Kalindi Sara Ft. Kasena Sadeli

15.3K 2.2K 166
                                    

Dengan langkah berjingkat Indi memasuki kamar utama, mencari Sena yang biasanya menginap di kamar orangtua mereka. Tapi meski sudah mengelilingi dan bahkan melongok ke bawah ranjang, ia tidak berhasil menemukan sosok kakaknya. Kamar itu hanya dihuni oleh Sangga dan Gamila, yang tidur saling berpelukan tanpa pengganggu di antara mereka.

"Apa Kakak tidur di kamarnya?"

Didorong rasa penasaran, Indi beranjak menuju kamar Sena, yang berseberangan dengan kamar Kavi. Ternyata pemuda itu memang berada di ruangannya sendiri, mendengkur keras selagi menganyam mimpi.

"Kakak," panggil Indi sembari menaiki ranjang pemuda itu, "Bangun, Kak."

"Hm?" gumam Sena tanpa membuka mata.

"Aku lapar," beritahu Indi sambil meremas perutnya yang perih karena melewatkan makan malam.

Ternyata Sena belum sadar, karena ia kembali mendengkur seperti gorilla. Dengan tidak sabar Indi menggoyang lengan pemuda itu, barulah Sena membuka mata, terlihat bingung mendapati Indi berada di kamarnya.

"Aku lapar," ulang gadis itu dengan nada memelas, "Tadi nggak makan malam, cuma ngemil sedikit di rumah Opa."

"Kakak ngantuk, Dek." kata Sena sambil menepis tangan gadis itu dari lengannya.

"Lapar," rengek Indi sembari membaringkan kepala di dada pemuda itu agar tidak bisa memunggunginya, "Kakak bangun!!"

"Astaga!!!" Keluh Sena kesal sekali mendengar rengekan adiknya, "Sebenarnya Adek itu anaknya Kakak atau Papa?"

"Anak Ka..eh, anak Papa."

"Kalau udah tahu anaknya Papa, kenapa minta makan sama Kakak?"

"Papa tidur," protes gadis itu.

"Memangnya Kakak lagi ngapain, sayang? Jumpalitan? Mandi di pantai? Iya?!"

Tapi Indi tidak mau mengalah dan terus saja melontarkan rintihan menggenaskan, "Lapar, Kak. Perutku perih dan melilit."

Sadar tidak akan menang melawan adiknya, sambil berdecak kesal Sena meraih gagang telepon dari nakas. Setelah menekan satu angka, ditempelkannya benda itu ke telinga, menunggu sampai satpam menerima panggilannya.

"Jam segini kedai penyetan langganan Ibu masih buka, Pak?" katanya setelah melirik jam yang telah menunjukkan angka satu, "Kalau begitu, tolong belikan lauk untuk Adek, ya."

Semangat Indi kembali begitu mendengar perkataan kakaknya. Tidak bisa menahan rasa penasaran, gadis itu ikut-ikutan menempelkan telinga di gagang telepon, namun dengan kejam Sena mendorong keningnya tanda tidak ingin diganggu.

"Kepiting saos padang satu porsi. Pilih kepiting yang masih segar dan paling besar, ya, Pak. Lalu saosnya nggak usah terlalu pedas."

"Pedas," ralat Indi pada pemuda itu.

"Ada lauk apa lagi biasanya?" tanya Sena mengabaikan bisikan adiknya, "Boleh, deh. Gurame saos tiram satu porsi."

"Cah kangkung, Kak." pinta Indi sambil menelan liur.

"Tambah cah kangkung, Pak." kali ini Sena mengabulkan permintaan adiknya, "Kalau Bapak dan Pak Mahmud lapar, pesan juga untuk kalian."

Sena mendengarkan sebentar, lalu tanpa sadar menggelengkan kepala, "Nota pembayarannya digabungkan jadi satu, lalu ditagih atas nama Kakak. Hm. Hm. Iya, begitu. Makasih, Pak."

Karena Sangga dan Gamila seringkali harus bepergian keluar kota, si Mbok yang telah bekerja sejak lama, dipercaya untuk mengelola kas kecil. Selain memegang sejumlah dana, si Mbok juga mengerjakan pembukuan sederhana, berisi arus uang masuk dan keluar. Uang tersebut digunakan untuk kebutuhan mendadak, termasuk ketika penghuni rumah merasa lapar di pagi buta, lalu meminta untuk dipesankan makanan dari kedai dua puluh empat jam. Biasanya satpam akan mendahulukan pembayaran dengan uang pribadi, lalu pada keesokan harinya, menunjukkan bukti pembayaran pada si Mbok agar uang mereka diganti. Seluruh pengeluaran itu akan ditambahkan ke dalam kas rumah tangga yang dikelola Gamila, untuk dilaporkan kembali kepada Sangga. Meski tentu saja berbeda nasib dengan Sagara dan Kasena, Gamila tidak pernah dihukum atas jumlah pengeluarannya.

JEDA - Slow UpdateWhere stories live. Discover now