Kebebasan Yang Terbatas

229 18 2
                                    

"orang-orang tidak baik dalam menilaiku.."

Suasana kamar yang begitu sunyi seperti tak ada kehidupan, sinar bulan yang hanya menerangi ruangan lewat celah tirai jendela.

Alin memeluk lutut diatas tempat tidurnya, memandangi segelas susu dingin yang belum ia minum sedari tadi. Ia menghela nafas kasar, kemudian menjatuhkan badannya kesamping.

"Luffy.." gumamnya mengukir sketsa nama luffy di seprei menggunakan jari telunjuknya. "Kenapa aku bisa jatuh cinta kepadanya?"

Ia bangkit dari posisi menyampingnya, memakai kaos kaki agar kakinya tetap hangat lalu berjalan menuju pintu kamar.

Gagang pintu itu ia guncang - guncangkan menandakan pintu tidak bisa terbuka. "Dikunci.." ungkapnya.

Badannya terlihat begitu lemah, bibirnya bergetar, matanya meluncurkan air mata. Alin terduduk memeluk erat dadanya yang terasa sesak, isakan tangis tak bersuara menggambarkan penderitaannya selama tinggal disini.

Tok tok tok..

Pintu kayu diketok, lantas ia dengan cepat menyeka air matanya lalu menyaksikan pintu yang kurang lebih tingginya 2,7 meter terbuka perlahan oleh seseorang.

Nampaklah seorang pria tua membawakan sepiring sup panas untuk putrinya didalam sana.

"Bagaimana sekolah mu? Apa sebagus yang kau kira? Aku sudah mengabulkan permintaan mu bukan?"

Alin memasang ekspresi lelahnya. Ia membungkuk, "terima kasih atas kebebasan terbatas ini, aku sayang ayah.."

Pria itu tersenyum. Melihat susu yang dibuatkan untuknya belum diminum, ia lantas menyodorkan sup hangat tadi dan mengambil susu dingin tersebut. "Alin ku sayang, disana kau cukup menginjak tanahnya saja, aku tidak akan mengizinkan mu untuk berteman,"

Mendengar itu Alin teringat akan Luffy, bukan berteman lagi, melainkan anak laki laki itu sudah mengisi tempat dihatinya. Ia menggigit bibir bawahnya, jangan sampai pria itu tahu, nyawa Luffy bisa dalam bahaya.

"Jika kau ingin seorang teman, Hisoka sedang mencari tawanan baru, dia akan aku berikan kebebasan untuk berbincang dengan putriku yang kesepian." ucapnya lalu menutup pintu kamar.

Alin mengangguk kaku, ia sudah terbiasa dengan tingkah laku ayahnya. Membawa seorang tawanan lalu dijual ke pasar gelap, jika saja Alin bukan putri satu-satunya mungkin ia juga sudah jadi budak mafia.

Sejak kecil ia dibesarkan dengan kondisi terisolasi, ia hanya diajarkan membaca dan menulis. Selama Alin hidup ia tak pernah memiliki teman, kenapa? Ayahnya takut status dirinya sebagai mafia terbongkar, maka nyawanya sedang dalam bahaya. Tapi Alin yakin bukan hanya itu alasan dibalik ayahnya yang mengisolasi dirinya.

Di ulang tahun Alin yang ke-16, ia meminta kepada ayahnya untuk menyekolahkan ia di OPHS, ayahnya tak mengizinkan namun karena Alin berkata "aku tidak akan meminta apapun darimu lagi" akhirnya dikabulkan.

Didalam kamar sana merupakan saksi bisu dimana Alin tersiksa, ia hanya bisa memandang dibalik jendela para remaja bersama kelompoknya menikmati masa muda mereka. Disitu ia hanya bisa tersenyum, berimajinasi bahwa ia juga sedang berada disana.

Sebab ia dibesarkan dengan didikan seperti itu, mengakibatkan seorang Alin tumbuh menjadi gadis yang memiliki banyak sisi gelap, pastinya.

⏮️⏭️

Nojiko terlihat sedang memotong daun seledri untuk pelengkap sup malam ini, sedangkan Nami tengah menyusun cookies yang ia beli tadi sore kedalam toples.

Tiba - tiba seseorang menggedor gedor pintu rumah mereka, begitu keras sampai Nojiko yang berada didapurpun mendengarnya. Nami yang sedang duduk di sofa ruang tamu sigap membuka pintu tersebut, begitu pintu hampir terbuka lebar Nami seketika menutup pintunya kembali lalu menguncinya.

Oɴᴇ Pɪᴇᴄᴇ High SchoolWhere stories live. Discover now