3. Never Be Alone

417 58 9
                                    

LANY — Malibu Nights
_____

BEGITU lagu Traitor berputar, perempuan yang berbaring miring itu langsung membenarkan posisi headset dan menaikkan volume suara sampai penuh. Waktu sudah menunjuk pukul dua pagi, namun tangisnya belum juga reda.

Kedua bahu perempuan itu naik turun tanpa irama. Perempuan itu tersedu-sedu, berusaha meluapkan emosi yang tertahan. Ponselnya dihujani notifikasi chat dan panggilan dari Akbar hingga pukul satu tadi.

Segala kenangan manis yang ia miliki bersama Akbar tiba-tiba melintas di benaknya. Semua canda, kata-kata manis, cita-cita yang mereka impikan dan sentuhan hangatnya.

Dalam sekejap, semua yang hal indah itu tergantikan oleh amarah dan kecewa.

Jika jatuh cinta murni sebuah kecelakaan. Maka, meluruskan perasaan sebuah keputusan. Lalu kenapa? Kenapa Akbar memutuskan untuk berpaling?

Seketika, kepala Rere dipenuhi berbagai pertanyaan krusial yang menyakiti dirinya sendiri.

Hidung Rere tersumbat, matanya terasa berat untuk berkedip. Sudah lama ia tak pernah menangis sejadi ini. Terlebih, Rere merasa begitu bodoh lantaran mengabaikan kecurigaannya selama ini.

Rasanya ia sudah kehilangan gairah untuk hidup.

/r e a l t a l k/

"Beneran, Re?" Setelah hampir dua menit menyimak tanpa mencela sama sekali, Luna akhirnya bersuara. Sepulang kuliah, Luna langsung mendatangi rumah Rere sendirian, sesuai permintaan sahabatnya.

"Gue juga berharapnya nggak. Tapi— Sumpah." Rere mengangguk kuat. "Lo boleh tanya Azka. Dia saksinya."

Luna mengusap bahu Rere, memberi dukungan untuk sahabatnya.

"Walaupun gue gak pernah lakuin itu sama sekali. Gue tuh tau itu bukan karna gatel! Gue bisa bedainnya! Gue nggak sepolos itu!" Tambahnya, berapi-api.

Setelah merasa puas menceritakan kejadian semalam, Rere menelan ludahnya, dan menghirup napas panjang. Sedangkan Luna, menatap Rere penuh rasa kasihan, tak dapat membayangkan bagaimana rasanya memergoki pacar yang selingkuh di depan mata.

"Dan, lo berakhir kayak gini dari kemaren?" Tanya Luna, mengingat semalam Rere enggan didatangi olehnya ataupun Aca dan Tiara. Semalam, Rere hanya mengabari mereka di grup chat bahwa hubungannya dengan Akbar telah berakhir, tetapi tidak menjelaskan kronologinya sama sekali walaupun seisi grup mendesak.

"Gue udah gak tau lagi..." Rere merengek, berusaha menahan airmatanya lagi ketika semua ingatan tentang semalam kembali hadir di kepala. "Gue pengen benci dia tapi masih nggak bisa."

Luna terdiam. Sembari berusaha mencari kata yang tepat untuk menghibur sahabatnya, perempuan berambut gelombang kecoklatan itu mengeluarkan sebotol mineral dingin dari tasnya. "Minum dulu, Re."

Rere menuruti perintah sahabatnya, sengaja ia meminta Luna menemaninya sendirian tanpa teman-temannya yang lain. Selain karena belum siap, ia juga tak yakin bisa leluasa menceritakan semuanya di depan mereka.

Karena, Luna lah yang paling ia percayai.

"Semalem Akbar nelfonin gue, nggak gue angkat," kata Rere setelah menjauhkan botol dari mulut. "Boomchat juga nggak ada yang gue bales, langsung gue clear chat. Karna isinya denying semua! Dan bisa-bisanya dia selalu sumpah bawa-bawa Allah?"

Real TalkWhere stories live. Discover now