Diary 7 dan 8

24 7 0
                                    

Tahun ketujuh bersama Park Jimin.

Jimin. Terimakasih untuk hari ini telah memberikan pelukan hangat untuk aku dan adikku. Aku benar-benar sangat sedih hari ini kau tau. Aku benar-benar kehilangan orang yang kusayangi, lagi.

Nenek, dia pergi meninggalkanku dan adik. Bahkan mulai sekarang aku tidak merasakan pelukan hangat setiap malam menjelang tidur. Tidak ada yang membangunkan ku saat pagi tiba, tidak ada lagi masakan lezat nenek, tidak ada lagi senyum yang mirip seperti senyum bunda itu.

Rasanya sakit Jim. Ah aku ingin ikut saja bersama nenek, biar bisa bertemu dengan ayah dan bunda juga. Tapi lagi-lagi aku ingat disini ada kau dan Kookie yang selalu menemaniku. Terimakasih telah memelukku Jimin. Pelukanmu hangat. Terimakasih Kakak.

Jimin memejamkan matanya, tangannya bergetar membawa selembar kertas usang itu. Air matanya menetes membasahi diary yang ditulis sahabatnya.

"Kakak ya Tae..." Jimin mendongak menatap langit senja. Mencoba melihat senyum Taehyung dari sana.

"Taehyung, sekarang aku ingin memberikanmu sebuah pelukan yang tak akan pernah aku lepaskan. Namun bagaimana aku bisa memeluk ragamu seperti saat itu." Jimin terisak dalam ucapannya.

Terlalu tiba-tiba sahabatnya itu pergi, membuat seberkas penyesalan dalam hatinya yang paling dalam, mengapa ia begitu bodoh untuk sekedar menyadari sahabatnya itu sakit.

Jimin ingin menuntaskan semuanya. Ia ingin mengetahui apa saja yang ditulis sahabatnya. Surat kedelapan, dengan berat hati Jimin mengambil dan membacanya.

Tahun kedelapan bersama Park Jimin

Hari ini terasa lelah sekali untukku. Entah mengapa ada rasa aneh dalam dadaku Jim, seperti dihujam oleh benda tajam tepat pada jantungku. Bahkan untuk membantu paman di pasar mengangkat belanjaan saja aku tak kuat. Aneh sekali dengan tubuhku hari ini. Mungkin aku kelelahan ya Jim? Mungkin juga sih karena kan kita banyak bermain sebelumnya. Tapi Jim, kata adik, aku terlihat sangat pucat. Bahkan kookie takut melihat ku. Katanya aku seperti zombie.

Jimin meringis membacanya, ia membayangkan bagaimana saat itu wajah Taehyung terlihat begitu pucat. Tapi anak seusia 15 tahun seperti mereka mana tau soal penyakit kronis itu. Bahkan pemilik tubuh sendiri saja tak tahu dengan kondisi kesehatannya.

Paman Namjoon membawaku ke rumah sakit Jim. Katanya aku harus diperiksa. Oh banyak sekali alat-alat aneh yang menempel pada tubuhku, Seram sekali! Aku bahkan ingin menangis. Untung saja dokter Seokjin baik jadi aku tidak takut lagi.

Tapi kenapa paman Namjoon menangis setelah berbicara dengan Dokter? Dia memelukku sangat erat. Aneh sekali padahal sejak dari rumah sakit dan meminum beberapa obat aku merasa telah sembuh. 

Sudah dulu deh. Aku akan menyuapi adik makan malam dulu. Bye Jimin di masa depan.

Seolah Taehyung memang telah menyiapkan diary itu untuknya, seolah ia tau apa yang akan terjadi setelahnya. Kim Taehyung, dengan kuatnya dia selalu tersenyum di depan Jimin. Taehyung umurnya memang dibawah Jimin namun ia lebih dewasa dari seorang Park Jimin.

"Sejak dua tahun yang lalu Tae?"

"Kenapa kau tidak memberi tahuku rasa sakit mu Kim Taehyung?"

"Kenapa kau terus menguji ku Tuhan, kenapa kau ambil lagi seseorang yang menjadi tempat bahagia ku. Salah apa aku Tuhan." Jimin menunduk, memeluk lututnya, melihat nanar rumput didepannya.

Boleh Jimin katakan? Ia lelah, ia ingin pergi juga, ia ingin ikut Taehyung nya. Setelah ditinggal kedua orang tuanya. Paman dan bibi yang mengurus nya jarang memberikan kasih sayang kepadanya. Sekarang ia harus hidup untuk siapa? Sahabatnya saja pergi meninggalkannya.

"Ayo mati Park Jimin." Lirih Jimin.

***

Published 24 November 2021
-17 Untuk 10-


Have a nice day guys.
-G.Saa

17 untuk 10Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang