14. Bunga dan Matahari

73 19 68
                                    

January 2020

Aku menyusun arsip dokumen-bulan ini aku bekerja di kantor pemerintahan daerah sebagai mahasiswa magang. Walau sebelumnya aku pernah mengikuti kuliah lapangan, aku tak merasakan hal yang menyenangkan sama sekali. Aku tak bisa bekerja dengan baik. Sebenarnya terlalu cepat untuk mengambil mata kuliah magang. Namun, atas ajakan Dipa, Nindi dkk, aku jadi terpaksa mengikuti mereka. Karena tanpa mereka aku juga tak tahu arah.

Dan selama ini aku terpaku pada teori, akan tetapi pada implementasinya aku tak bisa. Terlebih aku mendapat partner magang yang tidak bersahabat. Tisya, aku kenal dia sekelas sejak semester 1. Tisya yang sangat humble saat pembekalan magang-ternyata tidak sebaik yang aku bayangkan. Aku terlalu tertutup dan kaku-tak sengaja banyak melakukan kesalahpahaman di matanya, bahkan di mata banyak pegawai instansi.

Selama ini aku tahu, Tisya selalu berteman dekat dengan lelaki di kampus termasuk Bara. Aku pernah nge-chat Bara, sekadar mempertanyakan sikap jutek dan sombong Tisya padaku. Hanya itu, kali ini dia tak bisa karena mungkin dia merasa aku menganggunya sehingga dia menjadikan kesalahan kecilku menjadi kesalahan fatal. Padahal aku tak berniat sama sekali untuk berbuat jahat padanya.

Pagi, ini Tisya menghampiriku, saat menyusun arsip.

"Ada apa, ya?" tanyaku.

"Kamu iri, ya? Aku temenan sama Bara?" tunjuk Tisya.

"I'm sorry ... what?" tanyaku bingung.

"Barusan aku dapat chat dari anak-anak cowok. Kamu beneran suka sama dia?!"desaknya sedikit membentak.

"Aku sendiri enggak paham apa yang kamu omongin," balasku masih tak paham.

"Aku enggak nyangka, Lan. Kamu kek gini padahal kita sama-sama anak yatim," tunjuk Tisya seolah-olah aku mengada-ngada. Aku saja tak paham dia menjadikan anak yatim sebagai alibi. Play victim sekali dia. Padahal dia disanjung-sanjung pegawai seluruh kantor. Kenapa marahnya ke aku? Atau memang dia ingin aku buruk di mata pembimbing di instansi. Lah, untuk apa diperburuk lagi image-ku sudah terkenal buruk di kantor. Bahkan banyak pegawai yang tidak suka dengan sikap kaku dan cerobohku.

"Bara marah sama aku! Asal kamu tahu aja Aku sama Bara udah dekat sejak PKKMB! Sekarang kamu fitnah aku ini bermuka dua ke adik-adik SMK? Kamu itu yang bermuka dua!" tuduh Tisya.

"Pertama, aku minta maaf, kalau aku ini bermuka dua seperti maksud kamu. Tapi jujur aku enggak ada niat apa-apa. Aku mengatakan berdasarkan sikap kamu ke aku selama magang. Kedua, emangnya aku terlihat cinta sama Bara? Jawabannya kagum iya. Cinta tidak. Lagian Bara udah punya kekasih. So, apa yang diperdebatkan?" jawabku.

"Pokoknya kamu harus tanggung jawab kamu cemarin nama aku! Kamu juga rebut Bara dari aku!" teriaknya.

Bang Riza pegawai ASN di kantor ini yang baru saja datang, tak sengaja mengintip di tangga, pertengkaranku dengan Tisya di koridor kantor. Tisya langsung pergi bergegas ke ruang kerjanya.

"Kamu enggak apa-apa?" tanya Bang Riza. Wajahnya mengingatkanku pada wajah Rama. Mirip. Bahkan kacamatanya. Cuma Bang Riza yang paham sikonku di kantor di kala pegawai-pegawai kantor melihatku tak suka.

"Tidak, apa-apa." Aku mengeleng menghapus tangis, kembali bekerja. Bahkan setelah Bang Riza menenangkanku, Tisya tetap menatapku sengit. Tanganku gemetar, takut. Ternyata masuk ke dunia perkantoran tidak semudah yang dibayangkan. Belum tekanan dari atasan, teman bisa jadi musuh. Aku ... benar-benar diselimuti ketakutan sekarang.

Sahita Raswa ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang