14. Bertemu

79 18 4
                                    

Aku malu pada dunia, yang lebih banyak tau tentang kamu. Kalau boleh aku ingin menjadi dunia. Tetapi duniamu.

⚠️⚠️Typo dimana-mana

Sebelum lanjut saya mau tanya sama kalian, gimana tanggapan kalian tentang cerita ini sih?
Soalnya saya kok ngerasa ceritanya kek freak banget ya.

Lampu yang tergeletak di atas meja belajar, telah menyala sedari tadi dengan cahaya yang redup. Gadis dengan rambut yang terikat dua, terlihat sedang menggoreskan pena dengan tinta berwarna hitam di atas kertas putih. Hingga menimbulkan pola dengan bentuk yang indah, yang disebut dengan gambar.

Deja, ia sedari tadi fokus dengan gambarannya. Ia menggambar bukan karena hobi, tapi itu salah satu proses penyembuhan dari traumanya.

Deja adalah gadis kecil yang memiliki trauma berat akibat kecelakaan kedua orangtuanya, yang membuatnya sempat mengalami henti pertumbuhan IQ. Hal itu juga disebabkan karena dulu ia sempat menerima perbuatan bullyying parah.

⚠️⚠️Buat kalian yang suka jijik mending lewatin tulisan yang miring deh!!

"Ayo minum!"

"Ayo minum!" Seorang anak kecil dengan wajah manis tengah memegangi kepala miliknya, ketika ada yang menjambak rambutnya.

Ia menatap semua orang yang terlihat lebih besar darinya, ia ingin menangis ketika salah satu dari mereka membawa cup yang berisikan air kenc*ng.

"Ayo minum!" Deja menggelengkan kepalanya kuat, ketika salah satu dari mereka mulai mendekatkan cup tersebut. Tetapi semakin kuat ia menggeleng, semakin besar juga rasa sakit yang ia dapatkan akibat orang yang masih menjambak rambutnya.

Deja, gadis itu menangis ketika cup yang berisikan air kenc*ng itu sudah tumpah di mulutnya. Suara tawa menggema di telinga Deja. Rasanya ia ingin sekali marah dengan mereka, tapi ia hanya bisa menangis dihadapan mereka.

Deja, gadis itu meneteskan air matanya, ketika kenangan pahit itu tak pernah hilang dari otaknya. Kenangan itu terus menerus berputar mengelilingi kepalanya.

"BI ASTI!!" Deja berteriak, ia butuh teman untuk bercerita.

Tidak lama setelah Deja berteriak, Bi Asti sudah muncul dari balik pintu, ia berjalan ke arah Deja yang baru menyelesaikan gambarnya.

"Bi Asti, coba deh lihat ini!, bagus ga?" Deja memperlihatkan kertas yang berisikan gambaran miliknya yang tidak begitu bagus tapi tidak buruk juga. Di sana hanya ada gambar sosok pria yang tengah memayungi sosok gadis yang sedang membenarkan tali sepatunya.

"Bagus."

"Yeeeey, nanti Deja mau gambar lagi!" Deja tersenyum senang kemudian menepuk kedua tangannya.

"Deja jadi ga?, ke makam ayah sama bunda!"

"Jadi dong!" Gadis itu berteriak senang.

"Ya udah, sekarang Deja siap-siap ya, Bi Asti tunggu di depan." 

Bi Asti melangkah keluar dari ruangan, meninggalkan gadis dengan perasaan tak karuan. Ia menutup pintu kemudian membuang napasnya berat. Ia tak menginginkan gadis itu memanggilnya dengan sorot mata pilu. Ia tak tau kapan gadis itu sembuh dari luka lamanya. Yang jelas itu bukanlah hal yang terduga.

Ia masih tersayat dengan perasaannya sendiri ketika mengingat betapa kacaunya sang majikan. Walau hanya sebatas tuan dan babu, tapi ia merasa sudah memiliki ikatan batin dengan majikannya.

Asti tersadar dari lamunannya, ketika si gadis keluar dari kamarnya dengan pakaian serba pink. Ia tau majikannya tak sepenuhnya waras, tapi apa setidak waras itu sang majikan. Tetapi ia tak ada daya untuk melarang.

Form His Diary | Haechan (end)Where stories live. Discover now