I'm doing this for me.

26.5K 3.2K 105
                                    

"You are free to choose, but you are not free from the consequence of your choice." – Anonymous.
***

"Serius nih kita mau pacaran rame-rame?"

"Bukan pacaran rame-rame, Kai, tapi jalan bareng dengan Arun dan teman-temannya."

"Apa bedanya?" Kai jelas sedang bersungut-sungut sekarang, "Aku baru tahu kalau si tomboy itu bisa bersikap manja. Pacaran aja minta ditemani."

Indi jadi tertawa mendengarnya, "Tapi kamu datang kan?"

"Iya," terdengar suara kunyahan, "Lagipula, ada hal penting yang mau aku bicarakan."

"Hal penting apa?"

"Malam jumat, anak tuyul, bukan sekarang. Kita akan bicara malam jumat nanti."

"Tapi kan aku penasaran."

Kai tertawa saja mendengar protes itu, "Gimana kuliah?"

Indi mendesah kesal karena Kai mengalihkan pembicaraan, tapi gadis itu juga tahu tak ada guna memaksa Kai bicara. Kalau pemuda itu sudah memutuskan sesuatu, tidak akan ada yang bisa mengubah keputusannya, termasuk rengekan dari Indi.

"Minggu depan mulai masuk kantor," kemudian Indi menambahkan dengan nada merana, "Aku nggak siap menghadapi hal-hal semacam ini."

"Dua bulan kan?" Kai langsung mengomel begitu Indi membenarkan, "Jangan manja. Anak-anak FKIP harus menghabiskan waktu enam bulan hanya untuk masa magang. Belum lagi kalau mereka harus mengajar di depan anak-anak badung yang sedang beranjak dewasa. Menghabiskan waktu dua bulan di kantor yang nyaman, sama sekali bukan apa-apa dibandingkan dengan menghadapi monster pemberontak yang sedang mengalami pubertas."

"Kamu tahu kalau aku nggak bisa berteman dengan orang baru," keluh Indi merana.

"Kamu bisa kalau kamu mau," tegas Kai, "Sebentar lagi kita akan masuk dunia kerja, nggak mungkin aku terus-terusan membuntuti dan menemani kamu, sampai kamu punya teman. Kamu harus memberanikan diri dan berusaha dengan keras, karena pertemanan itu suatu keharusan di dunia kerja. Kamu nggak akan bisa bertahan kalau selalu ngotot untuk bekerja sendiri."

"Tapi Kai....,"

"Coba dulu, okay?" bujuk Kai dengan suara lebih lembut, "Menyapa orang yang lebih tua dan memberi mereka senyuman sama sekali bukan dosa ataupun kerja keras. Kamu pasti bisa melakukannya. Ya?"

"I'll try," janji Indi akhirnya, "Tapi jangan salahkan aku kalau mereka justru lari ketakutan karena melihat senyuman anehku."

Kai langsung terbahak-bahak mendengarnya, "Dasar anak tuyul!"

Senyuman Indi merekah karena panggilan itu. Dengan perasaan malu gadis itu berguling untuk memeluk bonekanya, kemudian berbisik, "Kai."

"Hm?"

"I love you."

Hening sejenak, "Ndi?"

"Ya?"

"Kamu kerasukan?" kemudian tawa tertahan, "Oh wait, memangnya anak tuyul bisa kerasukan?"

Tanggapan itu sukses membuat Indi mengentakkan kaki, "Aku serius!"

"Lihat layar ponsel."

Meskipun kesal Indi menuruti perintah pemuda itu. Kai meminta agar panggilan suara mereka diubah menjadi panggilan video, yang diterima Indi setelah merapikan penampilan kusutnya. Dengan bibir mengerucut maju karena sebal gadis itu mendelik pada Kai yang sedang mengulum senyum, lalu menyembur pemuda itu begitu saja, "Apa?!"

JEDA - Slow UpdateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang