat lemah di hadapannya.

"Jujur aku masih mencintainya. Aku juga merasakan hal yang sama dari Mas Ilham."

Kembali sebuah tusukan menembus dada. Aku masih diam. Menahan mataku agar tidak menangis atau sekedar berkaca-kaca. Justru kulihat Nura yang menangis. Air mata yang meleleh di pipi segera di usap cepat-cepat.

Nura menarik nafas dalam-dalam.

"Apa yang kalian lakukan di belakangku?" tanyaku. Memberanikan diri untuk mendengar jawaban terburuk yang akan kudengar.

"Aku enggak akan senekat ini jika belum terjadi apa-apa di antara kami."

Kembali, napasku seolah terhenti sesaat mendengar ucapan itu. Duniaku seperti gelap gulita, tapi aku harus tetap bertahan. Meski tubuhku rasanya gemetar.

"Apa harus kuperjelas?" ucapnya lagi. Seperti ingin menantangku saat aku diam saja setelah mendengar pengakuannya.

Dalam keadaan hancur aku masih bisa tersenyum sambil memandangnya. "Begini ya caramu memperlakukan perempuan lain yang suaminya kamu dekati? Dengan membongkar aib kalian untuk menyakiti. Aku baru sadar siapa yang selama ini ku anggap teman. Ku anggap saudara karena mamanya Mas Ilham menganggapmu seperti anak sendiri."

Nura terdiam. Aku sebenarnya muak melihat wajah yang memelas itu. Benarkah dia semenderita itu, karena Mas Ilham telah berbuat lebih padanya? Atau ... ah, entahlah.

"Apa kamu ingin dinikahi suamiku?"

"Dia pernah menjanjikan itu padaku. Setelah berpisah denganmu," jawabnya penuh percaya diri.

"Tuntutlah itu padanya, kalau Mas Ilham memang menjanjikan itu karena hubungan kalian sudah terlanjur jauh. Buatlah dia sanggup menceraikanku. Aku enggak akan menggugat cerai ke pengadilan. Aku tahu beres saja sekarang."

Kuraih sling bag di atas meja. Aku harus pergi sebelum gila di kafe ini. Beberapa pengunjung sempat memperhatikan kami.

"Aku tunggu hasil dari usahamu untuk membuat Mas Ilham menjatuhkan talak padaku dan bertekuk lutut padamu." Aku meninggalkannya setelah berkata demikian.

Setelah Lima TahunWhere stories live. Discover now