10. Luka Sepihak

98 31 170
                                    

December 2018

Sejatinya memang, sebuah perasaan akan bertahan jika saling mencintai. Jika menarik benang merah seorang diri, maka siap-siap akan jatuh sendirian. Jika benang merah tak kunjung tersambung dengan hati seseorang, maka akan kusut dengan sendirinya. Dan tumbuh banyak duri bahaya. Sehingga akan melukai siapapun yang ingin mengarahkan benang merah itu pada hati seseorang.

Lantas kenapa rasa cinta itu ada di dunia ini? Jika memang pada akhirnya berakhir seperti itu. Ya, aku tahu bukan manusia namanya kalau tidak mencintai sesama umat manusia. Aku sangat tahu, jika tak ada cinta di dunia ini, maka aku tak akan lahir di dunia ini. Aku juga sangat tahu Tuhan punya rahasia yang lebih indah, tapi ... kenapa? Kenapa aku tidak jera menyakiti diriku sendiri? Dan tak lepas memikirkan orang yang bahkan tak ingin aku masuk ke dalam kehidupannya.

Ini sudah kesekian kalinya aku sudah mengibarkan bendera putih untuk Rama. Kenapa dia tak lepas dari pikiranku? Padahal sudah jelas dia menolak. Apalagi yang diharapkan coba?

Aku tak habis pikir saat aku menunggu bus antar jemput kampus untuk mengikuti acara makrab dan outbond UKM kewirausahaan. Lokasi outbond di pantai yang lumayan jauh dari lokasi Universitas Bhuminusa.

Drrrt ... Drrrrrt...

Ibu.

"Lan? Enggak pulang, Nak?" tanya ibu sembari mengemasi kompor gas koper.

"Kayaknya Lana pulang akhir Desember, Bu. Hari ini Lana bakal nginap di villa pantai. Ada acara organisasi," jelasku.

"Udah siapin semua barang-barang?" tanya ibu lagi.

"Udah, bentar lagi berangkat. Aku nginap cuma satu hari, kok," jawabku.

"Kamu masih ingat hari ini hari apa?" Aku terdiam. Hari ini hari peringatan 5 tahun kematian ayahku bertepatan di hari ibu. Aku menjauh dari kerumunan teman.

"Tentu saja ... ingat," lirihku.

"Oh, ya selamat hari ibu. Maaf, Lana enggak ada di sana," ucapku berkaca-kaca.

"Terima kasih, sayang. Ibu sebenarnya ingin pergi ke kuburan ayah sama-sama. Kedua kakakmu sepertinya sibuk sepertinya. Kita tunda saja, ya? Hari ini juga persiapan acara pernikahan kakak sepupu kamu tanggal 26 nanti," jawab ibu bernada sedih.

Ada cerita menyakitkan dari pada jatuh cinta sepihak kepada seseorang. Kisah cinta orang tuaku sendiri. Ayahku seseorang yang guru terpaut jauh umurnya dengan ibuku. Mereka dipersatukan dalam lingkungan kampus. Kemudian, dipisahkan dengan maut yang tidak bisa diterka-terka.

Tahun 2013 ayahku meninggal dalam keadaan sehat di hari ibu. Tahun 2016 bertepatan dihari ibu, ibuku dirawat ke rumah sakit selama satu bulan koma karena gasritis dan kekurangan natrium. Aku yang waktu itu, sangat trauma melihat ibuku sakit bahkan tak sempat memikirkan mau ke mana melanjutkan pendidikan. Berkat support dan semangat dari kami anaknya, ibu berhasil bangkit dari penyakitnya. Aku sangat tahu Ibu memikirkan masa depan semua anaknya. Bukan masalah finansial melainkan perasaan gamang dalam membesarkan anak setelah kehilangan figur seorang ayah. Tentu saja ibuku merindukan ayahku di harinya sendiri. Hari ini.

Setelah dipikir-pikir lagi. Tak pantas rasanya aku menyimpan rindu atau menangisi orang yang mengganggapku tak ada. Ya, walaupun itu semua kesalahanku, aku tak mengganggap jatuh cinta padanya sebagai kesalahan. Akan lebih baik lagi, aku fokus kepada orang yang aku sayangi.

"Lan? Kok diam?" tanya ibu.

"Iya, Ibu juga hati-hati. Aku tahu ibu rindu pada ayah. Happy-happy sama kerabat kita, oke? Ibu harus bahagia. Ingat dulu ibu juga masuk rumah sakit di hari ibu? Lana enggak mau sakit seperti dulu."

Sahita Raswa ✓Where stories live. Discover now