My most beautiful someone

87.5K 4.8K 147
                                    

"You are my most beautiful someone," – e.s.

**


"Makasih, Bang."

"Jangan lupa bintang lima ya dek,"

Setelah melemparkan senyum seadanya pada tukang ojek yang berlalu, Indi melangkah masuk ke dalam naungan atap kos tempatnya tinggal selama dua tahun terakhir. Langkah gontainya semakin melambat karena isak tangis berikut ratapan dari suara yang bergetar karena menahan perasaan, "Lima tahun, Kak. Lima tahun aku pacaran dengan dia, hanya untuk ditinggal menikah."

Itu suara Karin, cewek Jakarta yang terdampar di kota Medan, demi menuntut ilmu. Menurut cerita yang disebarkan oleh Karin sendiri, ia sempat tak yakin untuk berangkat ke perantauan, karena tak ingin meninggalkan Ando, kekasihnya sejak SMA. Gadis itu merasa tak sanggup untuk menjalani hubungan jarak jauh, namun akhirnya memaksakan diri karena Ando berjanji untuk tetap setia. Ternyata tidak benar-benar setia, karena di tahun ketiga hubungan jarak jauh mereka, Ando kedapatan memiliki kekasih baru. Ketahuan selingkuh tak lantas membuat pemuda itu menyesal. Ando justru memutuskan Karin hingga mengalami patah hati, yang bertambah parah sejak menerima undangan bertuliskan nama mantan kekasihnya itu seminggu yang lalu.

Masih dari cerita yang juga disebarkan oleh Karin sendiri, ia harus berjuang sekuat tenaga untuk bisa menghadiri pernikahan mantannya. Karin bahkan membayar dua tiket penerbangan pesawat, agar dapat memboyong Arisa –teman satu kamarnya- guna menemaninya menghadiri pesta pernikahan sang mantan. Hampir seisi kos –termasuk Arisa- menentang rencana Karin. Gadis itu dinilai akan mempermalukan diri sendiri, kalau sampai menangis di pesta mantan kekasihnya. Pada akhirnya semua orang menyerah karena Karin berkata kalau menghadiri pesta pernikahan Ando penting baginya. Hanya dengan mendatangi pesta itu Karin akan dapat menerima kenyataan kalau Ando bukan lagi kekasihnya atau bahkan pria merdeka.

Ratapan Karin membuat semua orang menyerah dan membiarkan gadis itu melakukan apapun yang diinginkannya. Tapi seperti yang Indi duga, mendatangi pesta pernikahan mantan tak ada gunanya untuk gadis bebal seperti Karin. Bukannya sadar apalagi move on seperti janjinya semula, gadis itu justru kembali meratap dengan kalimat yang sudah diulang-ulangnya selama setahun belakangan.

"Lima tahun, Kak, lima tahun aku pacaran dengan hanya untuk ditinggal menikah."

"Kamu pulang," sapaan Arun, teman satu kamar Indi, sukses mengalihkan perhatian semua orang dari Karin yang berurai airmata. Sekarang mereka melemparkan pandangan memohon pada Indi, berharap dibebaskan dari kewajiban mendengar ratapan yang sudah mereka hapal di luar kepala.

"Ya," sahut Indi sambil melepaskan sepatunya, "Ngumpul semua kayaknya. Nggak kuliah atau kerja?"

"Shift sore," Andrea yang adalah satu-satunya pekerja di antara anak kos, menyahuti dengan pandangan mengiba.

"Nggak ada kelas," Arun ikut-ikutan melemparkan pandangan memelas.

"Oh," sahut Indi sambil menumpuk sepatunya ke atas sepatu yang entah milik siapa, "Kamar dulu, ya. Capek."

"Eh, ikut! Ikut!" Arun bergegas kabur karena tak yakin akan mendapat jalan ke luar lebih baik lagi daripada kehadiran Indi.

"Mbak juga ikut, Ndi. Kebetulan ada hal penting yang mau dibahas dengan kamu," Andrea ikut-ikutan bangkit berdiri meskipun tak lupa menepuk pundak Karin dengan lembut, "Sabar ya Rin. Mbak doakan permasalahan kamu cepat kelar," tambahnya dengan nada prihatin yang tulus.

"Makasih, Mbak," isak Karin sambil mengusap airmata.

Indi tak sempat mengelak ketika Karin menangkap pandangannya. Dianggukkannya kepala singkat sebagai bentuk sapaan, yang dilanjutkan dengan langkah tegas menuju kamar, begitu Karin melemparkan senyuman lemah. Tiga detik kemudian Indi sudah membanting tubuh di atas kasur, dengan Arun dan Andrea yang mengusap dada masing-masing dengan ekspresi lega.

JEDA - Slow UpdateWhere stories live. Discover now