Kak Taehyung : 17 Terakhir

46 8 0
                                    

Jungkook dan Jimin melihat Taehyung yang terlihat kurus pucat, masker oksigen yang menutup mulut dan hidungnya, belum lagi alat-alat yang menempel pada dada bidangnya. Bisa Jimin katakan ia benci melihat Taehyung yang saat ini memejamkan mata, namun yang  membuat Jimin lebih benci adalah senyuman Taehyung yang ada dibalik masker oksigen nya.

Jungkook mendekat disamping ranjang kakaknya, duduk di kursi lalu mengelus surai hitam Taehyung. "Kakak, kakak ini kookie kak. Kakak mendengar adek bicara?" Tidak ada yang menjawab, pertanyaan Jungkook seakan terbawa angin dan berlalu.

"Kakak..., Adek sayang sama kakak, bangun ya kak?" Air mata Jungkook terus menetes membasahi tangan Taehyung yang bebas infus. Sedang Jimin masih diam, ia lebih memilih tak bersuara. Hatinya kalut perasaannya tak karuan.

"Kakak jangan tinggalin Kookie kak, Kookie takut kakak pergi. Kak bangun kak, temani Kookie belajar lagi kak, temani Kookie bermain lagi kak. Kak bangun kak." Jungkook menangis di pinggir kasur Taehyung. Jimin mendekat lalu mendekap Kookie, menyuruh nya untuk tenang, walau sebenarnya Jimin sendiri tidak bisa tenang.

Yang tertangkap oleh mata Jimin dan Jungkook sekarang adalah, mata Taehyung mengeluarkan likuid bening. Taehyung meneteskan air matanya. Lalu perlahan Taehyung membuka matanya.

Taehyung mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan,sebelum matanya benar-benar terbuka. Tangan yang masih digenggam oleh Jungkook, digenggam balik oleh sang kakak, namun dengan tenaga yang lemah.

"Kookie nya kakak." Taehyung berucap dengan pelan, rasanya sakit hanya untuk dibuat berbicara. Dadanya seakan tertusuk oleh banyak pedang, menyesakkan dan perih, panas menjalar ke segala tubuhnya.

Taehyung tersenyum, bukan terpaksa namun benar-benar tulus. "Kookie gak boleh menangis ya dek, Kookie kan janji sama kakak kalau Kookie bisa belajar mandiri. Dan nanti jangan merepotkan paman Namjoon ya dek." Taehyung semakin kesakitan, tapi ia menahannya, sekuat tenaga untuk berbicara terakhir kali pada Jungkook, dan tentu saja sahabatnya, Park Jimin.

"Kakak sayang sekali sama Kookie."

"Jangan bicara seperti itu kak. Berjuang sekali lagi ya kak? Kookie akan selalu sama kakak. Kookie janji akan kerja untuk biaya pengobatan kakak agar tidak merepotkan paman. Kakak harus janji tetap sama Kookie ya?" Ucap Jungkook dengan burat kesedihan dimatanya.

Taehyung tersenyum simpul, tak mungkin ia memberatkan adiknya untuk bekerja mencari uang untuknya. Jungkook masih kecil dan sepatutnya belajar dengan rajin bukan malah bekerja. Selama ini Taehyung yang bekerja membantu orang-orang di pasar setiap pulang sekolah, walau namjoon sudah melarangnya, namun bukan Taehyung kalau ia menentang perkataan pamannya.

Lalu Taehyung mengedarkan pandangannya, netranya bertemu dengan netra milik Jimin. Taehyung tersenyum dan Jimin membencinya.

"Jimin..." Ucap nya lemah namun tak ada sautan dari si pemilik nama

"Jim.." lagi namun Jimin lagi-lagi mengabaikannya. Kecewa? Sudah pasti Jimin kecewa, ia merasa menjadi sahabat buruk untuk Taehyung. Kemana Jimin saat Taehyung merasa kesakitan melawan penyakitnya.

"Jimin-ie." Panggilan Taehyung kecil untuk Jimin kecil. Jimin mengingat nya, entah kapan terakhir kali Taehyung memanggilnya seperti itu. Jimin menghamburkan pelukannya pada badan Taehyung yang bebas alat-alat aneh itu.

"Kau jahat sekali padaku Tae, kenapa Tae kau menyembunyikan ini semua padaku?" Isak Jimin.

Tangan Taehyung mengelus surai rambut Jimin yang ada pada perutnya. "Lepaskan aku dulu Jim, sakit." Jimin langsung melepaskannya, lalu Jungkook menyuruh nya duduk di kursi yang ia duduki.

"Bercanda hehe, tidak sakit. Ayo peluk aku terakhir kali jim" lihat bagaimana Taehyung, ia selalu menyembunyikan rasa sakitnya dengan tertawa agar orang disekitarnya tak khawatir padanya.

"Jangan bicara seperti itu Taehyung, kau akan ku peluk tiap hari. Aku akan selalu disampingmu dengan Jungkook, Tae. Aku tak akan membiarkanmu pergi." Tegas Jimin, ia tak mau kehilangan seseorang lagi. Egois kedengarannya, namun Jimin benar-benar ingin Taehyung sembuh dan menjalani hari-hari bersamanya.

Taehyung kembali tersenyum. "Aku ingin meminta hadiah darimu Jim, tidak sulit kok."

"Yaa Kim Taehyung, bahkan aku telah menyiapkan hadiah spesial di tepi danau hari ini. Namun kau malah disini bersama alat-alat mengerikan ini. Ayo sembuh Tae, lalu aku akan memberi kado spesial untukmu."

"B-benarkah? Ma-maaf Jim. Ah aku ingin melihatnya namun sepertinya tidak bisa." Taehyung sudah tidak kuat lagi, dalam hatinya berbicara, mengutarakan sesuatu pada Tuhan. Sebentar saja Tuhan, kasih aku beberapa menit untuk berbicara dengan sahabatku.

"Tidak apa Tae, setelah kau keluar dari sini mari kita rayakan ulang tahunmu." Jimin mengusap air matanya kasar, ia bisa melihat Taehyung yang sepertinya susah untuk bernapas  walau masker oksigen masih bertengger pada hidung mancungnya.

Taehyung meraup oksigen banyak-banyak. "Jimin-ie terimakasih, maafkan aku untuk segalanya. Jimin, bagaimanapun akhirnya ka-kau se..la..lu ja-jadi sahabatku. Jaga Kookie ku, sa-sayangi dia se-bagai aa-dikmu a-gar kau hah tidak kesepian la-gi."

Dengan kekuatan yang tersisa, tangan Taehyung bergerak menempelkan telapak tangannya pada dada sebelah kiri, tepat dimana jantungnya yang rusak itu.

"K-kau selalu a-ada.. di..sini."

Netra Taehyung menatap Kookie, menyuruhnya untuk mendekat. Hening cukup lama, Taehyung mengatur napasnya. "Adik kakak yang manis, kakak sayang Kookie."

Biiiiippppp....

Suara yang nyaring dan panjang itu. Monitor yang memperlihatkan detak jantung Taehyung sekarang telah berubah menjadi garis lurus. Jimin tau, Taehyung nya sudah tiada. Sahabatnya telah pergi, lagi dan lagi orang yang disayanginya meninggalkannya.

Jungkook memeluk tubuh Taehyung yang sudah yak bernyawa, meneriaki nama Taehyung agar ia kembali membuka mata.

Dokter Seokjin masuk kedalam ruangan Taehyung, sebenernya daritadi ia dan Namjoon melihat interaksi ketiganya diluar ruangan.

Pasiennya yang satu itu tak pernah mengeluh sama sekali selama menjalani pengobatan. Seokjin selalu bahagia karena Taehyung yang mau berjuang melawan penyakitnya, namun terakhir kali Taehyung datang seminggu yang lalu, tepat pada hari dimana Taehyung dan Jimin menuliskan surat di tepi danau itu. Taehyung bilang pada dokter bermarga Kim itu jika ia tak sanggup lagi. Dadanya semakin sesak, ia sering lelah dan seluruh badannya merasakan panas. Ia menangis dihadapan Seokjin. Bukan takut karena hidupnya akan berakhir, namun Taehyung memikirkan adik kecilnya Jungkook dan sahabatnya, Jimin. Masih jelas dipikiran seokjin saat Taehyung berkata "Paman Seokjin, bagaimana jika aku meninggal? Adikku akan mengalami hari yang sulit dan Jimin yang lagi-lagi akan kesepian. Paman, aku ingin menyerah karena rasanya benar-benar sakit."

Namjoon menangis terseduh, menarik Jungkook dari tubuh tak bernyawa Taehyung. Memeluknya erat. Keponakannya itu, telah pergi meninggalkan semua kenangan.

Namjoon ingat pada hari dimana Taehyung divonis dokter terkena penyakit kronis itu. Namjoon tidak langsung memberi taunya. Namun Taehyung mungkin peka dengan keadaan dan malah menenangkan pamannya.  "Aku tau alasan paman menangis waktu itu, tidak apa-apa Paman. Apa yang perlu dicemaskan? Taetae akan hidup lama bersama paman, adik, dan Jimin." 

Seokjin segera melakukan kejut jantung untuk Taehyung. Namun hasilnya nihil, tak ada respon apapun dari sang pemilik tubuh. Para perawat melepaskan alat-alat yang menempel pada dada dan hidung Taehyung.

Jungkook lagi-lagi kembali menangis histeris dalam dekapan pamannya. Sedang Jimin, kakinya lemas, tubuhnya merosot ke lantai, ia menangis. Rasanya baru kemarin Jimin merasakan uluran tangan Taehyung untuk menjadikannya teman, namun sekarang ia dihadapkan pada kenyataan. Sahabatnya telah pergi untuk selamanya.

"Selamat ulang tahun ke tujuh belas Taehyung-ie. Tidurlah dengan tenang sahabatku."

***

Published 20 November 2021
-17 Untuk 10-

-G.Saa

17 untuk 10Where stories live. Discover now