8

3 0 0
                                    


"Hosh...hosh...hosh...," nafasnya tersenggal senggal setelah berlari.

"Jam delapan," ucap seseorang yang telah duduk santai di kursi teras.

Ara meletakkan heels yang ia copot tadi di depan pintu rumah. Gara-gara abang sepupunya, Faiz, Ara harus berlari dari depan pintu perumahan sampai di depan rumah miliknya di blok I. Dengan terpaksa Ara harus berlari karena temannya, Farrel, daritadi mengomel terus lewat via telepon.

Masih dengan nafasnya yang terengah-engah, Ara membukakan pintu rumahnya. "Masuk," ucapnya mempersilakan. Kemudian ditutupnya pintu itu kembali. "Eh, nggak usah di tutup deh. Ntar lo ngapa-ngapain gue lagi," ceplosnya sambil membuka pintu kembali.

Farrel bergidik ngeri menatap Ara. "Gue juga nggak akan mau kali, idih."

"Siapa tahu lo khilaf. Iman lokan gampang goyah," jawab Ara. "Udah deh, gue ganti baju dulu."

Usai berganti pakaian, Ara menuruni tangga rumahnya dengan buru-buru. Takut kalau Farrel mencuri barang di rumahnya. Apalagi ini rumah isinya barang-barang mahal milik Tante Nadira. Bisa jadi sambel colek kalau ada yang hilang, kan bahaya.

"Nih gitarnya," ucap Ara sambil menyerahkan gitar abangnya. Biasa udah nyogok minuman dari Amerika tadi. Kalau nggak nyogok mana boleh Ara memakai barang milik abangnya.

"Gue udah bawa," jawab Farrel singkat sambil mengangkat gitar miliknya yang tadi entah dimana letaknya.

Wajahnya cengo melihat barang yang di angkat Farrel, "Lo bawa gitar?" tanyanya. Kalau gitukan dia nggak harus nyogok abangnya buat minjem gitar, kalau gitukan dia juga nggak harus lari dari pintu perumahan ke rumahnya, kalau gitukan dia nggak usah beliin minuman dari Amerika yang harganya bikin nungging itu. Rasa-rasanya ingin mati saja.

Sebelum Ara mengeluarkan segala bentuk sumpah serapahnya, Farrel lebih dahulu mengeluarkan suaranya. "Duarsinya minimal 20 menit, jadi 3 lagu aja di lamain biar kelihat banyak."

Baru saja Ara mangap ingin menanyakan sesuatu, Farrel sudah memberitahunya lebih dulu. "Lagu kemarin, senorita sama starla."

Ara mengernyitkan dahi, aneh. "Gue mau lagunya Acha Septiasa 'Sampai Menutup Mata' dan Meghan Trainor 'Just a Friends to You', gimana?" tanya Ara.

"Nggak apa-apa sih. Tapi..., kenapa lo milih lagu itu?" tanya Farrel curiga.

"Eh, elu, Rel. Haris ke mana?" tanya Faiz yang tiba-tiba datang dari arah belakang.

"Beli makan malam buat bunda, Bang. Palingan ntar ke sini," jawab Farrel akrab.

Ara menatap kedua manusia yang ada di depannya. Alisnya mengernyit tanda ia tak paham. Seluruh pertanyaan yang ada di kepala, memendam semua di dalam hati. Bingung.

"Kok? Kalian berdua?" tanya Ara yang masih bingung mempertanyakan. "Lo kok dah balik?!"

"Tar suruh ke kamar gue ya, lo juga ikut. Biar si Zahra gue suruh bikin makan sama minum," Faiz berucap santai sambil menyengir di akhir ucapannya. Ia tak tahu jika sedari tadi ada yang menahaan umpatan.

Bugh! Bugh! Dua bantal sofa terlempar begitu tragis, "Pergi sana lo! Ganggu aja!" teriak Ara lalu melemparkan bantal sofa untuk yang ketiga kalinya.

Faiz menerima lemparan lemparan bantal itu mencoba untuk menghindar. Walau hasilnya sama saja setidaknya dia telah mencoba, "Iya deh... Yang pengen berduaan...!!" teriak Faiz sambil berlari menghindar dari ruang tamu.

"Dasar! Punya sepupu kok gitu banget," cibir Ara usai menatap kepergian Faiz.

"Cepet, gue mau mabar nih"

Sekitar 15 menit, mereka melakukan latihan suara. Ya, mungkin diawal saja, kemudian mereka bertengkar, menengkarkan hal-hal yang tidak berguna. Misal, suara Ara jelek lah, gitar milik Farrel senarnya murahanlah, ribut soal bantal, banyaklah. Sampai-sampai Tante Nadira mengusir mereka berdua dikarenakan teman-teman tante Nadira ingin berkunjung.

"Eh, maaf ya. Kalian latihannya pindah dulu ke atas, dikamar Zahra," pinta Tante Nadira yang langsung dilakukan oleh Farrel. Ara saja masih mencerna ucapan tantenya itu.

"Kamar Zahra? Ka-mar Zah-ra?" batin Ara berulang- ulang. Seketika sadar, Ara langsung berlari ke arah kamarnya. Benar saja Farrel telah duduk di atas kursi balkon dengan santainya. Seperti rumah milik sendiri.

"Eh, lo kok main masuk aja sih. Untung kamar gue lagi bersih.  Coba kalau enggak?" cerocos Zahra kemana-mana.

"Gue mau kasih tahu ke, lo!" teriak Ara tiba-tiba. Ara membisikkan sesuatu di telinga Farrel.

Farrel menjauhkan kepalanya, geli di bisikki seperti itu. "Lo kalau bisik bisik nggak usah pake babab lo juga. Panas tahu!" kesalnya sambil mengusap usap telinganya yang panas. "Jadi lagu itu buat seseorang itu?"

"Lagu mah kecil, sekali denger juga hafal. Gue buat minum dulu ya. Lo kalau mau wifian passwordnya 'aracuantiq' pake q."

Farrel terkekeh mendengar teriakan Zahra. Kenapa bisa punya suara cempreng kaya gitu? Tapi kalau nyanyi suaranya bagus? Aneh.

____________________

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 07, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Ara's LifeWhere stories live. Discover now