6. Bayangan di malam hari

201 119 46
                                    

Bukankah keluarga yang baik itu mampu mendengar keluh kesah dari setiap anggotanya?

Anzel terduduk di kursi Rumah Sakit dengan rambut yang acak-acakan, serta darah yang ada bajunya akibat Jaka yang tadi sempat memuntahkan banyak darah hingga tidak sengaja mengotori kaos biru yang melekat pada tubuhnya.

Bahkan kini kakinya saja sudah tidak tahan untuk menopang berat badannya, tatapannya kini benar-benar kosong, rasa bersalah terus memeluk dirinya seakan-akan tak mau berpisah, dirinya benar-benar menyesal, mungkin jika ia tidak mengikuti sahabatnya dia tidak akan seperti ini.

'dasar pembawa sial!'

Anzel mengernyitkan keningnya mencari tau di mana suar itu berasal, 'tidak usah dicari!' Anzel kini diam mendengarkan suara itu, apa mungkin dia hanya berhalusinasi?, tapi suara itu terlalu jelas untuk disebut halusiansi.

Suara itu mulai menghilang benar dirinya hanya berhalusinasi, lagi pula jika memang itu suara manusia pasti dia tidak berbicara kepada Anzel dan perlu di garis bawahi bahwa ini merupakan Tempat umum.

Anzel kembali pada renungannya, kepalanya kembali menunduk menatap sepatunya, bukan karena kotor, tapi memang ada semut yang melewati sepatunya, ouh itu juga bukan alasan yang tepat, lalu apa?.

Suara pintu yang mulai terbuka dan menampakan seorang laki-laki dengan jas warna putih yang melekat pada tubuhnya sehingga laki-laki itu terkesan penuh wibawa membuat Anzel berdiri dan segera menghampirinya.

"Dok, gimana keadaan temen saya?" dengan langkah gusar Anzel berjalan mendekati pria yang tampak lima tahun lebih tua darinya.

"Baik, saya akan menjelaskannya," pria itu berhenti sejenak untuk mengambil napas yang cukup panjang.

"Tadi pasien sempat tiga kali muntah darah, mungkin diakbibatkan karena pukulan pada perutnya yang berulang kali, sehingga membuat luka yang dalam pada dinding perutnya, akibatnya sekarang pasean kekurangan darah, kami sudah mendapatkan sempel darahnya, dan kami akan segera memerikasa golongan darah pasian." lanjut pria itu dengan panjang lebar.

"Terus gimana dok?"

"Jika kami telah mengetahui sempel darahnya, maka kami akan segera mancari stock darah yang pasean butuhkan, tetapi sebelumnya kami harus mendapatkan persetujuan dari keluarga pasien, agar kami bisa segera melanjutkan pengobatan."

"Apa perlu saya menghubungi keluarga pasien?" Mendengar pertanyaan dari Anzel pria itu justru tergelak.

"Saya tadi sudah bilang, kami perlu mendapatkan persetujuan dari keluarga pasien, tapi kami tidak tau bagaimana nanti jika pasien terlambat mendapatkan pengobatan, tapi apakah kamu bersedia untuk berpura-pura menjadi keluarganya?"

"Jika itu yang terbaik tentu saya bersedia."

"Tetapi ingat jika terjadi sesuatu padanya, kamu siap menanggungnya."

Anzel mengangguk mendengar penuturan dari pria di hadapannya "Baik dok, lakukan yang terbaik untuk dia."

"Tidak usah begitu menghawatirkannya, dia akan baik-baik saja." Pria itu tersrnyum menatap Anzel kemudian segera pergi meleawatinya.

"Eoh, terima kasih."

Anzel tersenyum untuk sesaat, kemudian ia kembali ke pikirannya yang sedang kalut, ia sedang di landa khawatir dan juha bingung apa dia akan memberi tahu teman-temannya tentang hal ini, tapi ia takut jika nanti teman-temannya akan menyalahkan dia untuk hal ini, dan ia juga sama takutnya untuk memberi tahu keluarganya, bisa saja keluarganya juga akan berpikir bahwa ini salahnya.

Form His Diary | Haechan (end)Where stories live. Discover now