16. Untuk bahagia.

122 18 0
                                    

Ga ada pertemanan yang abadi. Yang ada tuh hanya kepentingan pribadi. Jangan terlalu berharap sama orang yang tiba-tiba baik tanpa alasan.
♥🌻🌻♥

⚠️⚠️maaf apabila ada kesalahan dalam kepenulisan.

Chafa mengernyit, matanya menatap raut panik Jaka. Ia memalingkan wajahnya, menatap ke segala arah. Tak ada tanda-tanda sosok yang tengah membuat mantan kekasihnya panik.

"Terakhir lo ngeliat dia di mana?, terus kapan?"

Jaka menatap manik mata milik Chafa, beberapa detik setelahnya Jaka membuang tatapannya "Tadi pas gue mau nyamperin kalian gue masih sama dia," ungkap Jaka, wajahnya yang tadinya panik berubah menjadi datar.

Chafa menatap wajah Jaka dalam-dalam, 'ternyata kekecewaan itu masih ada ya jak,' Pikirnya.

'Kekecewaan gue selalu ada sampai gue mati fa!' Pikir Jaka, ia seakan tau apa yang sedang Chafa pikirkan.

"Berarti dia belum jauh dari sini, mending kita ceptan cari dia deh."

Jaka dan Deja mengangguk menyetujui ucapan Chafa. Chafa sekilas menatap tangan Jaka yang menggenggam tangan Deja, entah di sengaja atau tidak pria itu melakukannya. Terbesit rasa sakit di ulu hatinya. Tapi sekarang bukan waktu yang tepat untuk memikirkan bagaimana perasaanya.

Mereka terus berjalan menyusuri pasar malam itu, dengan Jaka yang terus menggandeng tangan Deja, dan Chafa yang berjalan di belakang mereka, d ef ngan sesekali melirik tangan keduanya.

'Jaka pleasse ini sakit!, sesakit ini ternyata.' Chafa sedikit mendongokan kepalanya demi menahan air mata yang sebentar lagi akan turun.

Chafa mengernyit ketika memdapati dua orang yang di depannya berhenti melangkah. Chafa menatap sekelilingnya dan berhenti pada satu anak kecil yang tengah menaiki komedi putar. Anak itu terlihat sedang tertawa, bahkan lidahnya terulur mengejek pria yang ada di hadapannya yang sudah naik darah.

"AILA!" Deja tertawa mendapati ekspresi konyol dari laki-laki bertubuh kekar itu. Laki-laki itu berjalan menghampiri Aila, dengan Deja yang berjalan mengekorinya.

Jaka langsung membawa anak itu turun dari komedi putar yang di tumpanginya. Jaka menatap Aila yang sedang menertawakannya.

"Tadi siapa namanya?" Deja mensejajarkan tinggi badannya dengan Aila.

"Eem nama aku Aila kak." Aila menjawabnya dengan gembira.

"Kalau nama kakak siapa?"

Deja yang ditanya terlihat berpikir. "Emm kalau kakak jawab Aila mau kasih apa?"

"Nanti Aila ajakin naik itu deh!" ucap Aila sembari menunjuk bianglala yang tidak jauh darinya.

"Deja."

"Waah namanya lucu kaya orangnya gemes!" deja terkikik malu, dengan tangan yang menutup mulutnya.

"Orangnya emang gemes banget ya Ai." Aila memgangguk menyetujui ucapan Jaka. Berbeda dengan Deja yang merasa semakin malu mendengar itu.

Aila menipitkan matanya ketika melihat sosok yang sudah lama tidak ia jumpai. "Kak Chafa!!" Aila berlari menghampiri Chafa yang sedari tadi menatap mereka dari kejuhan.

Chafa segera membalas pelukan dari Aila, "Halo Aila!, gimana kabarnya?"

"Aila kan selalu baik kak!" Chafa tersenyum menatap kecerian di dalam wajah Aila.

"Aila kangen ga sama kakak?"

"Kangeeeeeeeeen bangeeeeeeeet!"

Chafa mengusap suari hitam milik Aila, masih sama, masih begitu lembut di tangannya.

Form His Diary | Haechan (end)Where stories live. Discover now