5

10 1 0
                                    


Hari ini adalah hari Selasa. Tak ada yang istimewa di hari Selasa ini dan tak ada kegiatan apapun untuk hari ini. Mungkin hanya pengambilan buku di perpustakaan sekolah dan sekarang Ara berada di depan perpus. Ingat! Depan perpus sekolah.

"Mati aja lo, Ra kalau sampai masuk," batin Ara berteriak. Kejadian kemarin bener-bener bikin malu. Pastinya masih tercetak sangat-sangat jelas sekali di ingatan Kak Milo. Parahnya hari ini Milo, sang ketua OSIS ikut membantu mencatat nomor buku di dalam perpustakaan.

"Eh, Ra. Lo nggak ke dalem?" tanya Dara, teman sebangkunya yang memiliki nomor absen ke tiga. Sedang membawa tumpukan buku paket di pelukannya.

Ara terlonjak kaget, sambil membayangkan bagaimana jika Ia masuk dan oh no! "E.. Guekan absen terakhir, nanti aja deh. Panas kerumunan kaya gitu. Hehe.." Lihat? Ara mengeluarkan alibinya lagi.

Dara mengerutkan kening, persis seperti Milo mengerutkan keningnya. Loh..kan..bahas Milo lagi. "Di dalemkan pake AC. Justru kalau lo di sini panas kali. Gimana sih? Yaudah deh, gue tunggu di rest area ya. Daahh.." ucap Dara sambil berjalan kesusahan.

BODOH!

Bodoh banget. Tuhkan, Ara itu emang nggak bisa bikin alibi. Mau bikin alibi kaya apapun, pasti ada aja yang salah. Heran deh.

Kaki jenjang itu mulai bergerak, melangkah masuk di dalam perpustakaan. Hal pertama yang di rasakan adalah ramai serta angin AC yang menusuk kulit, adem. Kakinya masih melangkah menuju rak-rak untuk mencari buku yang sekiranya dapat memikat hati.

"Kesatria, Putri, dan Bintang Jatuh, Dee Lestari," ucapnya membaca judul di cover buku. "Lho? Inikan buku kakak? Kenapa disumbangin di sini?" batinnya ketika melihat isi buku yang tertera nama peniliknya.

Ketahuilah, sebenarnya Ara tak terlalu suka membaca novel. Mungkin orang yang melihatnya akan berpikir bahwa Ara ini penyuka novel sejati. Wah... Cover saja dapat menilai seperti itu, tapi kenyataannya? Sangat tidak.

Buku yang ditariknya tadi hanya di buka sekilas. Sebuah kertas kecil terhempas karena hembusan kipas angin yang tiba-tiba menyala dengan sendirinya. Hingga terjatuh jauh di dekat kursi.

"Buat apa lo buka buku itu?" tanya Milo yang tiba-tiba sudah mengambil kertas itu.

Ara menghela napas sebal. Mengapa dari sekian cowok yang berada di perpus ini, kenapa harus dia? Si ketua OSIS pemarah. "Ya.. Ya terserah gue dong. Buku perpus juga. Emang ini buku lo? Enggakkan?" jawab Ara tetap tenang.

Kemudian Ara berbalik pergi, daripada harus bertengkar dan menambah kegaduhan di dalam perpus, mending di sudahi saja pertengkaran kecil ini. Toh, juga nggak guna kalau di lanjut. Ara berpindah ke bagian rak tentang mitologi-mitologi Yunani. Nggak tahu persis sih, tapi akhir akhir ini sering banget ngepoin tentang mitologi Yunani.

"Mending lo ke depan, duduk sambil nunggu antrean lo," ucap Milo tiba-tiba.

Lho? Orang mau baca buku salah? Padahal di dalem perpus jelas-jelas ada tulisan 'Buku adalah Jendela Dunia', 'Banyak baca buku, banyak ilmu'. Jadi, kalau Ara mau baca buku? Ara salah? "Gue salah?" tanyanya tenang.

Milo meatap ke arah temannya yang letaknya tak jauh dari mereka, kemudian menatap Ara kembali. "Lo tu disini cuma boleh minjem buku paket di depan sana. Lo belum boleh minjem buku yang lain" jawab Milo agak marah.

"Dia kenapa sih, sensi mulu kalau Gue deket sama perpus" batin Ara. "Gue nggak minjem buku. Gue cuma mau lihat-lihat doang," balasnya tak mau kalah.

"Terserah deh, lo balik ke depan sana," usir Milo sambil melambaikan tangan ke David, orang yang ditatapnya tadi.

"Iya iya! Nggak usah dorong juga! Mentang mentang badan gue kecil gitu," gue mendengus kesal sambil menghentak-hentakkan kaki.

Ara membalikkan tubuhnya dan segera mengambil kertas yang sedaritadi dipegang oleh Milo. Sebelum berlari menjauhi Milo, Ara melujurkan lidahnya terlebih dahulu, bermaksud untuk mengejek. Kemudian berlari sambil mengenggam kertas itu.

Serasa sudah aman bersembunyi, Ara membuka kertas itu. Merah warna goresannya. Apa ini? Sebuah surat cinta? Hanya itu?

"Udah dibilangin Milo buat antre di depan, malah lari kesini," ucap seorang tiu sambil menarik kertas itu.

"Kak David?" ucap Ara. "Maaf," ucap Ara pelan sambil membungkukkan badan. Kemudian berbelok pergi menjauhi David.

Ada rasa penyesalan di hati Ara. Penyesalan yang amat sangat ingin di lupakan. Dengan bodohnya, dia ngambil surat cinta milik Kak Milo dari Kak Zahra. "Tunggu, tunggu, Zahra ya? Nama gue dong?" batinnya.

Sedetik kemudian ia menepuk jidatnya sendiri, "Itukan. Berarti surat cinta gue dong? Surat cinta untuk ketua OSIS. Berarti gue salah ambil kertas dong," omongnya sendiri.

"Zahra Adissa K," panggil petugas perpus.

"Saya," ucap Ara kemudian menandatangani buku dan membawa buku itu sedikit kerepotan.

"Gue bantu,"

Ara mengerutkan keningnya dan kemudian berlari menatap seseorang yang mengambil semua buku miliknya, "Kak Farah?!"

"Kaget ya? Nih bawa setengahnya," ucap Farah menyodorkan buku paket di pelukannya.

"Gak mau," tolak Ara sambil memutar badan. Pandangannya bertemu dengan Milo. Pikirannya seolah-olah bertanya "Kenapa Milo ada di depan perpus? Bukannya tadi didalem ngrecokin gue?"

"Kak, itu Kak Milo," ucap Ara memberitahu bahwa ada Milo. Kemudian ia melepaskan pandangan menatap rest area, seketika ingat jika ia memiliki teman yang sedang menunggunya. Sambil melambaikan tangannya, Ara berteriak, "Daraaa! Disini."

***

"BESOK SENIN PENSI WOY..! KITA BELUM NYIAPIN APA APA!" teriak sang ketua kelas, Fatimah.

Seketika kelas menjadi hening. Maklum lah baru beberapa hari beradaptasi dengan murid dikelas, sekali teriak langsung kicep. Berbeda jika sudah beberapa bulan beradaptasi, mau setatus teriakan, nggak bakal ada yang bisa diem.

"Gue gitar," teriak seorang laki laki sambil mengangkat tangan kanan milik temannya.

"Apaan sih lo!" sinis seorang yang tangan kanannya tadi diangkat. "Gak! Gue nggak mau," ucap orang itu santai sambil memainkan game di ponselnya

"Demi kelas kita, Rel. Lo tega kalau kelas kita nggak juara? Lo tega kalau kelas kita diejek kelas terburuk?" rayu seorang tadi dengan dramatis.

"Eh, Farrel! Yang di omongin Lian bener kali. Lokan pernah pensi sama Renakan? Lo gitar, Rena nyanyi, dan lo menang juara 1 kan?" teriak Dara yang dulunya satu kelas dengan Farrel di SMP.

"Udah Farrel aja udah," ucap Lian.

"Yaudah gue gitar," balas Farrel ogah-ogahan.

Fatimah kini menulis nama Farrel di papan tulis dengan huruf kapital yang besar. Agar sang pemilik nama tak melupakan tugasnya. "Sekarang yang nyanyi siapa nih?! CEWEK! Harus cewek! Biar romantis, Hahah...," teriak Fatimah.

Krik...krik...

"Dara," ucap Lian yang tangannya menunjuk Dara.

"Lo apaan sih? Dari tadi tunjuk-tunjuk orang? Lo pengen kelas kita dicap kelas terburuk?" ucap Dara sewot.

"SIAPA NIH?" teriak Fatimah lagi.

Tak ada yang merespon sama sekali. Ada yang pura pura tidak dengar, ada yang pura pura habis bangun tidur, dan adapula yang ijin ke kamar mandi.

"Siapa nih? Ayo dong..! Yang punya suara bagus..! Tunjukin bakat kalian..," teriak Dara ikut membantu Fatimah yang tadi terus berteriak.

"Gue aja"

"Gue aja"

____________________

👇 vote and comment😉

Ara's LifeWhere stories live. Discover now